SISTEM SUBAK DI BALI

BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Sistem Subak di Bali
          Latar belakang didirikannya organisasi ini beberapa ribu tahun yang lalu karena lingkungan topografi dan kondisi sungai-sungai di Bali yang curam. Hal ini menyebabkan sumber air pada suatu komplek persawahan petani umumnya cukup jauh dan terbatas. Untuk dapat menyalurkan air ke sebuah kompleks persawahan, mereka harus membuat terowongan menembus bukit cadas. Kondisi inilah yang menyebabkan para petani Bali menghimpun diri dan membentuk organisasi Subak.
            Subak adalah masyarakat hukum adat di Bali yang bersifat sosio agraris religius, yang secara historis didirikan sejak dahulu kala dan berkembang terus sebagai organisasi penguasa tanah dalam bidang Pengaturan air dan lain-lain untuk persawahan dari suatu sumber air didalam suatu daerah.
Sistem subak merupakan suatu warisan budaya Bali yang berupa suatu sistem irigasi yang mengatur pembagian pengelolaan airnya yang berdasarkan pada pola-pikir harmoni dan kebersamaan yang berlandaskan pada aturan-aturan formal dan nilai-nilai agama, ditata secara baik dan fleksibel pada sistem subak di Bali ini.
Subak merupakan salah satu bentuk kearifan local. Kearifan local yang berkembang dimasyarakat, pada dasarnya merupakan strategi adaptasi yang memang muncul dari dalam masyarakat itu sendiri dalam membenahi masalah-masalah social yang berkenaan dengan kehidupan masyarakat itu sendiri. Kearifan local merupakan hasil interaksi antara masyarakat dan lingkungannya, sehingga dengan kearifan local sangat diperlukan untuk membantu masyarakat itu secara mandiri. Kearifan local menjadi inti dari usaha pemberdayaan lingkungan hidup disekitar kita sebagai sasaran dari program pemberdayaan alam dan masyarakat. Pengembangan program pemberdayaan alam dan masyarakat dapat dilaksanakan dengan penerapan yang sesuai melalui kacamata komuniti (community development) setempat sebagai obyek sasaran, seperti halnya subak di Bali.
Tanggal 20 Juni 2012 Badan PBB untuk Pendidikan, Keilmuwan, dan Budaya, (UNESCO)mengakui budaya Subak dari Bali sebagai bagian dari warisan dunia. Penetapan Subak sebagai bagian dari warisan dunia berlangsung di Saint Petersburg, Rusia bertepatan dengan 40 tahun Konvensi Warisan Budaya Dunia. Konvensi yang dimulai pada tahun 1972.
Sistem Subak merupakan kelembagaan pengelola irigasi yang sangat terkenal didunia internasional, bukan hanya dikalangan Pakar Irigasi, tetapi dikalangan Pakar Sosial Budaya. Cakupan wawasan subak ternyata jauh lebih luas, termasuk nilai dasar yang terkandung dalam filosofi Subak yang disebut Tri Hita Karana yang berarti hubungan yang harmonis atau penyebab terwujudnya kesejahteraan hidup yang diwujudkan dalam bentuk :
a)      Parahyangan: Hubungan yang harmonis antara anggota atau karma subak dengan Tuhan Yang Maha Esa.
b)      Pawongan: Hubungan yang harmonis antara anggota Subaknya dimana yang disebut dengan Krama Subak.
c)      Palemahan: Hubungan yang harmonis antara anggota Subak dengan lingkungan atau wilayah irigasi Subaknya.

2.2. Fungsi Sistem Subak
          Secara garis besar subak memiliki fungsi antara lain:
1.        Mengatur pembagian air dgn sistem temuku, temuku sendiri ada bebera jenis antara lain : temuku aya yaitu pembagian air di hulu, temuku gede yakni ukuran pembagian air untuk bagian bagian wilayah persubakan, temuku penasan yaitu ukuran pembagian air yang langsung kepetakan petakan sawah, yang jumlah petani sawah +/- 10 bagian. Dan temuku penyacah yaitu ukuran pembagian air untuk perorangan dimana air yang diatur tersebut melalui : aungan(terowongan), empelan (empangan), telabah(selokan/parit)
2.        Memelihara bangunan bangunan pengairan disertai pengamanannya sehingga dapat dihindari kehilangan air pada saluran saluran air.
3.        Mengatur tata guna tanah dengan sistem terasering sehingga lahan tanah yang tadinya bergunung gunung menjadi hamparan sawah atau sengkedan yang berundak undak yang dapat menopang longsornya tanah.
4.        Mengatur pola tanam yakni kerta masa yaitu wilayah subak ditanami padi semuanya, karena air mencukupi, gegadon yaitu pergiliran tanaman padi dengan palawija karena pergantian pemakaian air sesama subak di sekitarnya.
5.        Menggalang persatuan organisasi subak dengan termufakatinya segala hak dan kewajibannya serta atas pelanggarannya dikenakan upaya pemulihan sesuai dengan hukum adat setempat(perarem, sima, awig awig) sebagai konsekuensi otonomi yang dimiliki oleh subak.
6.        Penata gunaan air tradisional.
7.        Pola tanam, adanya sistem kerta masa yaitu menekan/memutus siklus hidup hama dan penyakit tanaman, sekaligus menghindari bertanam padi secara tulak sumur yakni tidak serempaknya penanaman.
8.        Usaha tani terpadu seperti kolam air deras, mina padi, peternakan itik dan sapi dengan sistem tumpang sari yakni padi di tengah dan mina dipinggir petakan sawah serta sayur mayur di pematang petakan sawah
2.3. Organisasi subak
              Anggota Subak adalah orang yang mempunyai sawah dan mendapatkan air, yang dapat dibedakan menjadi 3 macam yaitu:
1)      Krama aktif yaitu krama pekaseh, sekaa yeh atau sekaa subak.
2)      Krama pasif yakni krama yang mengganti kewajibannya dengan uang atau natura yang disebut pengohot atau pengampel
3)      Krama luput yaitu anggota yang tidak aktif dalam segala kegiatan subak karena tugasnya seperti bendesa adat dan atau kepala desa.
Prajuru/pengurus subak terdiri dari:
1)      Pekaseh/kelian subak (kepala subak) yang mengoordinasi pengelolaan air berdasarkan tata tertib (Bahasa Bali: awig-awig) yang disusun secara egaliter.
2)      Pangliman/petajuh (wakil kepala subak)
3)      Peyarikan/juru tulis (sekretaris )
4)      Petengen/juru raksa (bendahara)
5)      Saya/juru arah/juru uduh /juru tibak /kasinoman (urusan pemberitahuan atau pengumuman)
6)      Pemangku (urusan keagamaan)
Pelaksanaan Organisasi Subak
a.         Sekaa/sambang
1)      Sekaa Numbeg                  : dalam hal pengolahan tanah
2)      Sekaa jelinjingan              : pengelolaan air
3)      Sekaa Sambang                : Pengawasan air dari kecurian
4)      Sekaaa Mamulih/nandur   : dalam hal penanaman padi
5)      Sekaa Majukut                 : menyiangi padi
6)      Sekaa manyi                     : menuai/memotong/ngetam padi
Subak sebagai organisasi yang otonomi berhak mengurus rumah tangganya sendiri dan dapat menetapkan awig-awig. Awig-awig adalah suatu hukuman berat hukum tertulis yang memuat seperangkat kaedah-kaedah sebagai pedoman bertingkah laku dalam masyarakat petani. Di dalamnya terdapat hak dan kewajiban anggotanya serta sanksi atas pelanggaran hak dan kewajiban yang berupa dedosan atau densa. Sanksi-sanksi yang dilaksanakan secara tegas dan nyata termuat dalam ketentuan pokok saja sedangkan ketentuan detail dimuat dalam perarem sebagai  pelaksanaan awig-awig subak. Isi pokok awig-awig mengatur hubungan antara manusia dengan manusia (tata pawongan) dan hubungan manusia dengan lingkungan (tata palemahan).
Dosa berupa pelanggaran yang dilakukan oleh krama subak oleh karena pengenaanya diakibatkan oleh suatu kewajiban misalnya tidak ngayah (gotong royong), sangkepan subak dsb. Pengecualian terhadap pelanggaran diatas dapat dilakukan dengan ketentuan/alasan sakit, meyadnya/melaksanakan kegiatan keagamaan, bepergian/melakukan tugas negara. Tidak dapat hadir atau melaksanakan kewajiban dimaksud dapat mengganti dengan uang/nosa atau sasalahan yang jumlahnya disesuaikan dengan pararem atau kesepakatan anggota subak.
Denda merupakan kejahatan sebagaimana dalam hukum pidana, yang pada hakekatnya perbuatan tersebut pada awal mulanya sudah dilarang, misalnya, mencuri:peralatan disawah, air, padi dsb, tidak membayar urunan(iuran) tidak mau gotong royong dll, melanggar larangan larangan seperti penanaman secara tulak sumur, serta ketentuan pergiliran tanaman.
b.      Hak anggota Subak yaitu:
1.    Mendapat bagian air secara adil
2.    Memilih dan dipilih menjadi pengurusMengeluarkan pendapat dan usul dalam rapat
3.    Melaporkan pelanggaran-pelanggaran kepada pengurus,
4.    Mendapat pelayanan dan pelakuan yang adil dari subak.
c.         Kewajiban anggota Subak dibedakan menjadi 3 bidang mperbaiki bangunan sera meyaitu:
1)        Bidang fisik meliputi:
Ø Membuat, memelihara serta memperbaiki bangunan-bangunan pengairan termasuk saluran air irigasi.
Ø Membuat, memelihara serta memperbaiki bangunan lainnya seperti jalan subak, bangunan tempat upacara keagamaan.
2)        Bidang Sosial dan ekonomi meliputi:
Ø  Mentaati dan melaksanakan peraturan-peraturan subak serta keputusan-keputusan yang diambil waktu rapat.
Ø  Menjalankan segala perintah pengurus berdasarkan peraturan yang berlaku.
Ø  Menghadiri rapat anggota.
Ø  Memelihara kelancaran pembagian air,
Ø  Membayar denda, iuran, dan pungutan lainnya menurut keputusa rapat.
Ø  Melaksanakan intruksi dari pemerintah yang disalurkan lewat subak seperti penanaman benih unggul, pemberantasan hama / penyakit dan lain-lain.

Rapat Subak
Rapat subak dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu rapat pengurus yang hanya dihadiri oleh pengurus, dan rapat anggota. Hal-hal yang dibicarakan dalam rapat pengurus biasanya hal-hal yang menyangkut tugas dan kewajiban dari pengurus itu sendiri atau hal-hal yang sifatnya mendesak, tetapi hanya cukup dihadiri oleh pengurus saja.
Rapat anggota juga dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu yang bersifat rutin dan yang bersifat khusus. Rapat rutin diadakan setiap sebulan sekali. Adapun hal-hal yang dibicarakan antara lain:
ü  Menentukan pungutan iuran/dana untuk rencana yang ditentukan atau akan dilaksanakan
ü  Masalah awig-awig subak
ü  Masalah pola tanaman yang akan datang
ü   Menentukan lokasi gotong royong

Upacara yang diselenggarakan oleh anggota subak:
  1. Mapag toya yaitu upacara saat pemasukan air
  2. Ngendagin yaitu upacara saat mulai melakukan pencangkulan pertama
  3. Pengawiwit yaitu upacara dikala mulai menabur benih
  4. Nandur yaitu upacara saat penanaman padi
  5. Neduh yaitu upacara untuk mencegah timbulnya penyakit tanaman
  6. Mecaru yaitu upacara untuk menolak hama
  7. Nyaetin yaitu upacara menjelang panen yang di lakukan dengan ngadegang dewa nini/dewa padi
  8. Mantenin yaitu upacara dikala padi disimpan di lumbung
  9. Ngusaba merupakan upacara dewa yadnya di pura subak, yang dilakukan secara periodik yakni 6 bulan kalender bali/saka atau setahun sekali
  10. Merainan upacara yang dilakukan tiap hari yang dilakukan oleh pemangku pura subak/bedugul masing masing.
2.4. Jaringan Irigasi Dalam Subak
Sistem irigasi di subak umumnya terdiri dari 4 (empat) unsur fungsional pokok meliputi:
1.      Bangunan utama, berupa bangunan pengambilan yang terletak pada sumber air.
2.      Jaringan pembawa, berupa saluran pembawa yang berfungsi menyalurkan air irigasi dari sumbernya sampai ke petak sawah yang memerlukan.
3.      Kumpulan petakan sawah sesuai topografi dengan sistem pembagian air dan sistem pembuangan air secara kolektif.
4.      Sistem pembuangan, adalah saluran air alami atau buatan yang terletakdi luar wilayah irigasi subak untuk membuang kelebihan air.

Jaringan irigasi bila diurut dari sumber air terdiri dari:
a.       Empelan (empangan)
b.       Buka/Bungas
c.       Aungan (terowongan)
d.      Telabah gede (saluran primer)
e.       Telabah pemaron (saluran sekunder)
f.       Telabah alit (saluran tersier)
g.      Telabah cerik (saluran ranting)
h.      Telabah penyahcah (tali kunda) dibeberapa tempat dikenal dengan istilah:
·         Penasan untuk 10 bagian
·         Panca untuk 5 bagian
·         Pamijian untuk sendiri ( 1 bagian)

Bangunan bagi terbuat dari batang kelapa dengan dasar ambang rata-rata lebar proporsional sesuai dengan luas dan kesepakatan seperti :
a)    Bangunan bagi utama / temuku uya
b)    Bangunan bagi sekunder / temuku pemaron
c)    Bangunan bagi tersier / temuku alit
d)   Pembagian tiap petak / tektek

Selain itu juga mempunyai bangunan pelengkap, seperti:
a)      Penguras (pengutangan)
b)      Pepiuh (pelimpah samping)
c)      Petaku (bangunan terjun)
d)     Talang (abangan)
e)      Jengkuwung (gorong-gorong)
f)       Keluwung (urung-urung)
g)      Titi (jembatan)
h)      Telepus (syphon)
i)        Terjunan (pekiyuh)

Satuan dasar pembagian air sampai ke petakan sawah bagi subak ialah tektek yaitu bahasa Bali yang artinya cecah atau ukuran lebar suatu alat pembagian air yang dibuat dari batang kayu yang mempunyai alur akibat dicecah. Alat pembagian air ini disebut tembuku yang dapat dianggap sebagai sekat ukur, tetapi dalam bentuk yang sederhana. Sesukat sawah atau sebidang sawah memperoleh pembagian satu tektek bila sawah itu menggunakan bibit satu tenah. Tenah adalah ukuran padi yang beratnya kuarang lebih 25 – 30 kg.
2.5. Perbedaan Sistem Perairan Subak dengan Sistem Perairan Biasa.
Sistem Subak berpijak pada prinsip aliran air dari atas dengan topografi persawahan yang berbukit dan distribusi air yang berkeadilan antar petani penggarap lahan (sawah). Alur distribusi ini diatur oleh seorang pemuka adat yang juga seorang petani di Bali.
Dasar pengaturan air sistem Subak adalah tektek atau bahasa Bali cecah (ukuran lebar alat pembagi air yang terbuat dari bahan kayu yang mempunyai alur akibat dicecah). Alat pembagi air disebut Tembuku yang dianggap sebagai sekat ukur. Sesukat sawah (bidang tanah) memperoleh pembagian satu tektek, bila sawah itu menggunakan bibit “satu tanah”. Tanah adalah ukuran padi yang beratnya kurang dari 25 kg.
Pemeliharaan terbagi menjadi tiga, yaitu perseorangan (Talabah Paniri) dilaksanakan oleh pemakai air yang bersangkutan, lima orang (Telabah Panca), dan sepuluh orang (porsi) disebut Telabah Penasan. Selain menaati pola tanam yang ditetapkan bersama, petani Badung dengan sistem Subak sangat menghargai kondisi alam dan musim yang ada.
Sistem pengairan konvensional menggunakan aliran air dengan permukaan persawahan yang datar. Pembagian air secara merata tidak dilakukan seperti pada sistem subak. Air yang digunakan saat ini kebanyakan adalah air tanah yang diambil menggunakan pompa atau mengambil air sungai dengan pompa air menuju sawah.

2.6. Peraturan Daerah Tentang Subak (Irigasi)

                   PERATURAN DAERAH BALI NO. 02/PD/DPRD/1972 TENTANG IRIGASI DIDAERAH PROVINSI BALI


PENDAHULUAN
Bali secara historis sudah memiliki tradisi, budaya dan komitmen religius tersendiri dalam bentuk sebuah organisasi masyarakat yang bernama Subak. Subak merupakan kelompok masyarakat petani yang bernafaskan adat dan budaya Bali, dengan berlandaskan pada filosofi Agama Hindu yaitu Tri Hita Karana. Dalam fungsinya, Subak merupakan organisasi sosial masyarakat dalam bidang pengaturan air untuk persawahan dari suatu sumber air didalam suatu daerah. Subak merupakan suatu sub sistem dari sistem irigasi, dengan fungsi utamanya adalah mengatur pemanfaatan air irigasi, sehingga para petani mendapatkan air untuk mengairi sawahnya secara cukup, adil dan merata. Dalam eksistensinya, Subak memberikan peran yang sangat efektif dan strategis didalam pengelolaan sumber daya air khususnya dalam bidang irigasi, sehingga ketersediaan dan pemanfaatan air dapat dijamin pelaksanaannya di daerah Bali.

Keberadaan subak di Bali lebih dikukuhkan lagi eksistensinya dengan dikeluarkannya Peraturan Daerah No.02/PD/DPRD/1972 tentang Irigasi Daerah Provinsi Bali. Perda Irigasi Bali ini dibuat sebagai landasan hukum terhadap pembinaan subak yang dilakukan oleh pemerintah di daerah Provinsi Bali. Dalam Perda ini, kedudukan Sedahan Agung sangat menonjol mewakili Bupati/Walikota didalam memecahkan permasalahan yang terkait dengan pembinaan subak. Berikut pasal-pasal yang kerkandung dalam Peraturan Daerah No.02/PD/DPRD/1972 tentang Irigasi Daerah Provinsi Bali:

BAB I   TENTANG PENENTUAN UMUM
Pasal 1     : Sumber air adalah tempat dimana tersedia air secara alami, baik berada diatas       permukaan     tanah, maupun yang ada didalam tanah seperti sungai, danau, rawa, mata air dan lapisan air tanah.
Pasal 2     : Pengairan adalah segala usaha yang berhubungan dengan pemanfaatan air dan sumbernya.
Pasal 3     : Irigasi adalah segala usaha yang berhubungan dengan pemanfaatan air dan sumbernya untuk keperluan pertanian.
Pasal 4     : Subak adalah masyarakat hokum adat di bali yang bersifat sosio agraris religious, yang secara historis didirikan sejak dahulu kala dan berkembang terus sebagai organisasi penguasa tanah dalam bidang Pengaturan air dan lain-lain untuk persawahan dari suatu sumber air didalam suatu daerah.
Pasal 5      :Awig-awig dan sima adalah peraturan2 tertulis maupun yang tidak tertulis yang mengatur kehidupan rumah tangga subak yang bersangkutan.
Pasal 6     :Kelihan subak atau pekaseh adalah ketua organisasi subak.
Pasal 7     :Krama subak adalah para anggota organisasi subak.
Pasal 8     :Sedahan/sedahan yeh/pengelurah adalah petugas pemerintah daerah kabupaten yang mengatur dan mengawasi air irigasi untuk subak2 dalam wilayahnya.
Pasal 9     :Sedahan agung adalah petugas pemerintah kabupaten yang mengatur dan mengawasi tertib pengairan didalam kabupaten dan merupakan penasehat serta pelaksana dari pemerintah daerah kabupaten didalam bidang irigasi.


BAB II
Pasal 10   :Air beserta sumber2nya merupakan kekayaan alam dan pada tingkatan daerah dikuasai oleh pemerintah daerah provinsi bali.
Pasal 11   :Hak menguasai dimaksud dalam pasal 10 memberikan wewenang untuk mengusahakan dan mengatur segala sesuatu yang berhubungan dengan penggunaan air untuk mencapai sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Pasal 12   :Hak menguasai dari pemerintah daerah provinsi bali dimaksud berlandaskan dan mengingat kepentingan nasional dan negara berdasarkan persatuan bangsa.
Pasal 13   :Hak menguasai dari pemerintah daerah provinsi bali dapat dikuasakan kepada pemerintah daerah tingkat bawahan (cq. Kabupaten dll), badan hokum dan masyarakat hukum adat, dinas-dinas dan petugas-petugas dinas/jawatan yang diperlukan dengan tidak boleh bertentangan dengan kepentingan nasional menurut undang-undang dan peraturan pemerintah.

BAB III   TENTANG KEWAJIBAN SUBAK, SEDAHAN,SEDAHAN AGUNG

Pasal 14   :1. Subak berkewajiban mengatur rumah tangganya sendiri baik dalam mengusahakan adanya  maupun mengatur air dengan tertib dan efektif untuk persawahan para karma subak didalam wilayahnya.
2. Subak memelihara dan menjaga prasarana-prasarana irigasi dengan sebaik-baiknya yang diperlukan untuk menjamin kelancaran dan tertibnya irigasi didalam wilayahnya.
3. Dalam melaksanakan urusan rumah tangganya subak menjalankan peraturan-peraturan, awig-awig dan sima subak yang berlaku.
4. Subak menyelesaikan segala perselisihan yang timbul dalam rumah tangganya.
5. Apabila ada pelanggaran dan tindak pidana diselesaikan menurut hukum yang berlaku.
Pasal 15   :1.   Sedahan mengatur pembagian air yang menjadi wewenang untuk masing2 daerah persubakan diwilayahnya menurut waktu, volume dan tata tanam subak yang ditentukan setelah menerima data2 yang diperlukan.

2. Sedahan mengawasi pemakaian penyaluran/pengaturan air irigasi dan pemeliharaan prasarana irigasi dalam daerah persubakan diwilayahnya.
3. Sedahan menyelesaikan perselisihan2 irigasi subak didalam wilayahnya dan apabila ada pelanggaran dan tindak pidana diselesaikan menurut hokum yang berlaku.
4. Sedahan meminta ijin pemerintah daerah kabupaten melalui instansi atasannya, untuk perluasan sawah dan pendirian subak baru didalam wilayahnya.
5. Didalam melakukan tugasnya para sedahan dibantu oleh PU seksi, pertanian, badan2 dan petugas2 yang ditentukan oleh pemerintah daerah kabupaten yang bersangkutan.
Pasal 16  :1.Sedahan agung mengawasi pemakaian/penyaluran/pengaturan air irigasi dan pemeliharaan prasarana irigasi dalam daerah persubakan dan daerah persedahan wilayahnya.
2.Sedahan agung mengatur pembagian air irigasi yang menjadi wewenangnya untuk masing2 daerah persedahan diwilayahnya, menurut waktu, volume dan tata tanaman subak yang ditentukan.
3.   Sedahan agung menyelesaikan perselisihan2 pengairan antara sedahan didalam wilayahnya, masalah2 pengairan yang menyangkut pengairan diluar kabupaten diajukan kepada pemerintah daerah kabupaten
untuk mendapat penyelesaiannya.
4.   Sedahan agung meminta persetujuan pemerintah daerah kabupaten didalam hal-hal:
a.       Pembukaan sawah dan pendirian subak baru.
b.      Perluasan areal sawah/subak yang telah ada.
c.       Perubahan jaringan2 irigasi yang telah ada.
d.      Pembuatan prasarana2 irigasi baru.
5.   Didalam melaksanakan tugasnya sedahan agung dibantu oleh PU seksi, pertanian, badan2 dan petugas2 di kabupaten ditentukan oleh pemerintah daerah kabupaten yang bersangkutan.



BAB IV   TENTANG KEWAJIBAN PEMERINTAH DAERAH

Pasal 17 : Pemerintah daerah berkewajiban mengusahakan adanya air dan mengatur, yang selanjutnya dimanfaatkan oleh subak untuk pengairan persawahan dalam wilayahnya menurut waktu2 dan volume2 aliran air yan ditentukan guna memperoleh manfaat yang sebesar2nya bagi kemakmuran rakyat.
Pasal 18 :1.   Pemerintah daerah kabupaten menyelesaikan masalah2 pengairan yang diajukan oleh sedahan agung dan lai-lain petugas kabupaten dan mengajukan masalah2 irigasi yang menyangkut lain kabupaten kepada pemerintah daerah provinsi bali.
2.   Pemerintah daerah kabupaten meminta persetujuan pemerintah daerah provinsi bali dalam hal2:
a.       Pembukaan sawah dan pendirian subak baru.
b.      Perluasan sawah subak yang sudah ada.
c.       Penyelesaian perselisihan irigasi antar kabupaten.
3.Tiap2 tahun pemerintah kabupaten menyusun rencana pembangunan untuk perbaikan, pembangunan dan pemeliharaan bangunan2 prasarana dan sarana pengairan, untuk diajukan:
a.       Guna mendapat biaya dari anggaran pemerintah pusat.
b.      Guna mendapat biaya dari anggaran pemerintah daerah provinsi.
c.       Guna mendapat biaya dari anggaran kabupaten.
d.      Guna mendapat biaya dari usaha2 gotong-royong.
4. Dalam melaksanakan tugasnya pemerintah daerah kabupaten dibantu oleh PU seksi, pertanian, badan2 atau petugas2 yang ditentukan oleh pemerintah daerah kabupaten untuk keperluan itu.
Pasal 19 : 1.   Pemerintah daerah provinsi bali mengawasi pngaturan atau penggunaan air irigasi diseluruh kabupaten2 di bali menurut waktu2 dan volume2 aliran yang ditentukan guna mencapai manfaat yang sebesar2nya bagi kemakmuran rakyat, sesuai dengan kepentingan nasional dan negara berdasarkan atas persatuan bangsa.
2. Pemerintah daerah provinsi bali menyelesaikan masalah2 irigasi yang diajukan oleh pemerintah daerah kabupaten dan/atau dinas2 daerah propinsi, sehingga penggunaan air untuk irigasi sesuai dengan kepentingan nasional dan negara.
3.Tip tahun pemerintah daerah provinsi bali menyusun rancangan2 untuk perbaikan, pembangunan dan pemeliharaan bangunan prasarana dan sarana pengairan untuk diajukan
a.       Guna mendapat biaya dari anggaran pemerintah daerah provinsi bali.
b.      Guna mendapat biaya dari anggaran pemerintah pusat.
c.       Guna mendapat biaya dari usaha-usaha lain.
4. Dalam melaksanakan tugasnya, pemerintah daerah provinsi bali dibantu oleh:
a.       Dinas PU (bagian pengairan) daerah provinsi Bali.
b.      Lain-lain dinas daerah provinsi bali yang dipandang perlu.
c.       Badan2 dan petugas2 yang ditentukan untuk keperluan tersebut.
5.         Dalam hal menyelesaikan sengketa yang timbul dalam bidang pengairan pemerintah daerah privinsi merupakan instansi tertinggi dan terakhir serta keputusan yang diambil mempunyai kekuatan mengikat.

BAB V  PENUTUP

 Pasal 20 : Hal2 yang belum diatur didalam peraturan ini akan diatur oleh Gubernur kepala daerah provinsi bali.
Pasal 21: Peraturan ini disebut Peraturan Irigasi Daerah Provinsi Bali dan mulai berlaku sejak ditetapkan.






KAJIAN EFEKTIVITAS IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH NO.02/PD/DPRD/1972 TENTANG IRIGASI DI DAERAH PROVINSI BALI
(STUDI KASUS DI KABUPATEN GIANYAR)

Peraturan Daerah Bali No.02/PD/DPRD/1972 tentang Irigasi, merupakan Peraturan Daerah yang dibuat oleh Pemerintah Daerah Provinsi Bali guna mengatur tertib pelaksanaan pengelolaan irigasi di Daerah Provinsi Bali yang mulai diberlakukan sejak tahun 1972. Dari awal ditetapkanya hingga sampai saat sekarang ini, Peraturan Daerah Bali tersebut belum pernah sekalipun mengalami revisi. Disisi lain, peraturan yang dikeluarkan oleh pemerintah yang mempunyai kekuatan hukum lebih tinggi serta berlaku secara nasional seperti Peraturan Pemerintah No.20 Tahun 2006 tentang Irigasi, sudah beberapa kali mengalami revisi yang disesuaikan dengan kondisi yang berkembang saat ini. Pengkajian terhadap isi Perda diharapkan mampu memposisikan wacana yang diusung pemerintah sedemikian rupa sehingga terakomodasi dengan baik dalam Peraturan Daerah. 
Penelitian efektivitas implementasi Peraturan Daerah Bali No.02/PD/DPRD/1972 tentang Irigasi dengan studi kasus di Kabupaten Gianyar, dilakukan dengan mempergunakan metode penelitian deskriptif kualitatif. Pengumpulan data primer dilakukan dengan mempergunakan kuisioner dengan jumlah sampel 250 dan dianalisis dengan bantuan software Statistical Package for Social Science (SPSS). Hasil penelitian menunjukkan bahwa efektivitas implementasi Perda termasuk kedalam kategori tidak efektif. Hal ini dikarenakan secara substansi Perda Irigasi sudah tidak relevan lagi dengan kondisi yang berkembang saat ini di Kabupaten Gianyar. Berdasarkan hasil uji analisis efektivitas dengan menggunakan metode Dantes terhadap masing-masing variabel maupun terhadap keseluruhan variabel, diperoleh skor yang menunjukkan bahwa implementasi Peraturan Daerah Bali No.02/PD/DPRD/1972 tentang Irigasi di Kabupaten Gianyar adalah tidak efektif. Merujuk kepada Peraturan Pemerintah No.20 tahun 2006 tentang Irigasi dan Permen Pekerjaan Umum No.31/PRT/M/2007 tentang pedoman mengenai Komisi Irigasi, maka direkomendasikan pengelolaan irigasi berbasis subak adalah dengan pembentukan wadah koordinasi pengelola irigasi di tingkat provinsi dan kabupaten/kota yang dinamakan Komisi Irigasi. 


Peraturan Daerah Bali No.02/PD/DPRD/1972 tentang Irigasi sudah seharusnya dikaji kembali agar sejalan dengan Peraturan Pemerintah yang mempunyai kekuatan hukum yang lebih tinggi serta mampu mengusung wacana pemerintah sehingga terakomodasi dengan baik dalam Perda. Pembentukan wadah Komisi Irigasi dan mengembalikan lagi eksistensi lembaga Sedahan Agung dipandang perlu untuk segera dibentuk untuk menjamin tertib pelaksanaan pengelola irigasi di Kabupaten Gianyar.


Daftar Pustaka