Cerpen : "Harmony in Time"

 

Harmony in Time

 

Angin malam membawa aroma yang lembut ke dalam kamar Meera. Poster-poster band yang menghiasi dinding menjadi redup di bawah cahaya bulan yang menyelinap masuk melalui jendela terbuka. Meera duduk di tepi tempat tidurnya, memandangi langit-langit kamar tidurnya yang terhampar dengan poster-poster band favoritnya. Setiap hari yang sama, rutinitas yang mononton dan membosankan.

Namun, di balik senyumnya yang samar, terdapat beban berat yang ia pikul. Beban itu tak lain adalah rasa bersalah yang menjeratnya sejak kecil, seolah-olah seluruh dunia ini menyalahkan dirinya atas kematian tragis orang tuanya. Ibunya yang meninggal saat melahirkannya, dan ayahnya yang tewas saat Meera berumur 8 tahun dalam kecelakaan mobil ketika hendak mengantarkan Meera yang sakit ke rumah sakit.

"Astaga, Meera kenapa lemes gini?" Tanya ayahnya ketika melihat Meera yang sedang terlihat lemah.

"Pusing..." Gerutu Meera.

Ayahnya bergegas mengantarkan meera karena itu kelihatannya bukan sekedae pusing namun Meera terlihat sudah sangat pucat. Ketika Ayahnya sedang berkonsentrasi pada lalu lintas di depannya, tiba-tiba Meera mimisan. Refleksnya membuatnya menoleh ke belakang untuk melihat keadaan Meera. Saat dia menoleh, dia melihat sebuah truk besar mendekati dengan kecepatan tinggi.

Ayahnya yang terkejut berusaha untuk kembali fokus ke depan, namun sayangnya sudah terlambat.

BRAK!!

Truk itu telah mendekati mobilnya dengan cepat, dan dalam sekejap, tabrakan tak terhindarkan. Mobilnya terhempas ke samping, roda berputar-putar, dan kaca pecah di sekelilingnya.

Saat itu Ketika Meera membuka mata, dia mendapati dirinya terbaring di sebuah ruangan putih yang bersih. Suara detak jantung dan mesin-mesin medis terdengar samar di kejauhan. Kepalanya masih terasa pening, dan dia mencoba mengingat apa yang terjadi. Saat dia mulai menyadari keadaannya, kekhawatiran mendalam memenuhi hatinya.

 "Ayah, di mana Ayah?" bisiknya dengan suara serak.

Perawat yang hadir mencoba menenangkan Meera, memberitahunya bahwa dia berada di rumah sakit dan dalam perawatan medis. Namun, pertanyaannya belum terjawab, dia menyadari bahwa tidak ada kabar untuk kondisi ayahnya. Saat dia bertanya lagi tentang keberadaannya ayahnya, perawat tersebut terlihat canggung dan enggan memberikan jawaban yang pasti.

Setelah beberapa saat, seorang dokter mendatangi Meera dan dengan berat hati memberitahunya bahwa ayahnya tidak selamat dari kecelakaan itu.

"Maaf ya Meera.. Ayah kamu tidak selamat dari kecelakaan itu." ucap dokter dengan berat hati.

Meera merasakan kehancuran dalam dirinya. Sebuah keajaiban memang telah menyelamatkan nyawanya, tetapi itu harus dibayar dengan harga yang begitu besar, yaitu nyawa Ayahnya. Dia merasa ketakutan dan kehilangan di rumah sakit yang seharusnya menjadi tempat penyembuhan, kini menjadi saksi bisu dari tragedi yang melanda keluarganya. Jikalau ia bisa pergi ke masa lalu, ia ingin membuat orang tuanya tidak saling mencintai, dan tidak melahirkannya, jika itu membuat kedua orang tuanya tewas.

***

Di suatu malam yang gelap dan hening, langit dihiasi oleh gemerlap bintang dan bulan. Mata Meera tertuju pada buku lama yang ditemukannya di rak sudut kamar. Buku itu berjudul ‘Legenda dan Sejarah Bandung’. Sebuah buku yang menyimpan rahasia Bandung yang menarik perhatian Meera, seakan menunggu untuk menceritakan kisah-kisah lama yang tersembunyi.

Seiring bulan purnama yang melengkapi malam itu, Meera mulai membaca buku itu dengan penuh minat. Setiap halaman membawanya lebih dalam ke dalam sejarah Bandung, menciptakan dunia yang seakan menari di depan matanya. Tapi di antara legenda dan cerita masa lalu, ada satu hal yang menangkap perhatiannya. sebuah bis misterius yang katanya bisa membawa seseorang kembali ke masa lalu. Meera yang awalnya hanya tahu sedikit soal Kota yang kerap di panggil “Kota Kembang” dan Kota Dimana kedua orang tuanya lahir dan dibesarkan, menjadi semakin tertarik dengan Bandung karena buku.

ia memutuskan untuk mencari peluang baru di Bandung, Meera merasa bahwa Bandung bisa menjadi tempat yang membawa perubahan positif dalam hidupnya. Dengan semangat yang membara, Meera mencari berbagai informasi beasiswa untuk belajar di Bandung.

Suatu hari, Ditengah-tengah mengikuti kelas di sekolahnya. Akhirnya ia mendapatkan email untuk beasiswa yang ia daftar dan memungkinkannya untuk mengejar pendidikan di salah satu universitas terkemuka di kota tersebut.

            “AAAA, FINALLY!!” Meera yang spontan berteriak saat melihat email itu.

Tiba-tiba menyadari bahwa ia berada di tengah-tengah kelas yang hening. Sementara teman-temannya sedang fokus mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru menjadi memandangnya karena teriakannya. Raut wajah Meera berubah menjadi malu.

"Lu kenapa sih, Mir?" Bisik teman sebangkunya, Zea.

"Inget kann… gue bilang, gue daftar beasiswa di Bandung?" Meera menjawab dengan senyum malu.

Zea mengangguk, "Hooh, inget banget. Toh, setiap hari lo ngomongin itu mulu"

"Hehehe… Aku keterima beasiswa jurusan kedokteran fully funded sampai spesialis di salah satu universitas top yang ada di Bandung." Balasnya dengan excited

Setelah 2 bulan berlalu, berbagai upaya dan perjuangan, Keputusannya untuk memulai hidup baru di Bandung memberikan harapan dan kegembiraan yang baru dalam hidupnya.

***

            Tiba saatnya Meera pergi untuk merantau di Bandung, sebenarnya Meera memang sering pergi ke Bandung sebelumnya untuk mengurus beasiswanya, jadi dia hafal dengan rutenya. Dia memilih untuk menggunakan bus sebagai sarana transportasi. Di pagi hari, mengarahkan langkahnya ke stasiun bus local, angin yang dingin menyapu rambutnya saat dia berdiri halte bus yang berada di bawah pohon besar Pagi itu, pun harum embun masih dapat tercium jelas dari dedaunan yang basah itu. Meera mengambil nafas yang berat, mencoba menyingkirkan kegelisahannya saat merantau ke Bandung untuk kuliah. Hari itu, ia duduk di kursi bus, menyusuri jalan yang telah menjadi bagian dari kenangan masa kecilnya. Meera merenung sejenak, mengenang suka dan duka yang pernah dia alami di kota kelahirannya.

            Sinar matahari menyinari wajah Meera melalui jendela bus. Pemandangan luar jendela bus berganti seiring perjalanan, memberi warna baru pada kisah hidupnya. Dan lamat-lamat rasa lelah mulai menyergapnya. Dia membiarkan dirinya terlelap di kursi, luluh dalam pelukan kenangan. Namun, tidurnya tidak berlangsung lama. Sebuah suara lembut membangunkannya,

"Neng, bangun. Ini udah nyampe." bisik sopir bis dengan lembut.

Meera tersentak kembali ke kesadaran, mengumpulkan barang-barangnya dengan tergesa-gesa. Dengan setengah sadar, Meera memutuskan untuk turun dari bus dan merapihkan barang-barangnya. Dia melangkah keluar dari bus dan merasa aneh dengan sekelilingnya, ia tersadar dan segera menyadari bahwa dia berada di terminal Bandung. Namun, yang membuatnya terkejut adalah terminal ini tidaklah seperti yang selalu dia kunjungi. Semua terlihat berbeda, Kota Bandung yang biasanya ramai dan modern, kini terasa sepi dan penuh dengan nuansa nostalgia.

Meera sesekali mengingat-ingat arah jalan yang dilalui sebelum ia tertidur tadi, Takut-takut justru ia malah salah menaiki bis atau salah alamat seperti teman-temannya yang jika ingin datang kerumahnya menggunakan shared location yang dia beri malah ke kuburan. Hihh, ia tak mau membayangkannya karena salah alamat! Dia bukan IU Tink-Tink Sunbaenim soalnya.

Bangunan-bangunan tua dan suasana kuno memenuhi pandangannya. Dengan langkah ragu, Meera memutuskan untuk mencari tahu lebih lanjut. Dia memasuki minimarket yang terlihat kuno di terminal itu. Saat melangkah masuk, pandangannya tertuju pada tayangan televisi lama dengan unsur-unsur tahun 1998, itu 8 tahun sebelum dia lahir! Matanya membulat, dan hatinya berdebar kencang. Meera berjalan keluar dari minimarket. Dia memperhatikan sekelilingnya dengan seksama, mencoba mencari petunjuk. Masyarakat di sekitarnya berpakaian jadul, dan kendaraan yang melintas pun terlihat berbeda dari yang biasa dia lihat.

“ini mimpi bukan sih?” Meera berbisik pada dirinya sendiri.

“kalo sakit mimpi, kalo gak berarti bukan mimpi,” tiba tiba dia menampar pipinya.

Tanpa ragu, dia menampar dirinya sendiri dengan keras.

Plak!!

“Aduh! Sakit..” serunya, dengan tangannya menyisir pipinya yang terasa sakit.

Meera merasakan rasa sakit dan kejutan di pipinya, rasa sakit yang melintas meyakinkannya sejenak bahwa ini mungkin saja bukanlah mimpi. Tetapi dia masih belum mengetahui sebenarnya apa yang sedang terjadi. Matanya melotot sambil tangannya meraih pipi yang baru saja ditamparnya. Dia meraba-raba, mencoba memahami bahwa ini adalah kenyataan.

“Masa gue pergi ke masa lalu? Gak masuk akal banget,” gumamnya.

            “Terus gimana sama beasiswaku?! AAAA” ia mengacak-acak rambutnya.

Bangunan-bangunan tua dan suasana kuno hanya semakin membingungkannya. Dengan langkah yang hati-hati, Meera mulai berjalan menjauh dari terminal. Dia mencoba berbicara dengan beberapa orang yang lewat, tetapi reaksi mereka terhadap pertanyaannya hanya menambah kebingungan. Beberapa orang tampaknya tidak mengerti pertanyaan Meera, sementara yang lain menatapnya seakan dia aneh.

Meera teringat dengan buku ‘Legenda Dan Sejarah Bandung’ yang pernah dia baca. Buku itu berisi cerita tentang sebuah bis misterius yang konon bisa membawa penumpangnya kembali ke masa lalu.

“Apa jangan-jangan gue beneran ke masa lalu karena naik bus itu” pikirannya mulai terhubung dengan kemungkinan bahwa dia benar-benar telah kembali ke waktu yang berbeda.

Lalu Meera melanjutkan perjalanannya dan tiba di sebuah toko buku. Dia memutuskan untuk mencari petunjuk lebih lanjut atau mungkin menemukan buku sejarah yang bisa memberinya gambaran tentang apa yang dia alami. Saat dia memasuki toko, suasana berubah menjadi lebih tenang dan damai.

Dengan hati-hati, Meera melihat sekeliling dan menemukan rak-rak yang penuh dengan buku-buku dan koran-koran yang tampak kuno baginya. Dia mengambil beberapa koran dan mencari informasi tentang tahun 1998. Saat dia membaca satu demi satu, ekspresi wajahnya berubah menjadi terkejut.

Dia menemukan satu koran yang berisikan peristiwa seperti yang dia alami. Ternyata, dia berada di sebuah distopia di mana ada perubahan besar dalam sejarah dunia. Beberapa peristiwa besar yang seharusnya terjadi setelah tahun 1998 ternyata tidak terjadi, dan dunia menjadi sangat berbeda dari yang dia ketahui.

Meera merasa kewalahan dengan informasi ini. Dia keluar dari toko buku dengan kepala yang penuh pertanyaan.

Bagaimana ini bisa terjadi?

Mengapa dia tiba-tiba berada di Tahun yang berbeda?

Dan apakah dia satu-satunya yang pergi ke masa lalu?

Meera, masih tercengang oleh temuan di koran. Namun, sebelum dia bisa menyusun pikirannya, sebuah kejadian mengejutkan terjadi. Di pintu keluar, dia melihat seorang wanita muda yang terlihat sangat akrab. Wanita itu tersenyum kepadanya, dan Meera dengan cepat menyadari bahwa itu adalah ibunya, Shana.

Meera mendekati ibunya dengan hati-hati, mencoba untuk mencerna kejutan ini. "Ibu?" panggilnya dengan ragu.

Gadis itu menoleh “Hah, Ibu?” tanya Shana kebingungan dan mengerutkan keningnya.

“Eh sorry, kamu mirip banget sama ibuku. Aku kira kamu ibu aku..” Meera mencoba membuat alasan.

“Ohhh, aku kira aku teh keliatan tua banget. Btw kita pernah ketemu gak sih? Soalnya muka kamu familiar gitu” balas ibunya, mencoba mengenali Meera.

"Kayaknya bukan aku deh, kenalin aku Meera. Aku mah baru pindah ke sini, aku juga gak kenal banyak orang di sekitar sini"

            “Baru pindah ya… Aku Shana” lanjut perempuan berambut panjang itu sambil tersenyum

Bagaimana Meera bisa mengetahui itu Ibunya? Bahkan mereka belum pernah bertemu. Setelah kematian Ibunya, yang tersisa hanyalah foto masa muda sosok Wanita yang cantik itu, jadi yang Meera ketahui tentang sosok ibunya semenjak kecil hanyalah seperti yang ada di foto itu.

Meera memulai percakapan hangat dan merasa hatinya penuh harap. Dia ingin mendekati ibunya tanpa membuatnya merasa aneh atau curiga, kesempatan ini begitu langka, dia tidak pernah merasa dekat dengan sosok ibu sebelumnya. meskipun dia menyimpan rahasia besar tentang identitasnya, Meera sadar bahwa mengungkapkan identitasnya dan kisah perjalanannya dari masa depan mungkin akan menciptakan kekacauan besar di alam semesta ini.

Selama beberapa waktu, Meera dan Shana menjadi berteman dan menghabiskan waktu bersama, tanpa menyadari bahwa Meera berasal dari masa depan. Meera menemukan kenyamanan dalam hubungan ini. Sementara itu, dia terus menjelajahi distopia yang baru ditemuinya dan berusaha mencari jawaban untuk pertanyaan-pertanyaan yang masih menghantui pikirannya.

***

Dia menyadari bahwa ini adalah sebuah era yang jauh dari teknologi yang biasa menjadi bagian dari hidupnya. Di waktu ini adalah kesempatan yang tepat untuk mengubah takdir kedua orang tuanya di masa depan nanti, misinya adalah mengubah takdir orang tuanya agar mereka tidak pernah saling mencintai. Dalam usahanya untuk ini bisa menjalankan misinya dia harus beradaptasi dengan zaman yang sangat asing baginya, Meera mengenakan pakaian zaman dulu dan menyembunyikan identitasnya dengan baik.

Setelah penampilannya yang baru, Meera memutuskan untuk memulai kehidupan baru sebagai pelayan di kafe kecil bernama "Retro Blend." Kafe ini ramai dikunjungi oleh warga setempat, dan suasana retro yang dihadirkan membuatnya merasa seperti dirinya berada di salah satu tempat yang paling cocok untuk menyelidiki zaman ini.

Meera merasa perlu untuk memahami adat dan kebiasaan zaman ini agar tidak menarik perhatian yang tidak diinginkan. Dalam beberapa hari, Meera mulai memahami adat dan kebiasaan zaman ini.

Suatu hari, ketika Meera sedang membersihkan meja di kafe, matahari yang terang menyinari wajah seorang pemuda tampan yang masuk, suara langkah kaki bersahut di antara deru mesin kopi dan kehidupan yang riuh di kafe.

“Selamat datang

Detik itu, hati Meera berhenti berdetak. Pemuda itu adalah ayahnya, Dion, dan sorot matanya memancarkan kehangatan yang sama yang selalu dikenang Meera. Lalu beberapa saat kemudian muncul sosok Wanita yang terlihat familiar, dan itu adalah Shana, ibunya Meera.

Oitt Shana, sini duduk di samping gue,” ujar Dion sembari menepuk-nepuk sisi kosong pada bangku panjang yang ia duduki.

“Aduh sorry gue lama,” ujarnya.

Meera menyaksikan momen-momen indah dan murni antara Ayah dan Ibunya yang baru saja bertemu. Mereka tertawa bersama, saling bercanda, dan kebahagiaan yang tampak begitu alami. Namun, setiap detik itu juga menimbulkan pertanyaan dalam benak Meera, Apakah dia benar-benar bisa mengubah takdir ini tanpa merusak kebahagiaan mereka?

Meera yang mencoba meyakinkan kalo Dion sama Shana itu gak cocok untuk jadi pasangan, meskipun Meera menyadari risiko dari perubahan yang dia lakukan, dia yakin bahwa itu adalah satu-satunya cara untuk merubah nasib mereka.

***

Suatu hari, Meera terbangun dengan perasaan kelelahan dan kebingungan. Ternyata, dia kembali ke masa depan. Namun, perubahan yang dia usahakan tidak membuat kehidupan di masa depan berbeda, ia kira acara itu berhasil mengubah masa lalu dan misinya selesai, tetapi kejutan menanti. Mereka tetap meninggal, tapi dalam keadaan yang berbeda. Ini membuatnya semakin sadar akan kompleksitas waktu dan bagaimana setiap tindakan memiliki konsekuensi yang sulit diprediksi.

Namun, tiba-tiba saja, semuanya berubah. Meera merasakan getaran yang aneh di seluruh tubuhnya. Sekejap, segalanya menjadi kabur, dan Meera merasa dirinya jatuh ke dalam keheningan gelap.

Saat Meera membuka matanya lagi, dia kembali berada di masa lalu. Semua yang dia alami di masa depan tadi hanya seakan-akan mimpi. Meera memegang kepala, mencoba memahami apa yang baru saja terjadi. Apakah semuanya itu hanya ilusi?

“Aneh. Tadi gue tiba tiba bangun di masa depan, terus sekarang gue balik lagi ke masa lalu?”

Setelah Meera terbangun dalam ketidakpastian dan kekecewaan, di jalan saat dia ingin berangkat kerja dia tanpa sengaja bertemu dengan seorang pemuda bernama Kahiyang. Mereka saling memandang, penuh kebingungan dan rasa ingin tahu, tak menyadari bahwa nasib mereka telah terkait erat oleh benang waktu yang tak terlihat.

Kahiyang, pemuda yang misterius itu, ternyata juga merupakan penumpang bis misterius yang membawa mereka kembali ke masa lalu. Mereka menemukan kesamaan yang membuat mereka bisa pergi ke masa lalu, Meera berjuang untuk merubah masa lalu demi mencegah kematian orang tuanya, dan Kahiyang, dengan matanya yang dipenuhi rasa takut, berusaha mencegah kematiannya sendiri di masa depan. mereka memutuskan untuk bekerja sama, menyatukan kekuatan mereka untuk merubah kejadian yang telah ditetapkan.

Dalam perjalanan mereka, Meera dan Kahiyang telah menghadapi berbagai kejadian di masa lalu, melewati momen-momen yang berpotensi merubah takdir mereka masing-masing. Mereka menyaksikan berbagai kegagalan, serta merasakan getaran waktu yang sulit dipahami.

Ketika malam tiba, mereka menemui sebuah keputusan sulit. Meera harus memilih antara mengubah takdir orangtuanya atau membantu Kahiyang mencegah kematiannya sendiri di masa depan. Sementara itu, Kahiyang juga merasakan beban besar atas pilihannya.

“Kita harus milih antara orangtua gue atau keselamatan lo, Kahiyang.”

“Gue gak mau Meera terjebak dalam pilihan sulit kayak gini.”

“Tapi, Kahiyang, kita harus milih salah satu biar gak kehilangan satu sama lain.”

“Kita harus temuin jalan keluar, Meera. Gue gak mau ada yang kehilangan, termasuk kita.”

Dalam diam, rasanya Meera ingin kabur. Tapi masa iya, sudah sampai sini justru ia putar balik arah? Kan tidak lucu.

Namun, Meera menyadari bahwa keputusan sulit ini tidak bisa dihindari. Dia memandang Kahiyang, yang juga tampak ragu. Keduanya saling berpandangan, dan tanpa berkata-kata, mereka tahu bahwa satu sama lain telah menjadi bagian tak terpisahkan dari perjalanan ini.

Dengan hati-hati, Meera memutuskan untuk mengambil risiko besar. Dia memutuskan untuk membantu Kahiyang mencegah kematiannya di masa depan. Meskipun berat hati meninggalkan ide untuk mengubah takdir orangtuanya, Meera tahu bahwa perubahan ini mungkin akan membawa dampak besar bagi keduanya.

Mereka menyusun rencana dengan hati-hati, menggunakan pengetahuan dari perjalanan mereka di masa lalu untuk mengantisipasi setiap peristiwa. Mereka berdua bekerja keras untuk menghindari takdir yang telah mereka saksikan, dengan harapan bahwa tindakan mereka akan membawa perubahan positif.

Meera dan Kahiyang saling berpandangan dalam keheningan. Mereka merasakan getaran waktu yang menandakan bahwa perubahan telah terjadi, tetapi takdir mereka berdua masih tetap tidak terungkap sepenuhnya.

“Kayaknya ada yang ga beres, ya,” Kahiyang menggantung kata-katanya.

“Gue gak tahu gimana ngejelasinnya, tapi kita harus beneran ati-ati.”

“Gue udah ngerasa kayak mimpi buruk, Kahiyang. Kita udah usaha keras, tapi tetep aja, takdir punya rencana sendiri.” terang Meera

Dengan hati yang berat, mereka memutuskan untuk menerima kenyataan bahwa tidak semua yang mereka inginkan dapat mereka perubahkan. Meskipun mereka telah berjuang sekuat tenaga dan menggunakan semua pengetahuan yang mereka miliki, takdir tetap memiliki jalannya sendiri.

Akhirnya  mereka kembali ke masa kini, Meera menemui orangtuanya dengan selamat, bahkan kehidupan mereka tampak lebih baik dari sebelumnya. Senyuman besar menghiasi wajahnya ketika ia mendapati bahwa usahanya untuk merubah takdir telah berhasil.

Namun Meera tidak tahu di mana Kahiyang berada karena mereka terpisah saat pergi ke masa depan, Meera duduk termenung di kamarnya, dengan hati yang berat dan penuh kekhawatiran. Satu tahun telah berlalu sejak kepergian mereka ke masa depan, dan Kahiyang masih belum memberikan kabar apa pun. Meskipun Meera telah mencari dengan sekuat tenaga, tidak ada jejak Kahiyang yang bisa ditemukan.

Saat itulah, tiba-tiba ada seseorang yang mengantarkan sebuah surat, dan itu bertuliskan dari Kahiyang.

“Meera, ada paket,” Ibunya memanggil.

“Paket apaan?” tanya Meera.

“Tulisannya sih dari Kahiyang” jawabnya.

“Apa? dari Kahiyang?” Meera sontak berlari saat mendengar itu dari Kahiyang.

Dengan getaran hati yang campur aduk, Meera membuka surat itu dan membacanya dengan gemetar.

Reserved: Gue harap surat ini bisa nyampe ke lo dan semoga lo baik-baik aja. Ada sesuatu yang perlu gue ceritain, dan gue harap lo bisa terima dengan hati yang lapang.
Pas kita pergi ke masa depan, gue udah coba semaksimal mungkin buat balik ke masa sekarang, ke dunia kita yang dulu. Tapi sayangnya, semua usaha itu selalu gagal. Gue stuck di sini, di masa lalu, dan gak bisa balik lagi. 
Udah setahun lebih aku disini tanpa kemajuan, dan beneran nih, rasanya berat banget hati gue ngasih tau lo ini. Tapi gue yakin lo bisa ngerti. Gue gak nyesel sama sekali udah ngelakuin perjalanan ini bareng lo. Kita udah berjuang bareng. 
Walau akhirnya cuma lo yang bisa balik ke masa depan dengan harapan baru, gue bangga banget liat lo bisa gitu. Lo udah jadi sumber kekuatan gue selama ini, dan gue yakin lo bakal menjalani hidup lo dengan baik.
Terima kasih buat semua kenangan yang udah kita lewatin. Gue gak tau bakal kejadian apa selanjutnya, tapi gue pengen lo tau kalo gue bakal selalu simpen lo di hati gue. Jangan terlalu lama berduka, Meera. Cari kebahagiaan lo dan terus maju aja.
Kalo surat ini nyampe ke lo, berarti gue udah gak ada di masa depan  maupun masa lalu ini. Semoga lo bisa lanjutin hidup lo dengan bahagia dan berani. Thanks for everything, Meera.

Kahiyang
 



Setelah membaca surat dari Kahiyang, Meera merasa campur aduk. Rasanya seperti dunia ini berputar lebih cepat dari biasanya.

Dengan mata berkaca-kaca, Meera memegang surat itu erat-erat. Dia merenung sejenak, mengingat semua petualangan yang mereka alami bersama. Setahun tanpa kabar dari Kahiyang telah memberinya kesedihan yang mendalam, tetapi juga memberinya kekuatan baru untuk terus maju.

Meskipun Kahiyang tidak lagi berada di masa depan bersamanya, Meera tahu bahwa dia harus melanjutkan hidupnya dengan penuh semangat. Dia mengingat semua kata-kata yang pernah diucapkan Kahiyang, dan itu memberinya kekuatan untuk menghadapi tantangan yang ada di hadapannya.

Dengan tekad yang baru, Meera memutuskan untuk menjalani hidupnya dengan penuh makna, menghormati perjuangan dan cinta yang pernah mereka bagikan. Dia bertekad untuk membuat setiap langkahnya menjadi penghormatan bagi kenangan Kahiyang, yang akan tetap hidup dalam ingatannya selamanya.

Membawa surat itu di samping hatinya, Meera melangkah ke depan dengan langkah mantap. Dia tidak tahu apa yang akan terjadi selanjutnya, tetapi dia yakin bahwa Kahiyang akan selalu bersamanya, mengawasinya dari tempat yang jauh. Dengan cinta dan kenangan, Meera melanjutkan perjalanannya, siap menghadapi apa pun yang ada di depannya.

 

THE END.

 

 

 

0 komentar: