Solitudine

 

Di suatu malam yang gelap, Yeni Aristiani duduk termenung di kamarnya . Suara berisik dan teriakan dari ruang tamu mengejutkannya. Ini bukanlah pertama kalinya dia mendengar orang tuanya berkelahi, tetapi rasa takut selalu menghantuinya setiap kali momen itu terulang.

Yeni Aristiani duduk di ujung ranjang, Kamarnya dipenuhi dengan suasana tegang dan ketegangan. Dia mencoba menyelipkan headphone ke telinganya dan memutar musik dengan volume tinggi untuk mencoba meredakan kegaduhan di luar kamarnya. Namun, suara derap langkah dan teriakan tetap menembus melalui musik yang menggema di telinganya. Setiap suara keras membuat jantungnya berdegup lebih cepat, dan rasa takutnya semakin mendalam. Meskipun dia berusaha menyembunyikan perasaannya, tetapi kenyataannya adalah bahwa Yeni Aristiani sangat takut dengan pertengkaran orang tuanya.

Dengan jantung berdegup kencang, Yeni Aristiani merenung pada kenangan masa kecil yang seharusnya penuh tawa, bukan ketakutan. Meskipun pemandangan konflik orang tuanya bukan hal baru, setiap kali suara pertengkaran itu terdengar, kecemasan di dalam dirinya tidak pernah pudar.

Sambil merenung dalam kepanikan, Yeni Aristiani menggenggam ponselnya yang tergeletak di meja samping ranjang. Pikirannya berkutat dengan keinginan untuk mencari pelarian dari kenyataan mencekam yang ada di kamarnya. Dengan gemetar, dia membuka aplikasi Twitter dan mulai mengetikkan tweet.

0 komentar: