PELANGGARAN ADMINISTRASI PEMILU


A.           Pelanggaran Administrasi Pemilu
Secara eksplisit yang dimaksud dengan pelanggaran administrasi dirumuskan dalam pasal 253 UU No. 8 Tahun 2012, yang berbunyi:
Pelanggaran administrasi Pemilu adalah pelanggaran yang meliputi tata cara, prosedur, dan mekanisme yang berkaitan dengan administrasi pelaksanaan Pemilu dalam setiap penyelenggaraan Pemilu di luar tindak pidana pemilu dan penyelenggaraan kode etik Penyelenggara Pemilu.
pengertian pelanggaran administrasi pemilu  dalam pasal 253 di atas, maka unsur-unsur pelanggaran administrasi pemilu dapat diidentifikasi sebagai berikut:
1.      Pelanggaran terhadap tata cara, prosedur, dan mekanisme yang berkaitan dengan administrasi pelaksanaan pemilu dalam setiap tahapan penyelenggaraan Pemilu;
2.      pelanggaran tersebut di luar tindak pidana Pemilu dan pelanggaran kode etik Penyelenggara Pemilu.
mengenai penyelesaian pelanggaran administrasi pemilu pengaturannya terdapat dalam pasal 254, pasal 255 dan pasal 256 UU No. 8 tahun. sedangkan penanganan dan penyelesaian adanya pelanggaran administrasi Pemilu dilakukan oleh KPU, KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota sesuai tingkatannya setelah menerima rekomendasi atas hasil kajian yang disampaikan oleh Bawaslu, Bawaslu Provinsi dan Panwaslu Kabupaten/Kota (Pengawas Pemilu). dalam menjalankan wewenang dan kewajiban untuk untuk menyelesaikan pengelenggaraan administrasi pemilu dilakukan berdasarkan peraturan KPU.
pelanggaran administrasi Pemilu dapat terjadi pada setiap tahapan penyelenggaraan pemilu DPR, DPD, DPRD Provinsi dan  DPRD Kabupaten/Kota. Bagi Pengawas Pemilu sesuai tingkatannya dapat mengetahui adanya pelanggaran administrasi Pemilu karena adanya pemberitahuan (laporan) dan/atau temuan sendiri pada waktu melaksanakan fungsi pengawasan dalam setiap tahapan penyelenggaraan Pemilu. berdasarkan UU NO. 8 tahun 2012, selain diberikan wewenang untuk menerima laporan pelanggaran administrasi Pemilu, maka Pengawas Pemilu diberikan kewajiban untuk menindaklanjuti setiap laporan pelanggaran administrasi pemilu yang harus diatur dalam Peraturan Bawaslu.
Untuk memahami bagaimana prosedur dan persyaratan penanganan pelanggaran administrasi pemilu. adanya pelanggaran administrasi pemilu diketahui karena adanya pelanggaran administrasi pemilu diketahui karena adanya pemberitahuan atau laporan yang disampaikan kepada Pengawas Pemilu. laporan dimaksud hanya dapat diterima oleh Pengawas Pemilu paling lama 7 (tujuh) hari sejak diketahui atau ditemukan adanya pelanggaran administrasi Pemilu.
Laporan pelanggaran administrasi Pemilu yang telah diterima oleh Pengawas Pemilu, maka Pengawas Pemilu yang bersangkutan segera melakukan tindakan hukum, yaitu: mengklarifikasikan, mencari bukti-bukti dan mengkaji kebenaran laporan pelanggaran administrasi Pemilu yang diterimanya. Tindakan Hukum Pengawas Pemilu dimaksud dilakukan paling lama 5 (lima) hari sejak penerimaan laporan penyelenggaraan administrasi Pemilu termasuk tindak lanjut untuk diteruskan ke KPU, KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota.
B.            Laporan Pelanggaran Administrasi Pemilu
Setiap laporan adanya pelanggaran administrasi Pemilu harus disampaikan kepada Pengawas Pemilu sesuai tingkatannya dan wilayah kerjanya paling lama 7 (tujuh) hari sejak diketahui atau ditemukan adanya pelanggaran. Dalam Hal Pengawas Pemilu (baik Bawaslu, Bawaslu Provinsi, Panwaslu Kabupaten/Kota, Panwaslu Kecamatan, PPL dan Pengawas Pemilu Luar Negeri) berwenang menerima laporan pelanggaran Pemilu pada setiap tahapan penyelenggaraan Pemilu yang disampaikan oleh WNI yang mempunyai hak pilih, Pemantau Pemilu, maupun peserta Pemilu.
Sebagaimana perkara pelanggaran Pemilu lainnya, sesuai ketentuan Pasal 8 Peraturan Bawaslu No.14 tahun 2012 tentang Tata Cara Pelaporan dan Penanganan Pelanggaran Pemilu DPR, DPD, DPRD, maka laporan dugaan pelanggaran administrasi Pemilu dapat dibedakan menjadi dua bentu. Pertama, yang di sampaikan secara lisan atau tertulis, yaitu: (1) Laporan langsung yang disampaikan secara lisan adalah pelapor melaporkan pelanggaran di kantor Pengawas Pemilu dengan mengisi formulir Model B.1-DD; dan (2) Laporan yang disampaikan secara tertulis si pelapor datang ke Pengawas Pemilu dengan membawa laporan tertulis berupa surat dan/atau tembusan surat dan mengisi formulir Model B.1-DD. Kedua, laporan tidak langsung dugaan pelanggaran administrasi Pemilu yang disampaikan ke Pengawas Pemilu dapat dilakukan melelui dua cara, yaitu : (1) Laporan lisan yang disampaikan Pelapor kepada Pengawas Pemilu melalui telepon/hotline; dan (2) Laporan tertulis yang disampaikan pelapor kepada Pengawas Pemilu dalam bentuk pesan singkat melalui telepon genggam, faksimili, surat elektronik, atau laporan di situs web/website.
Dalam penerimaan laporan dugaan pelanggaran administrasi pemilu baik disampaikan secara tertulis maupun lisan wajib mengisi formulir penerimaan Laporan Penerimaan Pelanggaran Pemilu Model B.1-DD (lihat lampiran) yang memuat:
1.             Nama dan alamat Pelapor;
2.             Waktu dan tempat peristiwa terjadi;
3.             Nama dan alamat terlapor;
4.             Nama dan alamat saksi-saksi;
5.             Uraian kejadian; dan
6.             Tanda tangan Pelapor.
Secara garis besarnya, formulir penerimaan laporan pelanggaran Model B.1-DD berdasarkan Peraturan Bawaslu No. 14 Tahun 2012, memuat :
1.             Nomor Penerimaan Laporan Pelanggaran
Nomor penerima laporan Pelanggaran harus dicantumkan dalam formulir penerima laporan. dalam praktik, nomor penerima laporan pelanggaran pemilu lazim disebut nomor register perkara sesuai urutan masuknya laporan yang disampaikan kepada Pengawas Pemilu.
2.             Wilayah Hukum Perkara
Wilayah hukum perkara pada dasarnya merupakan wilayah hukum dimana pelanggaran Pemilu dilakukan atau tempat terjadinya peristiwa pelanggaran Pemilu. Selain Pengawas Pemilu, sesuai ketentuan Pasal 1 angka 21 Peraturan Bawaslu No. 14 Tahun 2012 maka pegawai sekertariat Pengawas Pemilu juga berwenang untuk menerima laporan pelanggaran Pemilu anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota yang disampaikan oleh pelapor. Dalam formulir Model B.1-DD, wilayah kerja Pengawas Pemilu meliputi: (1) Nama Negara/Nasional; (2) Nama Provinsi; (3) Nama Kabupaten/Kota; (4) Nama Kecamatan; dan (5) Nama Desa/Kelurahan.
3.             Identitas Pelapor
Secara formil identitas pelapor harus dicantumkan dengan jelas dalam formulir penerimaan laporan dugaan pelanggaran Pemilu. Ini sesuai ketentuan Pasal 249 ayat (1) jo ayat (3) UU No 8 Tahun 2012 yang memasyarakatkan nama dan alamat pelapor harus dimuat dalam setiap laporan pelanggaran Pemilu. Selanjutnya sesuai peraturan Bawaslu No. 14 Tahun 2012 identitas pelapor diantaranya meliputi: nama, nomor identitas (KTP/Paspor/SIM), tempat dan tanggal lahir, jenis nomor telepon/HP, faximili, dan/atau email.
4.             Peristiwa yang Dilaporkan
Peristiawa yang dilaporkan merupakan bentuk pelanggaran yang disampaikan baik oleh WNI yang mempunyai hak pilih, Pemantau Pemilu maupuan Peserta Pemilu kepada Pengawas Pemilu. Dalam pelanggaran Pemilu dimaksud baik Pengawas Pemilu maupuan pihak pelapor harus mengetahui dengan jelas siapa pelakunya serta waktu dan tempat kejadian perkara (tempus et locus delicti). Hal tersebut harus diketahui dengan jelas berkaitan dengan kompetensi relatif dari lembaga tertentu untuk memeriksa dan memberikan putusan terhadap dugaan pelanggaran Pemilu dimaksud.
Sehunbungan dengan peristiwa yang dilaporkan harus diperhatikan beberapa hal, yaitu: (1) Peristiwa yang dilaporkan adalah dugaan pelanggaran administrasi Pemilu; (2) Tempat kejadian dugaan pelanggaran administrasi Pemilu; (3) Hari dan tanggal kejadian dugaan pelanggaran administrasi Pemilu; (4) Waktu kejadian dugaan pelanggaran administrasi Pemilu; (5) Terlapor yaitu pihak yang diduga melakukan pelanggaran administrasi Pemilu dan kedudukannya dilaporkan kepada Pengawas Pemilu; (6) Alamat terlapor; dan/atau (7) Jika ada dicantumkan nomor telepon/HP milik terlapor.
5.             Saksi-saksi
Saksi merupakan salah satu alat bukti, yaitu orang yang dapat memberikan keterangan yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri guna kepentingan untuk membuktikan kebenaran laporan dugaan pelanggaran administrasi Pemilu. Sesuai alasannya, satu saksi bukan saksi, sehingga pelapor maupun penerima laporan sekurang-kurangnya harus menyampaikan dua orang sebagai saksi. seseorang yang harus dijadikan saksi harus diketahui identitasnya dengan jelas mengenai : (1) Nama saksi; (2) Alamat saksi; dan /atau (3) Nomor telepon/HP milik saksi.
6.             Bukti-bukti
Barang bukti tidak lain merupakan petunjuk untuk mendukung suatu keyakinan terhadap kebenaran suatu peristiwa hukum. Barang bukti yang digunakan untuk membuktikan kebenaran dugaan pelanggaran administrasi dapat berupa: (1) Surat-surat (2) Keputusan KPU, KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota, PPK, PPS/PPSLN, atau KPPS/KPPSLS; (3) Dokumen-dokumen dan/atau (4) Bukti-bukti lain yang mempunyai relevnsi dengan suatu peristiwa hukum ysng dilaporkan. Bukti-bukti atau barang bukti harus dicantumkan dalam formulir penerimaan laporan.
7.             Uraian singkat kejadian
Dalam praktik, uraian kejadian lazim disebut kronologi peristiwa. Uraian kejadian secara formil harus dicantumkan dengan singkat dan jelas dalam formulir penerimaan laporan sedemikian rupa suatu peristiwa hukum tersebut diduga sebagai pelanggaran administrasi Pemilu. Pencantuman uraian kejadian bagi Pengawas Pemilu sangat membantu dalam melakukan kajian dan mencari bukti-bukti untuk mencari kebenaran dugaan pelanggaran administrasi yang diterimanya.
Pengawas Pemilu atau pelapor dalam menguraikan suatu kejadian dugaan pelanggaran administrasi Pemilu harus dicantumkan pula mengenai tempus et locus delicti. Hal ini penting untuk menentuksn atau menjadi alasan bagi Pengawas Pemilu maupun lembaga lain yang berwenang dalam melaksanakan kewenangannya sesuai kompetensi relatifnya (relative competitive). Oleh karena itu, ketentuan mengenai tempus et locus delicti secara formil harus dimuat dalam setiap penerimaan laporan pelanggaran administrasi Pemilu untuk menentukan lembaga mana yang berwenang memeriksa dan memutus suatu pelanggaran administrasi Pemilu.
8.             Hari dan Tanggal Penerimaan Laporan
Secara formil dalam formulir penerimaan laporan dugaan pelanggaran administrasi Pemilu harus dicantumkan mengenai kapan dan dimana penyampaian laporan oleh pelapor atau temuan dugaan pelanggaran. Hal ini penting untuk menentukan lamanya atau tenggang waktu untuk menindaklanjuti setiap dugaan pelanggaran administrasi Pemilu. Sebagaimana ketentuan dalam Pasal 249 UU No. 8 Tahun 2012, maka Pengawas Pemilu diberikan waktu paling lama 3 (tiga) hari untuk melakukan kajian dan mencari alat-alat bukti pendukung dalam menentukan kebenaran laporan pelanggaran Pemilu dan berdasarkan hasil kajian ternyata terbukti kebenarannya, maka Pengawas Pemilu wajib menindaklanjuti laporan pelanggaran Pemilu paling lama 3 (tiga) hari setelah laporan diterima. Tetapi, apabila masih memerlukan keterangan tambahan dari pelapor, maka Pengawas Pemilu diberikan waktu tambahan paling lama 2 (dua) hari lagi atau dilakukan paling lama 5 (lima) hari setelah laporan diterima.
Sehubungan kapan dan di mana penyampaian laporan dugaan pelanggaran administrasi Pemilu harus diperhatikan tiga hal. Pertama, di mana laporan itu disampaikan kepada Pengawas Pemilu, misalnya laporan disampaikan di kantor Bawaslu Provinsi Jawa Tengah atau di Panwaslu Kabupaten /Kota Karanganyar. Kedua, hari dan tanggal pelapor menyampaikan laporan yang diterima langsung oleh Pengawas Pemilu, misalnya laporan oleh pelapor disampaikan kepada Pengawas Pemilu pada hari Rabu, tanggal 25 Juni 2013. Ketiga, waktu laporan diterima oleh Pengawas Pemilu, misalnya laporan dugaan pelanggaran administrasi Pemilu diterima Pengawas Pemilu pada pukul 10.15 WIB.
9.             Tanda Tangan Penerimaan Laporan dan Pelapor
Penerima laporan dan pelapor secara formil wajib menandatangani formulir penerimaan laporan pelanggaran mengandung dua makna. Pertama, tanda tangan yang dilakukan oleh penerimaan laporan (Pengawas Pemilu/pegawai sekertariat Pengawas Pemilu) sebagai berikut bahwa penerimaan laporan adalah penerimaan laporan yang sebenar-benarnya dengan disertai cap lembaga Pengawas Pemilu. Kedua, tanda tangan yang dilakukan oleh pelapor merupakan bukti bahwa apa (isi) yang telah disampaikan kepada penerima laporan berasal dari dirinya. Selain itu sebagai bukti pernyataan bagi pelapor bahwa isi laporan adalah yang sebenar-benarnya dan kesediaan mempertanggungjawabkan di hadapan hukum.
Sedangkan mengenai dugaan pelanggaran administrasi Pemilu yang ditemukan sendiri oleh Pengawas Pemilu juga dibuat secara tertulis dengan menggunakan formulir temuan dugaan pelanggaran Pemilu, yaitu formulir Model B.2-DD (lihat lampiran). Cara pengisian formulir Model B.1-DD Formulir Model B.2-DD pada dasarnya berisi mengenai: (1) Nama dan alamat Pelapor; (2) Waktu dan tempat peristiwa terjadi; (3) Nama dan alamat terlapor; (4) Nama dan alamat saksi-saksi; (5) Uraian Kejadian; (6) Tanda tangan pelapor.

C.           Penelitian Temuan/Laporan Dugaan Pelanggaran Administrasi Pemilu.
Pengawas Pemilu setelah menerima laporan dugaan pelanggaran administrasi Pemilu harus segera melakukan kajian dengan mencari bukti-bukti pendukung untuk menemukan kebenaran laporan dan wajib menindaklanjuti apabila laporan yang diterimanya ternyata terbukti kebenarannya. Tindakan hukum Pengawas Pemilu dalam melakukan kajian dan mencari alat-alat bukti pendukung lainnya paling lama 3 (tiga) hari sejak diterimanya laporan. Akan tetapi, apabila masih memerlukan keterangan tambahan dari pelapor, maka Pengawas Pemilu diberikan waktu tambahan untuk menindaklanjuti laporan pelanggaran Pemilu, yaitu di undur paling lama 2 (hari) hari lagi atau dilakukan paling lama 5 (lima) hari setelah laporan diterima.
Kajian terhadap laporan dugaan pelanggaran administrasi Pemilu baru dilakukan setelah syarat formil dan syarat materiil terpenuhi. Oleh karena itu, sebelum melakukan kajian atas laporan dugaan pelanggaran administrasi Pemilu terlebih dahulu Pengawas Pemilu melakukan penelitian berkas laporan mengenai syarat formil dan syarat materiil yang harus dipenuhi. Tindakan hukum Pengawas Pemilu tersebut dilakukan berdasarkan formulir Model B.1-DD.
Sesuai ketentuan Pasal 10 Peraturan Bawaslu No. 8 Tahun 2012, maka penelitian laporan dugaan pelanggaran harus memenuhi dua syarat sebagai berikut:
1.             Syarat formil, yang meliputi:
a.    Pihak yang berhak melaporkan;
b.    Waktu pelaporan tidak melebihi ketentuan batas waktu; dan
c.    Keabsahan laporan dugaan pelanggaran yang meliputi : (1) Kesesuaian tanda tangan dalam formulir laporan dugaan pelanggaran dengan kartu identitas; dan (2) Tanggal dan waktu.
2.             Syarat materiil, yang meliputi:
a.    Identitas Pelapor;
b.    Nama dan alamat terlapor;
c.    Peristiwa dan uraian kejadian:
d.   Waktu dan tempat peristiwa terjadi;
e.    Saksi-saksi yang mengetahui peristiwa tersebut; dan
f.     Barang bukti yang mungkin diperoleh atau diketahui.
Laporan dugaan pelanggaran administrasi Pemilu yang telah memenuhi syarat materiil petugas penerima laporan segera meneruskan laporan tersebut kepada bagian atau petugas yang mengenai dan mengkaji laporan pelanggaran. Akan tetapi, apabila hasil penelitian ternyata laporan dugaan pelanggaran administrasi belum memenuhi persyaratan formil dan materiil, maka petugas penerima laporan melakukan konfirmasi ulang kepada pelapor untuk segera melengkapi persyaratan dengan mempertimbangkan batas waktu pelaporan, yaitu paling lambat 7 (tujuh) hari sejak terjadinya pelanggaran. Apabila ditemukan laporan dugaan pelanggaran yang tidak memenuhi syarat formiil, maka laporan tersebut menjadi informasi awal adanya dugaan pelanggaran yang ditindaklajuti sebagai temuan.

D.           Penanganan Pelanggaran Administrasi
Penelitian terhadap laporan atau temuan dugaan pelanggaran administrasi Pemilu yang telah memenuhi persyaratan formil dan materiil, Pengawas Pemilu segera melakukan kajian untuk membuktikan benar atau tidaknya dugaan pelanggaran administrasi Pemilu. Dalam menangani dugaan pelanggaran administrasi Pemilu tersebut diperlukan adanya bukti-bukti pendukung untuk menentukan benar atau tidaknya laporan atau temuan dugaan pelanggaran administrasi Pemilu. Dalam hal ini, Pengawas Pemilu harus memperhatikan batas waktu yang diberikan undang-undang dalam menangani dugaan pelanggaran administrasi Pemilu yang terbukti kebenarannya.
Pengawas Pemilu dalam menengani dugaan pelanggaran administrasi Pemilu wajib mempertahankan ketentuan mengenai tempus et locus delicti. Hal demikian dapat diketahui dari pengaturannya yang terdapat dalam Pasal 12 Peraturan Bawaslu No. 8 Tahun 2012, yang mengatur dua hal. Pertama, Pengawasan Pemilu melakukan penanganan melakukan penanganan temuan atau laporan dugaan pelanggaran sesuai dengan kewenangan berdasarkan pada tempat terjadinya pelanggaran yang dilaporkan. Kedua, dalam kondisi tertentu, Bawaslu, Bawaslu Provinsi, dan/atau Panwaslu Kabupaten/Kota dapat mengamblil alih penanganan pelanggaran yang menjadi temuan/dilaporkan kepada Pengawas Pemilu pada tingkatan di bawahnya.
Sehingga dengan penanganan dugaan pelanggaran  administrasi Pemilu perlu diperhatikan tiga hal sebagai berikut:
1.             Waktu Penanganan Pelanggaran
Batas waktu penanganan pelanggaran wajib memperhatikan sebagai berikut:
a.         Pengawas Pemilu memutuskan untuk menindaklanjuti atau tidak menindaklanjuti temuan atau laporan dugaan pelanggaran paling lambat 3 (tiga) hari setelah temuan atau laporan dugaan pelanggaran diterima; dan/atau
b.        Dalam hal Pengawas Pemilu memerlukan keterangan tambahan dari pelapor untuk menindaklanjuti Laporan Dugaan Pelanggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1), waktu penanganan Laporan Dugaan Pelanggaran diperpanjang paling lama 5 (lima) hari setelah Laporan Dugaan Pelanggaran diterima.



2.             Kajian Temuan/Laporan Dugaan Pelanggaran
a.       Penelitian terhadap temuan atau laporan dugaan pelanggaran yang memenuhi syarat formil dan materiil, petugas penerimaan laporan melakukan pemberkasan laporan dugaan pelanggaran untuk diteruskan kepada bagian (petugas) yang menangani/mengkaji pelanggaran dengan menggunakan formulir Model B.9-DD (lihat lampiran). Kajian terhadap temuan atau laporan dugaan pelanggaran yang memenuhi syarat formil dan materiil bersifat rahasia selama belum diputuskan dalam rapat pleno. Penomoran pada formulir Model B.9-DD menggunakan penomoran yang sama dengan nomor dalam formulir Model B.1-DD atau Model B.2-DD.
b.      Dalam proses pengkajian temuan atau laporan dugaan pelanggaran, Pengawasan Pemilu dapat meminta kehadiran pelapor, terlapor, pihak yang diduga  pelaku pelanggaran, saksi, dan/atau ahli untuk didengar keterangan dan/atau klarifikasinya di bawah sumpah. keterangan dan/atau klarifikasi dimaksud dibuat dalam Berita Acara Klarifikasi dengan menggunakan formulir Model B.8-DD (lihat lampiran).

3.      Hasil Kajian Pengawas Pemilu
Hasil pengkajian terhadap berkas dugaan pelanggaran administrasi Pemilu dituangkan dalam formulir Model B.9-DD yang diklarifikasikan sebagai:
a.         Laporan/temuan dugaan pelanggaran administrasi Pemilu terbukti kebenarannya atau hasil kajian berupa pelanggaran administrasi Pemilu; atau
b.         Laporan/temuan dugaan pelanggaran administrasi Pemilu tidak terbukti kebenarannya atau hasil kajian bukan pelanggaran administrasi Pemilu.
Hasil kajian terhadap temuan atau laporan dugaan pelanggaran adinistrasi Pemilu yang terbukti kebenarannya wajib segera ditindaklanjuti oleh Pengawas Pemilu untuk diteruskan kepada KPU, KPU Provinsi, atau KPU Kabupaten/Kota paling lama 3 (tiga) hari sejak setelah laporan diterima. Tetapi, apabila Pengawas Pemilu masih memerlukan keterangan tambahan dari pelapor mengenai tindak lanjut tersebut dilakukan paling lama 5 (lima) hari setelah laporan diterima. Dugaan pelanggaran administrasi Pemilu yang ditindaklanjuti tersebut Pengawas Pemilu wajib membuat rekomendasi hasil kajian terkait pelanggaran administrasi Pemilu.

E.            Penyelesaian Pelanggaran Administrasi Pemilu
Pengawas Pemilu setelah menerima laporan/temuan dugaan pelanggaran administrasi Pemilu segera memberikan putusan mengenai terbukti atau tidaknya dugaan pelanggaran administrasi Pemilu tersebut berdasarkan hasil kajian. Dugaan pelanggaran administrasi Pemilu yang terbukti kebenarannya atau laporan/temuan yang diduga sebagai pelanggaran administrasi Pemilu wajib segera ditindaklanjuti oleh Pengawas Pemilu untuk diteruskan kepada KPU, KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota, PPK, atau PPS sesuai tingkatannya. Sedangkan dugaan pelanggaran administrasi Pemilu yang tidak terbukti kebenarannya atau laporan yang bukan sebagai pelanggaran administrasi Pemilu, dan mengikuti ketentuan Pasal 20 Peraturan Bawaslu No. 14 Tahun 2012 maka proses penanganannya dihentikan yang diputuskan dalam rapat pleno Pengawas Pemilu.
Tindak lanjut atas dugaan pelanggaran administrasi Pemilu yang terbukti kebenarannya secara garis besarnya dilakukan sebagai berikut:
1.             Membuat rekomendasi atas hasil kajian terkait dugaan pelanggaran administrasi Pemilu;
2.             Menyerahkan dokumen yang berupa rekomendasi atas hasil kajian dan berkas kajian dugaan pelanggaran administrasi Pemilu kepada KPU, KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota, PPK, atau PPS sesuai tingkatannya;
3.             Penyerahan dokumen tindak lanjut dugaan pelanggaran administrasi Pemilu kepada KPU, KPU Provinsi, KPU Kabuaten/Kota, PPK, atau PPS paling lama 5 (lima) hari sejak menerima laporan/temuan dugaan pelanggaran administrasi Pemilu.
Memperhatikan ketentuan Pasal 18 Peraturan Bawaslu No. 14 Tahun 2014, maka Pengawas Pemilu setelah memutuskan hasil kajian sebagai pelanggaran administrasi Pemilu selanjutnya membuat rekomendasi atas hasil kajian dengan menggunakan formulir Model B.11-DD (lihat lampiran). Rekomendasi atas hasil kajian dan berkas kajian dugaan pelanggaran administrasi Pemilu diberikan kepada KPU, KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota, PPK, atau PPS sesuai tingkatan. Dalam penyampaian rekomendasi dan berkas kajian dugaan pelanggaran administrasi Pemilu tersebut dengan melampirkan atau dilengkapi berkas pelanggaran dan hasil kajian terhadap dugaan pelanggaran.
Selanjutnya tindakan hukum bagi KPU, KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota setelah menerima rekomendasi atas hasil kajian terkait pelanggarn administrasi Pemilu, sebagai berikut:
1.             Wajib menindaklanjuti dan menyelesaikan pelanggaran administrasi Pemilu berdasarkan rekomendasi yang diberikan oleh Bawaslu, Bawaslu Provinsi, dan Panwaslu Kabupaten/Kota sesuai tingkatan;
2.             Batas waktu bagi KPU, KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota dalam menindaklanjuti rekomendasi yang diberikan oleh Bawaslu, Bawaslu Provinsi dan Panwaslu Kabupaten/Kota sesuai tingkatan dilakukan dengan memeriksa dan memberikan putusan paling lama 7 (tujuh) hari sejak diterimanya rekomendasi;
3.             Tata cara penyelesaian pelanggaran administrasi Pemilu dilakukan berdasarkan Peraturan KPU.

Bagi KPU, KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota, PPK, PPS atau peserta Pemilu yang tidak menindaklanjuti rekomendasi dari Pengawas Pemilu paling lama 7 (tujuh) hari sejak diterimanya rekomendasi secara administratif mempunyai akibat hukum, yaitu bawaslu berwenang memberikan sanksi peringatan lisan atau peringatan tertulis. Bahkan setiap anggota KPU, KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota yang tidak menindaklanjuti temuan Bawaslu, Bawaslu Provinsi atau Panwaslu kabupaten/kota dapat dipindahkan apabila memenuhi unsur-unsur tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 294 UU No. 8 Tahun 2012. Dalam pasal tersebut, KPU, KPU Provinsi, atau KPU Kabupaten/Kota dapat dijatuhi pidana berupa pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak RP. 36 juta.