Check and Balances

MENGOPTIMALKAN CHECKS AND BALANCES EKSEKUTIF DAN LEGISLATIF DALAM SISTEM PRESIDENSIAL
ANALISIS DAN SINTESIS

A.      Relasi Sistem Presidensial dengan Mekanisme Lembaga Perwakilan Rakyat dalam hal ini DPR dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945.
            Dilema sistem presidensial di Indonesia telah menjadi suatu polemik dalam kehidupan bernegara, dimana sistem presidensial yang pada dasarnya memiliki kelebihan stabilitas eksekutif dengan masa jabatan yang tetap, legitimasi dan mandat yang kuat karena dipilih secara langsung oleh rakyat, dan pemisahan kekuasaan yang relatif tegas diantara cabang-cabang kekuasaan pemerintahan eksekutif, legislatif, yudikatif adalah tiga diantara sejumlah kelebihan utama sistem presidensial. Meskipun demikian sistem tersebut memiliki tiga kelemahan yakni pertama, kemungkinan munculnya kelumpuhan ataupun jalan buntu politik (deadlock) akibat konflik eksekutif-legislatif. Potensi tersebut semakin besar lagi apabila sistem presidensial dikombinasikan dengan sistem multipartai. Kedua, kekakuan sistemik akibat masa jabatan eksekutif yang tetap. Ketiga, memberi peluang bagi presiden mengklaim pilihan-pilihan kebijakannya atas nama rakyat. ( Syamsudin Haris, 2008 : 149 ). Mengkaji lebih lanjut mengenai sistem presidensial tidak lepas dari keberhasilan Amerika Serikat dalam mengembangkan sistem tersebut dengan murni, dimana kedudukan kepala pemerintahan dan pemerintahan diemban oleh seseorang yakni presiden, namun kewenangannya dibatasi oleh prinsip demokrasi yang berdasar atas hukum ( Jimly Asshiddiqie, 2005 : 58 ). Berdasarkan sidang tahunan MPR 1999 seluruh fraksi MPR membuat kesepakatan tentang arah perubahan Undang-Undang Dasar 1945, yang salah satunya sepakat untuk mempertahankan sistem presidensial ( dengan menyempurnakannya sesuai dengan ciri-ciri sistem presidensial ). Mengenai hal tersebut Negara Indonesia yang telah menetapkan sistem pemerintahan yang dianut adalah sistem presidensial yang terkandung dalam Bab I Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 tentang bentuk dan kedaulatan, Pasal 1 ayat (2) menetapkan kedaulatan berada ditangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang Undang Dasar. Dan Bab III Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 mengenai kekuasaan pemerintahan Negara khususnya pasal 6A ayat (1) tentang pemilihan presiden dan wakil presiden secara langsung oleh rakyat, hal ini yang mencerminkan sistem presidensial.
            Prof, Jennings membedakan antara pemisahan kekuasaan dalam arti materiil dan arti formal. Adapun yang dimaksudnya dengan pemisahan kekuasaan dalam arti materiil ialah pemisahan kekuasaan dalam arti pembagian kekuasaan itu dipertahankan dengan tegas dalam tugas-tugas kenegaraan yang dengan jelas memperlihatkan adanya pemisahan kekuasaan itu kepada tiga bagian : Legislatif, Eksekutif & Yudikatif. Sedangkan yg dimaksudkannya dengan pemisahan kekuasaan dalam arti formal ialah pembagian kekuasaan itu tidak dipertahankan dengan tegas. Prof.Dr. Ismail Suny S.H,M.C.L Mengambil kesimpulan, bahwa pemisahan kekuasaan dalam arti Materiil sepantasnya disebut separation of power (pemisahan kekuasaan), sedangkan dalam arti formal disebut division of power (pembagian kekuasaan). (http://www.mail-archive.com/ppiindia@yahoogroups.com/msg79717.html)

            Dari uraian diatas, Indonesia menganut sistem pemisahan kekuasaan dalam arti formal atau pembagian kekuasaan yang tidak mempertahankan secara tegas pembagian kekuasaan tersebut. Sedangkan dalam sistem presidensial murni diperlukan suatu ketegasan yang jelas dalam pemisahan kekuasaan, ketegasan dan kejelasan dari sistem tersebut pada realitanya belum terpenuhi penerapannya dari hakekat presidensial itu.
            Mengenai pembagian kekuasaan yang telah diterapkan oleh pemerintah Negara Kesatuan Republik Indonesia menjadi acuan bagi penulis dalam memahami hubungan antar lembaga di Indonesia yang menganut sistem presidensial khususnya lembaga eksekutif dengan legislatif yang memiliki kerancuan didalam sistem tersebut, hubungan itu terkait dengan pihak-pihak yang berkecimpung menjalankan perannya sebagai pemegang amanah rakyat, yang tentunya dipilih secara langsung oleh rakyat, dengan demikian secara langsung ataupun tidak langsung segala tindakan yang dilaksanakan merupakan wewenang yang berasal dari rakyat disinilah makna suatu pertanggungjawaban itu perlu lebih dimaknai, bukankah kedaulatan Negara kita berada ditangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar? Seperti yang terkandung dalam pasal 1 ayat (2) yang menjelaskan hal tersebut. Bila kita maknai kandungan pasal 1 ayat (2) menunjukkan pentingnya suatu aturan yang benar-benar mampu menegakkan kedaulatan rakyat. Semua itu terkait pelaksanaan peran lembaga-lembaga yang telah dipercaya oleh rakyat untuk menjalankan pemerintahan ini demi kepentingan rakyat. Dengan demikian sangatlah penting adanya suatu hubungan yang tidak saling menghalang-halangi antar lembaga tersebut, karena di Indonesia sendiri masih banyak hal-hal yang tidak sejalan dengan sistem presidensial seperti adanya multipartai dan koalisi dalam suatu parlemen yang hubungan tersebut berkaitan dengan pemetaan kekuasaan yang tidak stabil dan efektif antar lembaga eksekutif dan parlemen.

            Didalam lembaga legislatif terdapat suatu faktor yang tidak mendukung kestabilan kehidupan ketatanegaraan di Indonesia yang menganut sistem presidensial, yakni adanya interfensi partai-partai yang mendukung pihak yang berada dalam lembaga tersebut. Pada hakekatnya DPR sebagai lembaga yang telah dipilih secara langsung oleh rakyat seharusnya keterikatan terhadap rakyat jauh lebih kuat dibandingkan keterikatan terhadap kepentingan partainya. Hal ini lah yang menjadi dilema dalam hubungan antara presiden dan DPR di Indonesia, pada sistem presidensial yang secara tegas memisahkan kekuasaan antar lembaga, namun pada praktiknya pemisahan kekuasaan sebagai ciri dari sistem presidensial tidak terpenuhi bahkan pada Undang-Undang Dasar 1945 sebelum amandemen dan setelah ternyata masih menganut sistem pembagian kekuasaan yang mencerminkan keraguan untuk benar-benar menerapkan sistem presidensial. Sebenarnya hal tersebut tepengaruhi oleh tidak efektifnya mekanisme dalam pelaksanaan yang penerapannya terpengaruhi oleh kepentingan-kepentingan yang mengenyampingkan kepentingan rakyat.

            Pada dasarnya kita harus mengetahui konsep “Negara dengan kepedulian” yang telah dipaparkan oleh Prof.Dr. Satjipto Rahardjo, S.H. Negara tersebut bukan Negara yang berhenti pada tugasnya untuk menyelenggarakan fungsi-fungsi publiknya, tetapi bersemangat untuk menjalankan fungsi tersebut secara peduli, yaitu peduli pada nasib bangsanya. Peduli tersebut adalah suatu keadaan yang khas, yaitu melaksanakan pekerjaan dengan semangat ( compassion ), empati, dedikasi, determinasi dan komitmen tinggi ( Satjipto Rahardjo, 2009 : 83 ). Kepedulian inilah yang harus dimiliki oleh pihak-pihak yang memiliki wewenang atas kehidupan berbangsa dan ketatanegaran di Indonesia, sehingga tercapainya suatu keadaan yang kondusif di dalam kepemerintahan.

            Belajar dari sistem presidensial yang diterapkan oleh Amerika Serikat yang jelas-jelas menganut sistem presidensial murni yang didampingi oleh mekanisme checks and balances sebagai pengontrol masing-masing kekuasaan, di Indonesia sendiri telah berusaha menerapkan prinsip mekanisme checks and balances dalam sistem kepemerintahannya melalui amandemen Undang-Undang Dasar 1945 yang mengarah ke separation of power untuk lebih menciptakan mekanisme tersebut. Mekanisme checks and balances merupakan suatu fenomena tersendiri dalam sistem presidensial, karena mekanisme tersebut menjadi inti bagi pembangunan dan pengembangan demokrasi. Untuk itu, pengoptimalan mekanisme checks and balances dalam sistem pemerintahan yang ingin diterapkan secara maksimal di Negara kesatuan republik Indonesia yakni sistem presidensial adalah suatu hal yang harus dilakukan, maka dari itu penulis ingin mengkaji mengenai hal tersebut sebagai suatu gagasan dalam karya tulis ini yang akan dibahas pada analisis kedua dalam karya tulis ini.

B. Mengoptimalisasikan Hubungan Checks and Balances antara Presiden dengan DPR dalam Sistem Presidensial

            Negara kita dalam Undang – Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan bahwa sistem pemerintahan yang kita anut adalah sistem pemerintahan presidensial yang dalam pengertian presidensial itu sendiri adalah memisahkan secara tegas antar lembaga negara, legislatif, eksekutif, dan yudikatif. Dalam hubungan antar lembaga diatur secara tegas dan tidak saling tumpang tindih dalam kewenangan kekuasaannya, seperti yang telah dipaparkan pada analisis pertama diatas.
Pemisahan kekuasaan eksekutif dengan kekuasaan legislatif disini diartikan bahwa kekuasaan eksekutif itu dipegang oleh suatu badan atau organ yang ada di dalam menjalankan tugas eksekutifnya untuk tidak bertanggung jawab kepada badan perwakilan rakyat. Badan Perwakilan rakyat ini menurut idea Trias Politika Montesque memegang kekuasaan legislatif, jadi bertugas membuat dan menentukan peraturan-peraturan hukum.(Soehino, 2005: 249)

            Sehingga dalam pelaksanaan wewenang harus ada checks and balances antar lembaga negara, baik legislatif, eksekutif, maupun yudikatif dalam menjalankan tugasnya agar pemerintahan dapat berjalan dengan baik. Arti checks and balances itu sendiri adalah saling kontrol dan seimbang, maksudnya adalah antara lembaga negara harus saling mengontrol kekuasaan satu dengan kekuasaan yang lainnya agar tidak melampaui batas kekuasaan yang seharusnya dan saling menjatuhkan. Hal ini sangat penting agar dapat terciptanya kestabilan pemerintahan didalam negara atau tidak terjadi percampuradukan antar kekuasaan dan kesewenang – wenangan terhadap kekuasaan. Seperti dalam pembagian kekuasaan di negara Amerika Serikat yang menggunakan sistem pemerintahan presidensial murni yang menggunakan prinsip check and balance dan penerapan dua partai menghasilkan pemerintahan yang stabil, karena kerja antar lembaga negara sangat profesional, tidak melampaui batas kekuasaan yang seharusnya dalam setiap lembaga negara. Negara Indonesia tidak keliru, apabila bila Undang – undang dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 menginginkan pemerintahan yang kuat. Yang menjadi kelemahan akan tetapi juga menjadi kekuatan dari Undang – Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 adalah bahwa kekuatan presiden sangat kuat, akan tetapi bukan berarti tanpa batas.
            Negara Indonesia mengharapkan dapat menjalankan sistem pemerintahan presidensial secara murni dan sesuai dengan karakteristik – karakterisitik sistem presidensial yang seharusnya. Akan tetapi pada kenyataannya, di Indonesia belum dapat menjalankan pemerintahan sistem presidensial secara murni karena dalam pelaksanaan pemerintahan di Indonesia sekarang ini dinilai masih cenderung menggunakan sistem pemerintahan parlementer, memang didalam perubahan Undang – Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 telah memperkuat mengenai sistem presidensial yang berlaku dalam pemerintahan di Indonesia, akan tetapi didalamnya masih terdapat kerancuan yang dapat menimbulkan berbagai penafsiran yang berbeda. Seperti contoh yang dikemukakan oleh A. Latief Furqon (2008:173-174) dalam buku Gagasan Amandemen Undang-Undang Dasar 1945 Suatu Rekomendasi memberikan contoh adanya kerancuan pada Undang – Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yaitu pada Pasal 20 ayat (1), ”Dewan Perwakilan Rakyat memegang kekuasaan membentuk undang – undang.” Sedangkan pada Pasal 5 ayat (1),” Presiden berhak mengajukan rancangan undang – undang kepada Dewan Perwakilan Rakyat.” Dalam pasal 20 ayat (1) terjadi pemisahan secara tegas, dan tugas dan kekuasaan DPR diatur jelas, akan tetapi pasal ini akan menjadi lemah dan rancu dengan rumusan Pasal 20 ayat (2), ”Setiap undang – undang dibahas oleh Dewan Perwakilan Rakyat dan Presiden untuk mendapatkan persetujuan bersama.” Rumusan pasal ini terdapat kerancuan, karena dapat ditafsirkan menjadi beberapa penafsiran, antara lain yang dimaksudkan dengan pasal diatas apakah pembahasan perundang –undangannya yang dilakukan secara bersama, karena untuk memperoleh persetujuan yang sama harus dilakukan pembahasan bersama, atau penafsiran lain adalah pembahasan dapat dilakukan bersama atau tidak bersama (sendiri – sendiri) akan tetapi yang terpenting adalah pembahasan tersebut mendapatkan persetujuan bersama. Sedang Pasal 20 ayat (5), ”Dalam rancangan undang – undang yang telah disetujui bersama tersebut tidak disahkan Presiden dalam waktu tiga puluh hari semenjak rancangan undang –undang tersebut disetujui, rancangan undang – undang tersebut sah menjadi undang – undang dan wajib diundangkan”. Dalam rumusan pasal diatas diartikan bahwa presiden diharuskan mengesahkan undang – undang yang telah disepakati bersama, sehingga prinsip checks and balances antara presiden dengan DPR dalam bentuk hak Veto untuk tidak mengesahkan undang – undang yang telah disepakati bersama tidak dimungkinkan.

            Dari kontroversi pasal diatas merupakan contoh bagaimana kerancuan dan kelemahan sistem presidensial yang berlaku di Indonesia, yang dimana pemerintahan di Indonesia belum dapat menerapkan prinsip checks and balances yang terdapat pada pasal 20 ayat (5) mengenai hak Veto yang merupakan prinsip pokok dalam pelaksanaan prinsip check and balances. Fungsi hak veto itu sendiri adalah menjaga kekuasaan lembaga legislatif agar tidak melakukan abuse of power, begitupun sebaliknya agar Presiden tidak sewenang – wenang dalam menjalankan hak Vetonya, DPR dapat menolak Veto dari Presiden. Akan tetapi kelemahan undang – undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 tidak mengatur secara tegas mengenai hak Veto tersebut.
            Checks and balances merupakan prinsip pemerintahan presidensial yang paling mendasar dimana dalam negara yang menganut sistem presidensial merupakan prinsip pokok agar pemerintahan dapat berjalan dengan stabil. Didalam prinsip checks and balances terdapat dua unsur yaitu unsur aturan dan unsur pihak – pihak yang berwenang. Untuk unsur aturan sudah diatur didalam Undang – undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dimana dalam unsur aturan didalam pemerintahan di Indonesia dinilai cukup baik dan namun dalam pelaksanaanya belum optimal, hal ini disebabkan karena para pihak – pihak yang tidak profesional dalam menjalankan wewenangnya. Seperti contoh, pada masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono periode pertama, partai yang mendukung adalah partai kecil, sehingga yang masuk di lembaga legislatif hanya sebagian kecil, dan sebagian besar ditempati oleh partai lain. Ketika Presiden mengajukan suatu kebijakan, DPR sering kali menolak kebijakan tersebut, hal itu disebabkan karena pihak DPR banyak yang tidak berpihak pada Presiden karena lebih mengutamakan kepentingan partainya dari pada profesionalisme dalam kewenangannya sebagai DPR. Hal ini menunjukan bahwa pihak – pihak yang memegang kewenanganlah yang sangat berperan dalam menentukan pemerintahan berjalan sesuai dengan prinsip checks and balances atau tidak, sehingga perlu adanya pengoptimalan terhadap pelaksanaan prinsip checks and balances, karena checks and balances merupakan cerminan dari sistem presidensial, apabila checks and balances itu dapat berjalan sesuai dengan kaidah pengertiannya, maka sistem pemerintahan presidensial akan berjalan dengan stabil. Sistem checks and balances itu dapat dikatakan berjalan dengan lancar yaitu apabila checks = kontrol yaitu, antar lembaga negara harus dapat saling mengontrol antar lembaga negara, baik eksekutif, legislatif, maupun yudikatif. Dalam karyanya, A.Latief Fariqun (2008:173) mencontohkan bahwa, Presiden diberi hak Veto atas suatu undang – undang yang telah diterima oleh legislatif, akan tetapi hak Veto tersebut dapat ditolak oleh Legislatif dengan jumlah suara 2/3 dari anggota, hal ini untuk membatasi adanya tindakan sewenang – wenang yang dilakukan Presiden melalui hak Veto, dan hak Veto sendiri merupakan alat pengontrol agar Legislatif tidak melebihi dari kekuasaannya, Sedangkan untuk lembaga Yudikatif sendiri, dalam mengontrol lembaga eksekutif dan legislatif menggunakan judicial review, akan tetapi hakim agung juga dapat diberhentikan jika terbukti bersalah telah melakukan tindak pidana, dan yang berwenang memberhentikan hakim agung adalah lembaga legislatif. Disamping merupakan bentuk pengontrolan terhadap lembaga – lembaga negara. Untuk pengertian balances = seimbang, antar lembaga – lembaga negara dalam dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya harus sesuai dengan batasan kekuasaannya, lembaga – lembaga negara tidak boleh mencampuri tugas dan kewenangan lembaga negara lainnya, sehingga dapat dikatakan bahwa setiap lembaga negara tidak boleh melebihi batas kekuasaannya sebagai mana yang telah diatur sesuai dengan sistem pemerintahan presidensial.
Adapun yang perlu diperhatikan agar checks and balances antara lembaga negara dapat berjalan dengan sesuai antara lain :
1.      Perlu adanya aturan yang tegas dan tidak rancu dalam konsep hubungan antara pemerintah sebagai pelaksana pelaksana perundang – undangan dengan lembaga perwakilan rakyat yang berkuasa terhadap pembentukan perundang – undangan, agar tidak saling menghambat dalam melaksanakan perannya masing – masing. Inilah yang akan menjadi tugas bersama antar lembaga-lembaga negara yang telah mengemban kewenangan yang berasal dari Rakyat.
2.      Merekonstruksi undang – undang yang tidak sesuai, agar tidak terjadi adanya undang – undang yang saling bertentangan.
3.      Perlu adanya kesadaran oleh para pihak yang mempunyai kewenangan dalam lembaga negara hendaknya perlu memaknai rasa kepedulian terhadap bangsa dan menyadari bahwa semua yang dilakukan oleh mereka itu untuk rakyat.
4.      Perlu ditanamkan pada diri pihak – pihak yang berwenang dilembaga negara untuk memiliki jiwa pengabdi pada masyarakat, sehingga yang lebih diutamakan adalah rakyat, bukan kepentingan pribadi atau kelompok (Partai)
5.      Dan perlu adanya kesadaran dan tanggung jawab untuk dapat menjalankan tugasnya sesuai dengan kekuasaannya tanpa ikut campur terhadap lembaga lain, atau bekerja melebihi batas kekuasaan.
Selain checks and balances yang menjadi cerminan dari sistem pemerintahan presidensial, ada cerminan lain yang menjadi pokok dalam karakteristik presidensial yaitu adanya partai oposisi. Di Indonesia, hingga saat ini masih multipartai, padahal dalam sistem pemerintahan presidensial tidak mengenal adanya multipartai, yang ada hanya partai oposisi. Akan tetapi adanya Undang – undang Pemilu yang terbaru, diharapkan dapat berjalan dengan baik dan lancar, sehingga semakin lama partai di Indonesia akan semakin menyusut dan pada akhirnya hanya akan ada partai koalisi sehingga akan lebih menegaskan sistem presidensial yang ada di Indonesia mendatang. Maka dari itu hendaknya undang-undang terbaru tersebut dapat diterapkan sebaik mungkin bahkan lebih ditekankan lagi untuk tecapainya hubungan yang kondusif dalam sistem pemerintahan peridensial dengan mekanisme checks and balances yang optimal.

Trias Politica dan Checks and Balances
ala Indonesia

            Sejak memproklamasikan kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945, konstitusi Indonesia terus berproses dalam rangka mewujudkan kehidupan yang demokratis. Undang- Undang Dasar 1945 (naskah asli), Konstitusi Republik Indonesia Serikat 1949, Undang- Undang Dasar Sementara 1950 dan Undang- Undang Dasar 1945 (amandemen ke- empat) merupakan hasil upaya untuk semakin mendekatkan diri kepada demokrasi. Ditinjau dari asal kata, demokrasi berarti “rakyat berkuasa” atau “government or rule by the people”. Kata Yunani demos berarti “rakyat” dan kratos/ kratein berarti “kekuasaan/ berkuasa”.
            Dalam demokrasi dikenal konsep Rechstaat (negara hukum). Rechtstaat (negara hukum) diartikan sebagai negara yang penyelenggaraan pemerintahannya berdasarkan prinsip- prinsip hukum untuk membatasi kekuasaan pemerintah. Menurut Frederik Julius Stahl, salah satu unsur dalam konsep Rechstaat adalah negara didasarkan kepada Trias Politica (pemisahan kekuasaan negara atas kekuasaan legislatif, kekuasaan eksekutif dan kekuasaan yudisial). Menurut Carles de Secondat Baron de Labriede et de Montesquieu:
·         Kekuasan Legislatif adalah sebagai pembuat undang- undang;
·         Kekuasaan Eksekutif adalah sebagai pelaksana undang- undang;
·         Kekuasaan Yudikatif adalah kekuasaan untuk menghakimi.
Dalam sistem ketata negaraan Indonesia pasca Amandemen ke- empat Undang- Undang dasar 1945 kekuasaan Legislatif dilaksanakan oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) selain itu Presiden juga mempunyai hak untuk mengajukan rancangan undang- undang dan turut serta dalam pembahasan rancangan undang- undang bersama Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Kekuasaan Eksekutif dilaksanakan oleh Presiden. Kekuasaan Yudikatif dilaksanakan oleh Mahkamah Agung (MA) dan Mahkamah Konstitusi (MK).
            Dalam rangka menjamin bahwa masing- masing kekuasaan tidak melampaui batas kekuasaannya maka diperlukan suatu sistem checks and balances system (sistem pengawasan dan keseimbangan). Dalam checks and balances system, masing- masing kekuasaan saling mengawasi dan mengontrol. Checks and balances system merupakan suatu mekanisme yang menjadi tolok ukur kemapanan konsep negara hukum dalam rangka mewujudkan demokrasi.
            Dalam konstitusi Indonesia, fungsi kontrol Legislatif terhadap Eksekutif meliputi persetujuan terhadap kekuasaan Presiden untuk menyatakan perang, membuat perdamaian dan perjanjian dengan negara lain; review terhadap Peraturan Pemerintah Pengganti Undang- Undang (perpu) yang dibuat oleh Presiden, pembahasan Rancangan Anggaran dan Pendapatan Belanja Negara (RAPBN) bersama Presiden. Selain fungsi kontrol tersebut, DPR juga dapat mengajukan usul kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) untuk memberhentikan Presiden karena melakukan pengkhianatan terhadap negara, korupsi penyuapan, tindak pidana berat lainnya, perbuatan tercela mau pun bila terbukti tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden. Dalam pelaksanaan fungsi kontrol tersebut peran DPD sangat minim, yaitu sebatas “dapat melakukan pengawasan atas pelaksanaan undang- undang mengenai : otonomi daerah, pembentukan, pemekaran dan penggabungan daerah, hubungan pusat dan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja negara, pajak, pendidikan, dan agama”. DPD tidak berwenang secara langsung untuk menindak lanjuti hasil pengawasan tetapi hanya sebatas menyampaikan hasil pengawasannya itu kepada DPR sebagai bahan pertimbangan untuk ditindaklanjuti. Dalam menjalankan fungsi kontrol terhadap kekuasaan Yudikatif (MA dan MK), DPR berwenang melakukan penyaringan terhadap para calon hakim agung dan mengajukan tiga dari sembilan orang hakim konstitusi.
            Di Amerika Serikat sebagai kiblat konsep checks and balances system, dalam hal pelaksanaan fungsi kontrol kekuasaan Eksekutif terhadap Legislatif, Presiden diberi kewenangan untuk memveto rancangan undang- undang yang telah diterima oleh Congress (semacam MPR), akan tetapi veto tersebut dapat dibatalkan oleh Congress dengan dukungan 2/3 suara dari House of Representative (semacam DPR) dan Senate (semacam lembaga utusan negara bagian). Dalam Undang- Undang Dasar 1945 tidak terdapat ketentuan mengenai hak veto tersebut tetapi pembahasan setiap rancangan undang- undang dilakukan oleh DPR dan Presiden untuk mendapatkan persetujuan bersama. Selain hak pembahasan dan persetujuan bersama, Presiden juga diberikan hak untuk mengajukan rancangan undang- undang kepada DPR. Keterlibatan Presiden sebagai pemegang kekuasaan Eksekutif dalam kegiatan membuat undang- undang membuatnya juga memegang kekuasaan Legislatif sehingga Presiden mempunyai kekuasaan ganda. Hal tersebut tidak konsisten dengan asas Trias Politica (pemisahan kekuasaan). Sejauh ini di negara- negara yang menganut sistem presidensial, kekuasaan Legislatif diserahkan kepada parlemen, sedangkan Presiden mempunyai hak veto. Diantara negara- negara tersebut hanya konstitusi Indonesia dan Puerto Rico yang memberikan hak legislasi bersama parlemen kepada Presiden. Sedangkan dalam fungsi kontrol tehadap kekuasaan Yudikatif, Presiden diberikan kewenangan untuk menyetujui dan menetapkan calon hakim agung sebagai hakim agung, selain itu Presiden juga diberikan kewenangan untuk mengajukan tiga dari sembilan orang hakim Konstitusi dan menetapkan para hakim Konstitusi tersebut.
            Dalam rangka fungsi pengawasan kekuasaan Yudikatif terhadap kekuasaan Eksekutif, MA diberikan kewenangan untuk menguji peraturan perundang- undangan yang kedudukannya dibawah undang- undang terhadap undang- undang. Berdasarkan Undang- Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang- Undangan, bentuk- bentuk dan tata- urutan perundang- undangan meliputi:
v  Undang- Undang Dasar (UUD) dan perubahan UUD.
v  Undang- Undang dan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang- Undang (Perpu).
v  Peraturan Pemerintah.
v  Peraturan Presiden.
v  Peraturan Daerah.
Menurut pendapat Jimly Asshiddiqie, dalam praktik disamping peraturan perundang- undangan tersebut masih banyak bentuk peraturan perundang- undangan lain seperti Peraturan Menteri, Peraturan Bank Indonesia, Peraturan Mahkamah Agung, Peraturan Mahkamah Konstitusi, Peraturan dan Keputusan Badan Pemeriksa Keuangan, dll. Kewenangan tersebut diberikan kepada MA karena Indonesia belum membentuk MK. Dengan dibentuknya MK sebagai “pengawal konstitusi” dan untuk memperingan tugas MA maka sebaiknya kewenangan menguji MA diserahkan kepada MK. Hal tersebut juga supaya semua peraturan perundang- undangan dapat diuji terhadap undang- undang dasar sehingga dapat terwujud supremasi konstitusi.
Selain hal tersebut, MK juga diberikan kewenangan untuk memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang- Undang Dasar.
            Dalam rangka melaksanakan konsep checks and balances yang lazim, sebaiknya Presiden tidak boleh turut bersama Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dalam pembahasan rancangan undang- undang dan hak Presiden untuk mengajukan rancangan undang- undang sebaiknya dihapus. Sebagai mekanisme kontrol terhadap Legislatif, Presiden sebagai pemegang kekuasaan eksekutif diberikan hak veto atas rancangan undang- undang yang akan disahkan Legislatif. Perubahan tersebut wajib dicantumkan dalam amandemen undang- undang dasar.
Selain hal tersebut, hak uji peraturan perundang- undangan sebaiknya diberikan kepada Mahkamah Konstitusi (MK) sehingga semua peraturan perundang- undangan diuji terhadap undang- undang dasar.
·         Pasal 20 ayat (2) Undang- Undang Dasar 1945.
·         Pasal 5 ayat (1) Undang- Undang Dasar 1945.
·         Moh. Mahfud MD, makalah Undang- Undang Dasar 1945 Sebelum dan Sesudah Perubahan, disampaikan dalam seminar konstitusi “Kontroversi Amandemen UUD 1945 dan Pengaruhnya terhadap Sistem Ketatanegaraan, Jakarta, 12 April 2007.
ü  Pasal 24 A ayat (3) Undang- Undang Dasar 1945
ü  Pasal 24 C ayat (3) Undang- Undang Dasar 1945.
ü  Pasal 24 A ayat (1) Undang- Undang Dasar 1945.
ü  Pasal 24 C ayat (1) Undang- Undang Dasar 1945.


Organisasi menurut para ahli

P
engertian  Organisasi  dan  Unsur-unsur nya





(Indriyo Gitosudarmo, 1997).
            Organisasi adalah suatu system yang terdiri dari pola aktivitas kerjasama yang dilakukan secara teratur dan berulang-ulang oleh sekelompok orang untuk mencapai suatu tujuan
1. Oliver Sheldon
            Organisasi adalah proses penggabungan pekerjaan yang para individu atau kelompok-kelompok harus melakukan dengan bakat-bakat yang diperlukan untuk melakukan tugas-tugas, sedemikian rupa, memberikan saluran terbaik untuk pemakaian yang efisien, sistematis, positif dan terkoordinasi dari usaha yang tersedia;

2. Chester I. Bernard
            Organisasi adalah suatu sistem tentang aktivitas-aktivitas kerjasama dari dua orang atau lebih sesuatu yang tak berujud dan tak bersifat pribadi, sebagian besar mengenai hal hubungan-hubungan;

3. James D.Mooney
            Organisasi adalah  bentuk setiap perserikatan manusia untuk pencapaian suatu tujuan bersama;

4. Dexter Kimball & Dexter Kimball, Jr
            Organisasi merupakan bantuan bagi manajemen. Ini mencakup kewajiban-kewajiban merancang satuan-satuan organisasi dan pejabat yang harus melakukan pekerjaan, menetukan fungsi-fungsi mereka dan merinci hubungan-hubungan yang harus ada diantara satuan-satuan dan orang-orang. Organisasi sebagai suatu aktivitas sesungguhnya adalah cara kerja manajemen;

5. J. William Schulze
            Organisasi adalah penggabungan dari orang-orang, benda-benda, alat-alat perlengkapan, ruang kerja dan segala sesuatu yang bertalian dengannya yang dihimpun dalam hubungan yang teratur dan efektif untuk mencapai tujuan yang diinginkan

6. Harleigh Trecker
            Organisasi adalah perbuatan atau proses menghimpun atau mengatur kelompok-kelompok yang saling berhubungan dari instansi menjadi suatu keseluruhan yang bekerja

7. Ernest Dale
            Organisasi adalah suatu proses perencanaan. Ini bertalian dengan hal menyusun,mengembangkan dan memelihara suatu struktur atau pola hubungan-hubungan kerja dari orang-orang dalam suatu badan usaha.

8. Chester I Barnard
            Organisasi adalah sistem kerjasama  yang kompleks dari unsur fisik, biologis, pribadi, dan sosial yang ada dalam hubungan teratur yang khusus yang beralasan dari kerjasama dua orang atau lebih.
Dari sini dapat dikatakan atau ditunjukkan bahwa organisasi memiliki unsur-unsur.

Unsur-unsur tersebut adalah sebagai berikut:
1). Sistem.
Bahwa organisasi adalah kumpulan dari sub-sub system.

2). Pola Aktivitas         
Bahwa didalamnya ada aktivitas-aktivitas yang dilakukan orang yang dilaksanakan secara relative teratur dan cenderung berulang.

3). Sekelompok Orang.
Organisasi adalah kumpulan orang-orang.

4). Tujuan.

Setiap organisasi didirikan adalah untuk mencapai suatu tujuan.
Lembaga Pendidikan dan Pembinaan Manajemen mendefinisikan organisasi sebagai
kumpulan orang yang mengadakan pembagian pekerjaan yang dikoordinasikan untuk mencapai
tujuan bersama.
Dalam pengertian ini mengandung unsur-unsur sebagai berikut:

1). Tujuan yang disepakati oleh anggota-anggota organisasi. Tujuan ini menjadi “jiwa” organisasi.

2). Proses yang mengubah masukan/sumber daya yang dimiliki menjadi keluaran/hasil sebagaimana diinginkan.

3). Pembagian pekerjaan di antara anggota. Termasuk di sini adalah pembagian tugas dan wewenang secara horizontal maupun vertical.

4). Kerjasama dan koordinasi supaya pembagian pekerjaan menjadi efektif dan efisien. Kehidupan manusia di dunia tidak dapat terlepas dari organisasi. Setiap hari kita berhubungan dan terlibat dengan organisasi dan hidup kita dipengaruhi dan mempengaruhi organisasi dalam derajat yang berbeda-beda. Secara sadar kita terlibat dalam organisasi sebagai siswa, karyawan, anggota gereja, warga negara dll.
            Organisasi dapat didefinisikan sebagai suatu kelompok individu yang bekerja sama untuk mencapai suatu tujuan bersama. Definisi yang lain menyatakan organisasi sebagai kesatuan yang memungkinkan masyarakat mencapai suatu tujuan yang tidak dapat dicapai individu secara perorangan. Dari dua definisi di atas dapat disimpulkan bahwa organisasi dibentuk ‘by design’ untuk melayani kebutuhan manusia yang tidak dapat dicapai secara individu. Organisasi lebih dari sekedar alat untuk menyediakan barang dan jasa tetapi juga menyediakan lingkungan di mana sebagian besar dari kita menghabiskan kehidupan.
            Sebuah studi tentang organisasi (termasuk oganisasi misi) terdiri dari individu, kelompok individu, struktur dan proses organisasi. Gibson, Ivancevich,dan Donnelly menggambarkan
model organisasi sbb:

·        Perilaku di dalam organisasi: Individu Perilaku dan perbedaan individu Teori motivasi dan aplikasinya Imbalan, hukuman, dan disiplin Stress dan individu
·        Perilaku dalam organisasi: kelompok dan pengaruh antar pribadi
·        Perilaku kelompok Perilaku antar-kelompok dan penanganan
·        Konflik Kekuasaan dan politik Kepemimpinan Struktur organisasi, Desain organisasi, Desain pekerjaan
·        Proses organisasi, Komunikasi Pengambilan keputusan, Evaluasi prestasi kerja Sosialisasi/karier
            Semua komponen dari model organisasi di atas menunjukkan bahwa setiap perubahan variabel dapat mempengaruhi perilaku organisasi dan perilaku individu. Setiap perubahan pimpinan, perubahan struktur dan proses organisasi dll pasti mempunyai pengaruh dalam perilaku organisasi. Sebuah organisasi yang baik mempunyai visi dan misi yang jelas. Visi dan misi ini berfungsi sebagai dasar acuan organisasi untuk mencapai tujuan. Model organisasi di atas dibangun dengan dasar visi dan misi organisasi.
            Organisasi merupakan wadah atau tempat persekutuan dua orang atau lebih manusia yang melakukan kerjasama untuk mencapai tujuan. Orang mendirikan organisasi karena, banyak alasan antara lain karena organisasi dapat melakukan suatu kegiatan yang tidak mungkin dilakukan seorang diri. Organisasi sangat penting dalam kehidupan masyarakat, karena dapat memberikan berbagai keuntungan maupun dapat memberikan kemudahan dalam pencapaian tujuan secara efektif dan efesien. Disamping organisasi dipandang sebagai wadah, organisasi juga dapat dipandang sebagai proses manusia untuk berinteraksi dan bereaksi melakukan berbagai aktifitas masing-masing. Karakteristik penampilan oraganisasi ditentukan oleh manusianya sendiri, karena manusia dalam organisasi memiliki dua karakter utama, yaitu perilaku(behavior) dan gaya(style). Dua karakter manusia ini dalam sebuah organisasi sangat
dipengaruhi oleh kejiwaan (psychology) atau roh manusia.
            Setiap organisasi dalam menghadapi persaingan yang semakin ketat senantiasa berusaha untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya. Untuk tidak tergilas dari pesaing organisasi lainnya maupun karena perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, maka peran dua karakter manusia tersebut diatas sangat menentukan kekuatan suatu organisasi sebagai berikut :

1. Memisahkan tugas-tugas secara tegas dan jelas setiap anggota organisasi sehingga pelaksanaannya dapat berhasil guna dan berdaya guna.

2. Memperkenal standar yang harus dipedomani,baik yang berkaitan dengan metode kerja ,maupun kontrol kerja dalam organisasi.

3. Menetapkan upah atau gaji sebagai rangsangan manusia dalam organisasi secara adil,sebagai alat pemotivasi untuk berkarya lebih giat lagi.

2. Pengertian Perilaku Keorganisasian

A. Indriyo Gito Sudarmo dan Nyoman Sudita (1997)
            Bidang ilmu yang mempelajari tentang interaksi manusia dalam organisasi yang meliputi studi secara sistematis tentang perilaku struktur dan proses dalam organisasi.

B. Keith Davis dan John Newstrom (1985)
            Telaah dan aplikasi pengetahuan tentang bagaimana orang-orang bertindak di dalam organisasi.

C. Gibson dan kawan-kawan (1996)
            Bidang studi yang mencangkup teori, metode dan prinsip-prinsip dari berbagai disiplin guna mempelajari persepsi individu, nilai-nilai, dan tindakan-tindakan saat bekerja dalam kelompok dan dalam organisasi secara keseluruhan, menganalisa akibat lingkungan eksternal terhadap organisasi studinya, misi dna sasaran serta strategi.

D. Stephen P.Robins (2001)
            Bidang yang menyelidiki pengaruh yang ditimbulkan oleh individu, kelompok dan struktur terhadap perilaku (manusia) di dalam organisasi dengan tujuan menerapkan pengetahuan yang dapat untuk meningkatkan efektivitas organisasi.
            Kesimpulannya yang dapat diambil dari uraian di muka adalah bahwa perilaku keorganisasian adalah suatu studi tentang apa yang dikerjakan oleh orang-orang dalam organisasi dan bagaimana perilaku orang-orang tersebut dapat mempengaruhi kinerja organisasi dengan bahan kajiannya adalah sikap manusia terhadap pekerjaan, terhadap
rekan kerja, imbalan , kerjasama dan yang lainnya.

E. Fred Luthan
Menurut Fred Luthan, Perilaku organisasi didefinisikan sebagai Studi dan aplikasi
dari pengetahuan tentang bagaimana orang, individu dan kelompok bertindak dalam
organisasi.
“Organizational Behavior (OB) is the study and application of knowledge about how
people, individuals, and groups act in organizations”
            Ia menafsirkan hubungan manusia dan organisasi dalam bentuk keseluruhan dari seorang manusia, Selurh kelompok, dan seluruh organisasi dan seluruh sistim sosial (system approach). Sikap organisasi sangat penting bagi manajemen sumber daya manusia, karena sikap ini akan mempengaruhi perilaku –perilaku organisasi. Sikap – sikap yang berkaitan dengan kepuasan kerja dan memfokuskan pada sikap karyawan
terhadap keseluruhan (Luthan, 1985).

F. Mathis-John H. Jackson,     
            Perilaku organisasi adalah bagaimana anggota organisasi yakin dan menerima tujuan organisasional, serta berkeinginan untuk tinggal bersama atau meninggalkan perusahaan yang tercermin dalam tindak tanduk dalam organisasi tersebut.

G. Griffin dan kawan-kawan,
            Perilaku organisasi (organisational behavior) adalah sejauh mana seseorang individu mengenal dan terikat pada organisasinya. Seseorang individu yang memiliki komitmen tinggi kemungkinan akan melihat dirinya sebagai anggota sejati organisasi.

H. Allen dan Meyer,
Ada tiga Dimensi komitment perilaku organisasi adalah :
1. Komitmen efektif (effective comitment): Keterikatan emosional karyawan, dan keterlibatan dalam organisasi,

2. Komitmen berkelanjutan (continuence commitment): Komitmen berdasarkan kerugian yang berhubungan dengan keluarnya karyawan dari organisasi. Hal ini mungkin karena kehilangan senioritas atas promosi atau benefit,

3. Komitmen normatif (normative commiment): Perasaan wajib untuk tetap berada dalam organisasi karena memang harus begitu; tindakan tersebut merupakan hal benar yang harus dilakukan.

I. Schermerhorn Jr., Hunt, & Osborn, 2008, p. 5
Perilaku Oganisasi adalah ilmu tentang individu dan kelompok dalam suatu organisasi.
Organizational behavior is the study of individuals and groups in organizations”.

3.Komunikasi interpersonal
             Menunjuk kepada komunikasi dengan orang lain. Komunikasi jenis ini dibagi lagi menjadi komunikasi diadik, komunikasi publik, dan komunikasi kelompok-kecil.
Model Jendela Johari memusatkan pada keseimbangan komunikasi interpersonal.
Komunikasi interpersonal termasuk:
•    Pidato
•    Komunikasi nonverbal
•    penyimpulan
•    parafrase
Memiliki komunikasi interpersonal yang baik mendukung proses-proses seperti:
•    perdagangan
•    konseling
•    pelatihan
•    bimbingan
•    pemecahan konflik
Komunikasi interpersonal merupakan subyek dari beberapa disiplin dalam bidang psikologi, terutama analisis transaksional.
Komunikasi ini dapat dihalangi oleh gangguan komunikasi atau oleh kesombongan, sifat malu, dll.

Contoh untuk Keorganisasian :
Organisasi Kemahasiswaan atau biasa disebut BEM (Badan Eksekutif Mahasiswa) , Kelompok ini didirikan atas tujuan untuk menyalurkan kegiatan mahasiswa dan mengatur kegiatan sedemikian rupa agar terlaksana dengan baik . 
Seseorang masuk dalam organisasi karena alasan sosial dan material, yang termasuk alasan material adalah bahwa dengan masuk organisasi, orang dapat memperluas kemampuannya, dapat menekan waktu dalam mencapai tujuannya, dan dapat mengambil manfaat, sehingga organisasi sangat bermanfaat untuk individu dan kelompok....
Berkaitan dengan macam-macam organisasi yang berhubungan  dengan pemerintahan, diuraikan sebagai berikut, yaitu :
Pertama, organisasi berdasarkan luas wilayah,yaitu :
Ø  Organisasi Daerah (local organization) luas wilayahnya meliputi suatu satuan daerah tertentu sesuai dengan pembagian wilayah yang berlaku dalam suatu negara, misalnya : desa,  kelurahan, kecamatan, kabupaten/kota, provinsi.
Ø  Organisasi Nasional (national organization) luas wilayahnya meliputi seluruh daerah negara. Misalnya : Pemerintah Pusat
Ø  Organisasi Regional (regional organization) luas wilayahnya meliputi beberapa negara tertentu, misalnya : ASEAN
Ø  Organisasi Internasional (international Organization) luas wilayahnya meliputi seluruh atau sebagian negara anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa,misalnya : UNESCO, WHO, dsb.

 Kedua, organisasi berdasarkan  saluran kewenangan, yaitu :
1. Organisasi jalur (line organization)
Wewenang dari pucuk pimpinan dilimpahkan kepada satuan-satuan organisasi di bawahnya  dalam semua bidang kerjabaik bidang kerja pokok maupun bidang kerja bantuan;
2. Organisasi fungsional (functional organization)
Wewenang dari pucuk pimpinan dilimpahkan kepada satuan-satuan di bawahnya dalam bidang kerja tertentu dan pimpinan satuan dengan bidang kerja tertentu ini dapat memerintah kepada dan meminta pertanggungjawaban dari semua pimpinan satuan pelaksana yang ada sepanjang itu menyangkut bidang kerjanya
3. Organisasi jalur dan staff (line and staff organization)
Wewenang dari pucuk pimpinan dilimpahkan kepada satuan-satuan di bawahnya dalam semua bidang kerja baik bidang kerja pokok maupun bidang kerja bantuan dan dibawah pucuk pimpinan atau pimpinan satuan yang memerlukan diangkat pejabat yang tidak memiliki wewenang komando melainkan hanya dapat memberikan pertimbangan dalam keahlian tertentu;
4. Organisasi fungsional dan staff (functional and staff organization)
Wewenang dari pucuk pimpinan dilimpahkan kepada satuan-satuan di bawahnya dalam bidang kerja tertentu dan pimpinan dengan bidang kerja tertentu ini dapat memerintah kepada dan meminta pertanggungjawaban dari semua pimpinan satuan pelaksana yang ada sepanjang itu menyangkut bidang kerjanya, dan di bawah pucuk pimpinan diangkat pejabat yang tidak memiliki wewenang komando melainkan hanya dapat memberikan pertimbangan dalam  keahlian tertentu;
5. Organisasi fungsional, jalur dan staff  (functional, line, and staff  organization)

Wewenang dari pucuk pimpinan dilimpahkan kepada satuan-satuan di bawahnya dalam bidang kerja tertentu, pimpinan dengan bidang kerja tertentu ini dapat memerintah kepada dan meminta pertanggungjawaban dari semua pimpinan satuan pelaksana yang ada sepanjang itu menyangkut bidang kerjanya, dan pimpinan satuan pelaksana memiliki wewenang dalam semua bidang kerja terhadap satuan bawahannya, serta di bawah pucuk pimpinan diangkat pejabat yang tidak memiliki wewenang komando melainkan hanya dapat memberikan pertimbangan dalam keahlian  tertentu.

Studi Kependudukan Kabupaten Karawang 2012

Nama               : Didi Suryadi
Npm                : 1241173301075
Mata Kuliah    : Studi Kependudukan
SMT/TA           : IV (EMPAT)
Prodi               : Ilmu Pemerintahan



Letak Geografis Karawang
            Secara geografis wilayah Kabupaten Karawang terletak antara 070-02-1070-40 B dan 50-56-60-34 LS, termasuk daerah dataran yang relative rendah, mempunyai variasi ketinggian wilayah antara 0 - 1.279 meter di atas permukaan laut dengan kemiringan wilayah 0 - 2 %, 2 - 15 %, 15 - 40 % dan diatas 40 %.
Luas wilayah Kabupaten Karawang 1.753,27 Km2 atau 175.327 Ha, 3,73 % dari luas Propinsi Jawa Barat
Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin Kabupaten Karawang
Tahun
2012
Jumlah Pria (Jiwa)
1.133.547
Jumlah Wanita (Jiwa)
1.065.431
Total (Jiwa)
2.198.978

BPS Kabupaten Karawang

Dari luas wilayah Kabupaten Karawang yaitu 1.753,27 kilometer persegi atau 175.327 hektar (sekitar 4 persen dari total luas wilayah Propinsi Jawa Barat), luas areal pertaniannya yaitu 94.311 hektar atau hampir separuhnya.


Perhitungan kepadatan penduduk di KAB. Karawang



1.      Kepadatan Penduduk Kasar


Rumus   KP :         Jumlah penduduk wilayah
Luas wilayah (km2/Ha)

·         Tahun 2012 : 2.198.978 org
KP :     2.198.978 orang :        12.542 Ha
175.327 Ha
2.      Kepadatan Penduduk Fisiologis

Rumus KPF :        Jumlah penduduk wilayah
Luas lahan pertanian

·      Tahun 2012 :
KPF :         2.198.978 orang  :       0.02331624  km2
94.311 km2
Kepadatan penduduk Agraris
Rumus KPA :  Jumlah penduduk wilayah
Luas tanah pertanian

·      Tahun 2012 :
KPA :        2.198.978 orng :           0.02331624 km2
94.311 km2

Solusi :
Menurut thomas robert malthus pertambahan jumlah penduduk adalah seperti deret ukur (1, 2, 4, 6, 8, 16, ...) sedangkan pertambahan jumlah produksi makanan adalah bagaikan deret hitung (1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, ...) hal ini tentu saja akan kekurangan stok bahan makanan.    Teori tersebut menghendaki produksi pangan melebihi dari pertumbuhan penduduk, sehingga berdasarkan pada teori ini dapat diprediksikan bahwa suatu saat lahan pertanian di Karawang akan hilang. Disebabkan karena adanya perkembangan yang pesat pada pembukaan dan penggunaan lahan untuk pemukiman penduduk dan peralihan lahan pertanian jadi industri seperti saat ini
Hal-hal yang perlu dilakukan untuk menekan pesatnya pertumbuhan penduduk :
1. menggalakan program KB atau keluarga berencana untuk membatasi jumlah anak dalam suatu keluarga secara umum dan massal, sehingga akan mengurangi jumlah angka kelahiran.
2. menunda masa perkawinan agar dapat mengurangi jumlah angka kelahiran yang tinggi.
Cara-cara yang dapat dilakukan untuk mengimbangi pertambahan jumlah penduduk:
1. penambahan dan penciptaan lapangan pekerjaan
Dengan meningkatkan taraf hidup masyarakat maka diharapkan hilangnya kepercayaan banyak anak banyak rejeki. Disamping itu pula diharapkan akan meningkatkan tingkat pendidikan yang akan merubah pola pikir dalam bidang pendudukan
2. meningkatkan kesadaran dan pendidikan kependudukan
Dengan semakin sadar akan dampak dan efek dari laju pertumbuhan yang tidak terkontrol , maka diharapkan masyarakat umum secara sukarela turut mensukseskan gerakan keluarga berencana.
3. mengurangi kepadatan penduduk dengan program transmigrasi
Dengan menyebar penduduk pada daerah yang memiliki kepadatan penduduk rendah diharapkan mampu menekan laju pengangguran akibat tidak sepadan antara jumlah penduduk dengan jumlah lapangan pekerjaan yang tersedia.
4. meningkatkan produksi dan pencarian sumber makanan
Hal ini untuk mengimbangi jangan sampai persedian bahan pengan tidak diikuti dengan laju pertumbuhan. Setiap daerah diharapkan mengusahakan swasembada pangan agar tidak ketergantungan dengan daerah lain.
Dampak lingkungan yang akan dialami apabila terjadinya ledakan penduduk adalah makin berkurangnya lahan produksi pertanian atau dengan kata lain terkonversinya lahan pertanian yang ada menjadi permukiman penduduk sehingga menurunnya produksi pangan.
Hal ini semua dikarenakan makin banyaknya penduduk pada suatu wilayah maka permintaan akan lahan akan semakin meningkat karena lahan atau ruang tidak bertambah sedangkan yang bertambah adalah kegiatan penduduk yang mendiaminya. Selain masalah tersebut, akan timbul juga masalah polusi udara karena tingkat polusi bergerak seiring dengan pertambahan jumlah penduduk disuatu wilayah. Polusi ditimbulkan oleh asap kendaraan yang jumlahnya semakin bertambah. Dampak lainnya yang akan timbul adalah masalah sampah yang tidak dapat terselesaikan juga merupakan sumber polusi bagi kesehatan masyarakat.
Namun jika tekanan melampaui batas ambang toleransi, dapat menimbulkan frustasi yang diwujudkan dalam bentuk berbagai macam kerawanan sosial. Seperti mudahnya terjadi konflik, meningkatnya angka kriminalitas, tindakan anarkis. Semua itu dikarenakan terbatasnya ketersediaan berbagai sumberdaya (resources availability) yang berbanding terbalik dengan jumlah pengguna dan pemakai, menimbulkan berbagai cara kompetisi untuk mendapatkannya.