Pelayanan Publik, Melayani sepenuh hati

Undang-Undang Pelayanan Publik

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Undang-Undang Pelayanan Publik (secara resmi bernama Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik) adalah undang-undang yang mengatur tentang prinsip-prinsip pemerintahan yang baik yang merupakan efektifitas fungsi-fungsi pemerintahan itu sendiri. perlayanan publik yang dilakukan oleh pemerintahan atau koporasi yang efektif dapat memperkuat demokrasi dan hak asasi manusia, mempromosikan kemakmuran ekonomi, kohesi sosial, mengurangi kemiskinan, meningkatkan perlindungan lingkungan, bijak dalam pemanfaatan sumber daya alam, memperdalam kepercayaan pada pemerintahan dan administrasi publik.
Negara berkewajiban melayani setiap warga negara dan penduduk untuk memenuhi hak dan kebutuhan dasarnya dalam kerangka pelayanan publik yang merupakan amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, membangun kepercayaan masyarakat atas pelayanan publik yang dilakukan penyelenggara pelayanan publik merupakan kegiatan yang harus dilakukan seiring dengan harapan dan tuntutan seluruh warga negara dan penduduk tentang peningkatan pelayanan publik, sebagai upaya untuk mempertegas hak dan kewajiban setiap warga negara dan penduduk serta terwujudnya tanggung jawab negara dan korporasi dalam penyelenggaraan pelayanan publik, diperlukan norma hukum yang memberi pengaturan secara jelas, sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas dan menjamin penyediaan pelayanan publik sesuai dengan asas-asas umum pemerintahan dan korporasi yang baik serta untuk memberi perlindungan bagi setiap warga negara dan penduduk dari penyalahgunaan wewenang di dalam penyelenggaraan pelayanan publik

Pengertian Pelayanan Publik Menurut Para Ahli
Pelayanan adalah suatu cara melayani, membantu menyiapkan, mengurus dan menyelesaikan keperluan kebutuhan mayarakat, baik secara perorangan, kelompok dan atau golongan, organisasi ataupun sekelompok anggota organisasi).

Dalam pengertian pelayanan tersebut terkandung suatu kondisi bahwa yang melayani memiliki suatu keterampilan, keahlian dibidang tertentu. Berdasarkan keterampilan dan keahlian tersebut pihak aparat yang melayani mempunyai posisi atau nilai lebih dalam kecakapan tertentu, sehingga mampu memberikan bantuan dalam menyelesaikan suatu keperluan, kebutuhan individu atau organisasi.

Dalam pengertian pelayanan tersebut secara konkrit diutarakan :
Pelayanan merupakan salah satu tugas utama aparatur pemerintah, termasuk pelaku bisnis.
Obyek yang dilayani : masyarakat (publik)
Bentuk pelayanan itu berupa barang dan jasa yang sesuai dengan kepentingan kebutuhan masyarakat dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Dengan demikian pelayanan publik dapat diartikan sebagai suatu proses pemenuhan kebutuhan masyarakat terutama yang berkaitan dengan kepentingan umum dan kepentingan golongan atau individu dalam bentuk barang dan jasa.

Pengertian Pelayanan Publik Menurut Para Ahli # Pelayanan adalah suatu bentuk kegiatan pelayanan yang dilaksanakan oleh instansi pemerintah baik di pusat dan daerah maupun BUMN dan BUMD dalam rangka pemenuhan kebutuhan masyarakat sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam kamus besar bahasa Indonesia dinyatakan bahwa pelayanan publik adalah suatu usaha untuk membantu menyiapkan (mengurus) apa yang diperlukan orang lain.

Dalam pelaksanaannya pelayanan dilakukan secara pelayanan profesional, dan prima artinya dilakukan secara konkrit bahwa yang melayani harus memiliki suatu kemampuan dalam melayani, menanggapi kebutuhan khas (unik, khusus, istimewa) orang lain agar mereka puas. Pelayanan prima merupakan pelayanan yang memenuhi standar pelayanan terhadap permintaan, keinginan, dan harapan masyarakat yang mempunyai nilai yang tinggi dan bermutu (berkualitas).

Pengertian Pelayanan Publik Menurut Para Ahli # Selanjutnya, Drs. H. Tamaruddin dalam Pengembangan Pelaksanaan Pelayanan Prima menyebutkan : Tujuan dari pelayanan prima adalah memuaskan dan atau sesuai dengan keinginan pelanggan. Untuk mencapai hal itu, diperlukan kualitas pelayanan yang sesuai dengan kebutuhan dan atau keinginan pelanggan. Zeithaml et el, (1990) seperti dikutip Yun, Yong, dan Loh (1998) menyatakan bahwa mutu pelayanan didefinisikan oleh pelanggan, yaitu kesesuaian antara harapan dan atau keinginan dengan kenyataan.

Lemahnya Etika Pelayanan Publik Di Dalam Birokrasi
Misi aparat birokrasi adalah memberikan pelayanan sebaik-baiknya kepada masyarakat, dengan meningkatkan kualitas sumber daya manusia, sehingga bisa memberikan kesejahteraan dan rasa keadilan pada masyarakat banyak. Pelayanan yang mengacu terkait dengan prinsip-prinsip good governance, sebagaimana tuntutan reformasi yaitu untuk mewujudkan clean government dalam penyelenggaraan negara yang didukung prinsip-prinsip dasar kepastian hukum, akuntabilitas, transparansi, keadilan, profesionalisme, dan demokratis seperti yang dikumandangkan oleh World Bank, UNDP, United Nation, dan beberapa lembaga internasional lainnya.

Akan tetapi, dari beberapa sumber menunjukkan masih ada aparat birokrasi yang mengabaikan pekerjaan melayani, yang sebenarnya menjadi tanggung jawabnya. Hal itu, terlihat dari birokrasi sedang berada dan bekerja pada lingkungan yang hirarkis, birokratis, monopolis, dan terikat oleh political authority (Utomo, 2002). Keadaan ini yang membuat birokrasi menjadi membudaya yang rigid/kaku, ada di lingkungan yang hanya sebatas following the instruction atau mengikuti instruksi. Juga dikarenakan ada di dalam tightening control atau mengencangkan kendali, maka birokrasi menjadi tidak memiliki inisiatif dan kreativitas. Hal ini menjadi isu umum budaya birokrasi yang menginginkan balas jasa (Thoha, 2003). Budaya dan mental birokrat tersebut kontradiktif dengan pelayanan yang terkait untuk mewujudkan prinsip-prinsip good and clean government, dan kurang menempatkan masyarakat sebagai orang yang dilayani, dan justru sebaliknya.

Selanjutnya birokrasi sangat sarat dengan banyak tugas dan fungsi, karena tidak saja terfokus kepada pelayanan publik, tetapi juga bertugas dan berfungsi sebagai motor pembangunan dan aktivitas pemberdayaan (public service, development and empowering). Akibatnya menjadikan birokrasi sebagai lembaga yang tambun sehingga mengurangi kelincahannya.

Birokrasi di Indonesia hingga saat ini belum efektif. Para birokrat di mata publik memiliki citra buruk dan cenderung korup. Mereka tidak dapat mengikuti situasi ekonomi, sosial, dan politik yang sedang berkembang yang menuntut adanya sikap dinamis dan terbuka. Waktu dan biaya yang tidak terukur adalah cermin tidak profesionalnya kerja penopang birokrasi. Mereka masih melestarikan budaya birokrasi kolonial. Inilah budaya birokrasi kita saat ini yang jauh dari kesan melayani masyarakat. Perubahan kepemimpinan yang terjadi ditingkat nasional maupun daerah ternyata tidak mampu mendorong reformasi yang terarah dalam memperbaiki citra birokrat dan sistim birokrasi kita.

Para pejabat politik baru pun harus berkonflik atau berkolusi di bawahnya karena dominasi mereka yang begitu kuat. Karenanya di era reformasi ini, perubahan pejabat politik di level nasional maupun daerah yang dimotori oleh partai politik baru dengan minimnya jaringan birokrasi, pasti selami mengalami resistensi tinggi.

Bureaucratism berdasarkan laporan World Competition Report Indonesia menduduki ranking 31 dari 48 negara. Dalam laporan tersebut Indonesia termasuk tinggi tingkat korupsinya. Selanjutnya, ada juga mengenai pelayanan aparatur birorkasi untuk negara berkembang, di dalamnya termasuk Indonesia.

Faktor buruknya pelayanan aparat birokrasi disebabkan oleh: 1) Gaji rendah (56%), Sikap mental aparat pemerintah (46%), Kondisi ekonomi buruk pada umumnya (32%), Administrasi lemah dan kurangnya pengawasan (48%), dan lain-lain (13%). Persentase lebih dari 100% disebabkan ada respons ganda dari responden (Smith). Dengan demikian, maka diperlukan adanya reformasi birokrasi di Indonesia.

Kata reformasi sampai saat ini masih menjadi idola atau primadona yang didambakan perwujudannya oleh sebagian besar masyarakat Indonesia dalam rangka development, yang diarahkan pada terwujudnya efisiensi, efektivitas, dan clean government. Kita semua tidak menutup mata, bahwa situasi telah berubah, dunia sudah mengglobal, sistem dan nilai pun berubah dan juga berkembang.

Era globalisasi menyentak kita melakukan penyesuaian dan pemikiran yang strategis. Aktivitas reformasi sebagai padanan lain dari change, improvement, atau modernization. Arah yang akan dicapai reformasi adalah, efficiency, effectiveness, dan responsiveness concern in their administrative system.

Khan (1981) memberi pengertian reformasi sebagai suatu usaha perubahan pokok dalam suatu sistem birorkasi yang bertujuan mengubah struktur, tingkah laku, dan keberadaan atau kebiasaan yang telah lama. Sedangkan Quah (1976) mendefinisikan reformasi sebagai suatu proses untuk mengubah proses prosedur birokrasi publik dan sikap serta tingkah laku birokrat untuk mencapai efektivitas birokrasi dan tujuan pembangunan nasional. Dari pengertian ini, maka reformasi ruang lingkupnya tidak hanya terbatas pada proses dan prosedur, tetapi juga mengaitkan perubahan pada tingkat struktur dan sikap serta tingkah laku (the ethics being). Hal ini, berarti menyangkut permasalahan yang bersinggungan dengan authority atau formal power (kekuasaan).

Oleh karena itu, 1) perlu pemikiran pembenahan dan pengembalian fungsi dan misi birokrasi kepada konsep, makna, prinsip yang sebenarnya. 2) Birokrasi sebagai komponen pemerintah harus dikembalikan lagi untuk hanya terfokus kepada fungsi, tugas prinsip pelayanan publik (public service). Dengan demikian, birokrasi akan menjadi lebih lincah dan jelas kinerja atau performancenya. Tidak saja kinerja organisasi atau lembaganya tetapi juga memudahkan untuk membuat performance indicators dari masing-masing aparat atau birokrat. 3) Untuk itu, perlu adanya kebijakan presiden melalui political will melakukan reformasi di bidang birokrasi, dengan melepaskan birokrasi dari fungsi dan tugas dan misi sesungguhnya tidak termasuk dalam kewenangannya. 4) Tetapi juga untuk melepaskan birokrasi sebagai alat politik (netralitas), serta membebaskan birokrasi untuk bersinergi dan berinteraksi dengan customer's oriented yang pada hakikatnya adalah kepentingan pelayanan untuk masyarakat.

Birokrasi dan Pelayanan Publik Pro-kontra revisi UU No.22/1999 telah mencuat menjadi wacana publik. Disinyalir pelaksanaannya dapat melahirkan disintegrasi bangsa, kurang terkontrolnya daerah, serta provinsi dan pusat menjadi powerless. Namun sayangnya, hal-hal yang bersifat teknis luput dari perhatian. Dalam menyongsong otonomi daerah setidaknya ada 4 hal teknis yang perlu dipersiapkan yakni 4 P: pembiayaan, prasarana, partisipasi masyarakat, dan personil.

Penyiapan SDM baik kuantitas dan kualitas (pendidikan, ketrampilan, mental) harus dilakukan. Keempat hal teknis tersebut lupa dipersiapkan, sehingga implementasi dari UU tersebut menjadi sedikit kacau. Penggalian dan pembangunan 4 P dapat dilaksanakan dengan baik dan perlu adanya prasyarat sistem birokrasi yang sehat. Dalam tulisan ini, penulis mencoba menyoroti aspek sistem birokrasi di daerah yang perlu dibenahi.

Pada masa pemerintahan Orde Baru, sistem birokrasi kita tidak jelas, dan cenderung menjadi lembaga politik ketimbang lembaga administratif. Sehingga birokrasi menjadi lembaga upeti, minta dilayani- bukan sebaliknya yang seharusnya melayani publik. Untuk itu, refleksi kesejarahan birokrasi dapat dijadikan tonggak, bagaimana sistem birokrasi tersebut harus dibentuk. Birokrasi menurut Martin Albrow digunakan sejak tahun 1745 oleh Vincent de Gounnay untuk menerangkan pemerintahan Prusia. Birokrasi lahir tepat pada waktunya, tatkala pemeliharaan ketertiban dan ketenteraman dan kemudian upaya untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan menempati prioritas pertama. Penerangan konsep ini berlangsung secara luas dan berkembang di negara industri di Eropa dan Amerika. Birokrasi yang secara etimologis berarti 'kekuasaan di belakang meja' atau meminjam definisi Lance Castle adalah "orang-orang digaji yang berfungsi dalam pemerintahan". Dalam kacamata awam birokrasi adalah aparat pemerintah (pegawai negeri), yang dalam jargon Korpri sebagai abdi negara (yang melayani negara) bukan sebagai abdi rakyat (civil servant) yang melayani masyarakat. Birokrasi juga dapat diartikan sebagai government by bureaus, yaitu pemerintahan biro oleh personil yang diangkat oleh penguasa. Kadangkala birokrasi diartikan sebagai pemerintahan yang kaku, macet, dan segala tuduhan yang negatif terhadap instansi yang berkuasa (red tape).

Rasanya kurang afdol kalau kita membahas birokrasi tanpa menyinggung Weber. Walaupun sesungguhnya Weber secara eksplisit tidak mendefinisikan birokrasi. Birokrasi rasional oleh Weber dibebankan dengan birokrasi patrimonial. Pada pengertian pertama, birokrasi yang dimaksud memisahkan secara tajam antara kantor dan si pemegang jabatan, kondisi yang tepat untuk pengangkatan dan kenaikan pangkat, hubungan otoritas yang disusun secara sistematis antara kedudukan, serta hak dan kewajiban yang diatur dengan tugas. Sedangkan birokrasi patrimonial, kedudukan dan tingkah laku seluruh hirarki sebagian besar bergantung pada hubungan personal-kekeluargaan atau patront-client. Birokrasi yang paling rasional terlebih dahulu mempersyaratkan proposisi-proposisi menurut legitimasi dan otoritas, serta memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
Para anggota staf secara pribadi bebas, hanya menjalankan tugas-tugas impersonal jabatan mereka.
Ada hirarki jabatan jelas.
Fungsi-fungsi jabatan ditentukan secara tegas.
Para pejabat diangkat berdasarkan suatu kontrak.
Mereka dipilih dengan kualifikasi profesional.
Memiliki gaji dan pensiun.
Pos jabatan adalah lapangan kerja pokoknya.
Terdapat struktur karir dan promosi atas dasar merit sistem dan keunggulan.
Apa yang dikemukakan Weber tentang birokrasi rasional merupakan lembaga administratif belaka. Secara fungsional birokrasi dalam suatu negara diperlukan dan berguna memperlancar urusan-urusan pemerintahan dan pelayanan publik. Birokrasi mendapat konotasi positif. Sedangkan menurut pandangan Marx, The bureaucracy had eventually become a caste which claimed to posess, through higher education, the monopoly of the interpretation of the state's interests. Style birokrasi pada masa Orde Baru mirip dengan sinyalemen Marx di atas, yang memonopoli interpretasi atas kebenaran, ideologi, dan simbol-simbol negara. Meminjam istilah Karl D.Jackson model birokrasi Orde Baru disebut bureaucratic polity yang salah satu cirinya adalah bahwa suasana politik menentukan diri dan otonom vis a vis lingkungan domestik. Politik terwujud sebagai persaingan antara lingkaran birokrat-birokrat tingkat tinggi berpangkat tinggi dan perwira-perwira militer. Kepolitikan birokrasi ini menurut Crouch dicirikan oleh 3 hal, yaitu lembaga politik yang dominan adalah birokrasi ; Parlemen, parpol, kelompok kepentingan berada dalam keadaan lemah tanpa mampu mengontrol birokrasi ; massa di luar birokrasi secara politik adalah pasif.

Apa yang dikemukakan oleh Jackson dan Crouch di atas, tidak terlepas dari strategi Soeharto dalam mempertahankan kekuasaan selama 32 tahun dengan jalan mengkooptasi kekuatan nonnegara berada dalam kontrol dirinya melalui legitimasi UU, pengebirian UUD 45, Keppres, serta mengucilkan dan menjebloskan kelompok oplosan. Sehingga monopoli kekuasaan berada di tangannya. Kekuasaan Soeharto dan birokrasi selama 32 tahun tanpa terkontrol, hasilnya adalah kasus mega KKN serta, mental aparat yang bobrok.

Setelah kita bicara birokrasi secara makro-politis, maka kini kita akan membicarakan secara mikro-administratif, yang dikaitkan dengan pelayanan publik. Telah menjadi rahasia umum bahwa pelayanan umum di instansi pemerintah selama ini lamban, ruwet, tidak efisien, dan bahkan menjengkelkan karena banyak calo yang berkeliaran. Kita lihat di samsat, di loket stasiun misalnya, calo yang ada tidak pernah bisa diberantas, malahan dilindungi karena mendatangkan fulus. Hal ini memberi kesan bahwa birokrasi kita adalah ibarat 'benang kusut', akibatnya masyarakat enggan berhadapan dengan birokrasi. Inilah sebuah paradoks birokrasi kita, yang justru tidak mendinamisasi masyarakat. Maka pelayanan publik sebagai fungsi utama Birokrasi mendesak untuk dibenahi dan disertai dengan law enforcement yang tegas.

Sekadar untuk menengok pelayanan publik secara formal, maka menurut keputusan Menpan nomor 81/1993 pelayanan publik adalah segala bentuk pelayanan umum yang dilaksanakan oleh instansi pemerintah di pusat, di daerah, dan di lingkungan BUMN/D dalam bentuk barang dan jasa, baik dalam pemenuhan kebutuhan masyarakat maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan perundang-undangan. pelayanan publik menuntut tata laksana, prosedur kerja, tata kerja, sistem kerja, wewenang, biaya, dll. Secara ideal pelayanan umum yang dilaksanakan harus sedapat mungkin mendorong kreativitas, prakarsa, serta peran serta masyarakat dalam pembangunan. Hubungan aparat dengan masyarakat yang patront-client harus diubah menjadi hubungan produsen-konsumen, atau govenrment-citizen di mana masyarakat merupakan primary stakeholder.

Tuntutan masyarakat sejalan dengan demokratisasi dan perkembangan teknologi, maka pelayanan publik dituntut lebih efisien, serba cepat, computerised, transparansi, komunikatif. Birokrasi modern mengemban misi fairer, faster, better and cheaper. Untuk ke arah itu sistem harus dibenahi, dituntut aparat yang mempunyai skill yang memadai, ramah, berpengetahuan luas, serta ditunjang alat yang canggih. Tanpa itu semua sulit rasanya birokrasi kita mengantisipasi tuntutan pelayanan publik masa-masa mendatang.

Birokrasi kita perlu mengubah orientasi dari 'dilayani' ke 'melayani' demikian pula orientasi negara perlu diubah dari 'beamstenstaat' ke 'peoplestate'. David Osborn dan Ted Gaebler dalam "Reinventing Government" menyarankan adanya perubahan orientasi pemerintahan di antaranya: pemerintahan lebih bertindak sebagai pengarah daripada pelaksana, memberdayakan masyarakat untuk melayani diri daripada memonopoli pelayanan, berorientasi pada hasil ketimbang input, lebih mementingkan kebutuhan masyarakat luas ketimbang birokrasi, menyesuaikan dengan perubahan tuntutan pasar, desentralisasi diperluas untuk meningkatkan partisipasi masyarakat. Perubahan orientasi itu perlu bahkan harus, agar birokrasi kita mampu menghasilkan public good dan public interest atau high quality public goods and service.

Kalau orientasi birokrasi tidak berubah, maka akan timbul ekses-ekses seperti 'immobilism-inability' to functio' (hambatan dan ketidakmampuan menjalankan fungsi-fungsi secara efektif) 'takenism' (pernyataan sikap mendukung secara terbuka, tetapi sesungguhnya hanya melakukan partisipasi minimal dalam pelaksanaannya), maupun 'procrastination' (bentuk partisipasi dengan kualitas pelayanan diturunkan). Dalam realitasnya pemberian pelayanan oleh Pemda kepada masyarakat cenderung birokratis, dan inefesiensi. Jumlah personil birokrasi "unskilled over loaded". Fenomena tersebut menimbulkan beberapa masalah yang berkenaan dengan pelayanan publik, di antaranya:
Masalah akuntabilitas pelayanan publik.
Masalah pilihan penyedia pelayanan (choices).
Pengadaan pelayanan yang kompetitif.
Desentralisasi manajemen.
Kualitas Pelayanan
20 Bentuk Pelanggaran dalam Pelayanan Publik
Penundaan Berlarut
Dalam proses pemberian pelayanan umum kepada masyarakat, penyelenggara layanan secara berkali-kali menunda atau mengulur-ulur waktu dengan alasan yang tidak dapat dipertanggung- jawabkan sehingga proses administrasi yang sedang dikerjakan menjadi tidak tepat waktu sebagaimana ditentukan (secara patut) dan mengakibatkan pelayanan umum tidak ada kepastian.

Tidak Menangani
Penyelenggara layanan sama sekali tidak melakukan tindakan yang semestinya wajib dilakukan (menjadi kewajibannya) dalam rangka memberikan pelayanan umum kepada masyarakat.

Persekongkolan
Penyelenggara Layanan bersekutu dan turut serta melakukan kejahatan, kecurangan, melawan hukum dalam memberikan pelayanan umum kepada masyarakat.

Pemalsuan
Perbuatan meniru suatu secara tidak sah atau melawan hukum untuk kepentingan menguntungkan diri sendiri, orang lain dan/atau kelompok sehingga menyebabkan tidak dapat dilaksanakannya pelayanan umum kepada masyarakat secara baik.

Diluar Kompetensi
Dalam proses pemberian pelayanan umum, seorang pejabat publik memutuskan sesuatu yang bukan menjadi wewenangnya sehingga masyarakat tidak memperoleh pelayanan secara baik.

Tidak Kompeten
Dalam proses pemberian pelayanan umum, penyelenggara layanan tidak mampu atau tidak cakap dalam memutuskan sesuatu sehingga pelayanan yang diberikan kepada masyarakat menjadi tidak memadai (tidak cukup baik).

Penyalahgunaan Wewenang
Seorang pejabat publik menggunakan wewenangnya (hak dan kekuasaan untuk bertindak) untuk keperluan yang tidak sepatutnya sehingga menjadikan pelayanan umum yang diberikan tidak sebagaimana mestinya.

Bertindak Sewenang-wenang
Seorang penyelenggara layanan menggunakan wewenangnya (hak dan kekuasaan untuk bertindak) melebihi apa yang sepatutnya dilakukan sehingga tindakan dimaksud bertentangan dengan ketentuan yang berlaku dan mengakibatkan pelayanan umum tidak dapat diberikan secara memadai.

Permintaan Imbalan Uang/Korupsi
Dalam proses pemberian pelayanan umum kepada masyarakat, seorang penyelenggara layanan meminta imbalan uang dan sebagainya atas pekerjaan yang sudah semestinya dia lakukan (secara cuma-cuma) karena merupakan tanggung jawabnya. Seorang pejabat atau penyelenggara layanan menggelapkan uang negara, perusahaan (negara), dan sebagainya untuk kepentingan pribadi atau orang lain sehingga menyebabkan pelayanan umum tidak dapat diberikan kepada masyarakat secara baik.

Kolusi dan Nepotisme
Dalam proses pemberian pelayanan umum kepada masyarakat, penyelenggara layanan melakukan tindakan tertentu untuk mengutamakan sanak famili sendiri tanpa kriteria objektif dan tidak dapat dipertanggungjawabkan (tidak akuntable), baik dalam memperoleh pelayanan maupun untuk dapat duduk dalam jabatan atau posisi dilingkungan pemerintahan.

Penyimpangan Prosedur
Dalam proses pemberikan pelayanan umum, penyelenggara layanan tidak mematuhi tahapan kegiatan yang telah ditentukan dan secara patut, baik berdasarkan peraturan perundang-perundang-undangan yang berlaku atau asas-asas kepatutan yang berlaku umum.

Melalaikan Kewajiban
Dalam proses pemberian pelayanan umum, seorang penyelenggara layanan bertindak kurang hati-hati dan tidak mengindahkan apa yang semestinya menjadi tanggungjawabnya.

Bertindak Tidak Layak/ Tidak Patut
Dalam proses pemberian pelayanan umum, penyelenggara layanan melakukan sesuatu yang tidak wajar, tidak patut, dan tidak pantas sehingga masyarakat tidak mendapatkan pelayanan sebagaimana mestinya.

Penggelapan Barang Bukti
Seorang pejabat publik terkait dengan proses penegakan hukum telah menggunakan barang, uang dan sebagainya secara tidak sah, yang merupakan alat bukti suatu perkara sehingga mengakibatkan pelayanan umum yang semestinya diterima pihak yang berperkara menjadi terganggu.

Penguasaan Tanpa Hak
Seorang pejabat publik memenguasai sesuatu yang bukan milik atau kepunyaannya secara melawan hak, mengakibatkan pelayanan umum terkait dengan hak tersebut tidak diperoleh sipemilik hak.

Bertindak Tidak Adil
Dalam proses pemberian pelayanan umum, seorang peneyelenggara layanan melakukan tindakan memihak, melebihi atau mengurangi dari yang sewajarnya, sehingga masyarakat memperoleh pelayanan tidak sebagaimana mestinya.

Intervensi
Penyelenggara layanan melakukan campur tangan terhadap kegiatan yang bukan menjadi tugas dan kewenangannya sehingga mempengaruhi proses pemberian pelayanan umum kepada masyarakat.

Nyata-nyata Berpihak
Dalam proses pemberian pelayanan umum, seorang pejabat publik bertindak berat sebelah dan lebih mementingkan salah satu pihak tanpa memperhatikan ketentuan berlaku sehingga keputusan yang diambil merugikan pihak lainnya.

Pelanggaran Undang-Undang
Dalam proses pemberian pelayanan umum, penyelenggara layanan secara sengaja melakukan tindakan menyalahi atau tidak mematuhi ketentuan perundangan yang berlaku sehingga masyarakat tidak memperoleh pelayanan secara baik.

Perbuatan Melawan Hukum
Dalam proses pemberian pelayanan umum, penyelenggara layanan melakukan perbuatan bertentangan dengan ketentuan berlaku dan kepatutan sehingga merugikan masyarakat yang semestinya memperoleh pelayanan umum.
*) Dikutip dari buku “Panduan Investigasi untuk Ombudsman Indonesia”, diterbitkan oleh Komisi Ombudsman Nasional, tahun 2003.

dapat disimpulkan :

pelayanan publik : melayani sepenuh hati, ikhlas karena untuk kepentingan bersama bukan individu / golongan harus adil tanpa terkecuali.

Materi :
http://ondyx.blogspot.com/2014/01/lemahnya-etika-pelayanan-publik-di.html
http://upkp2.batangkab.go.id/20-bentuk-pelanggaran-dalam-pelayanan-publik/
http://elfriza.blogspot.com/2014/09/pengertian-pelayanan-publik-menurut.html




MAKALAH KEUANGAN NEGARA ANALISIS STRUKTUR APBN & APBD

BAB I
PENDAHULUAN

Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan negara Indonesia yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat. APBN berisi daftar sistematis dan terperinci yang memuat rencana penerimaan dan pengeluaran negara selama satu tahun anggaran bisa dibaratkan sebagai anggaran rumah tangga ataupun anggaran perusahaan yang memiliki dua sisi, yaitu sisi penerimaan dan sisi pengeluaran.
Penyusunan anggaran senantiasa dihadapkan pada ketidakpastian pada kedua sisi. Misalnya, sisi penerimaan anggaran rumah tangga akan sangat tergantung pada ada atau tidaknya perubahan gaji/upah bagi rumah tangga yang memilikinya.
 Demikian pula sisi pengeluaran anggaran rumah tangga, banyak dipengaruhi perubahan harga barang dan jasa yang dikonsumsi. Sisi penerimaan anggaran perusahaan banyak ditentukan oleh hasil penerimaan dari penjualan produk, yang dipengaruhi oleh daya beli masyarakat sebagai cerminan pertumbuhan ekonomi.
 Adapun sisi pengeluaran anggaran perusahaan dipengaruhi antara lain oleh perubahan harga bahan baku, tarif listrik dan bahan bakar minyak (BBM), perubahan ketentuan upah, yang secara umum mengikuti perubahan tingkat harga secara umum. Ketidakpastian yang dihadapi rumah tangga dan perusahaan dalam menyusun anggaran juga dihadapi oleh para perencana anggaran negara yang bertanggungjawab dalam penyusunan Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN). Setidaknya terdapat enam sumber ketidakpastian yang berpengaruh besar dalam penentuan volume APBN yakni (i) harga minyak bumi di pasar internasional; (ii) kuota produksi minyak mentah yang ditentukan OPEC; (iii) pertumbuhan ekonomi; (iv) inflasi; (v) suku bunga; dan (vi) nilai tukar Rupiah terhadap Dolar Amerika (USD). Penetapan angka-angka keenam unsure diatas memegang peranan yang sangat penting dalam penyusunan APBN. Hasil penetapannya disebut sebagai asum-asumsi dasar penyusunan RAPBN. Penerimaan dan pengeluaran untuk anggaran negara lazim disebut pendapatan dan belanja.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) merupakan alat utama pemerintah untuk mensejahterakan rakyatnya dan sekaligus alat pemerintah untuk mengelola perekonomian negara. Sebagai alat pemerintah, APBN bukan hanya menyangkut keputusan ekonomi, namun juga menyangkut keputusan politik. Dalam konteks ini, DPR dengan hak legislasi, penganggaran, dan pengawasan yang dimilikinya perlu lebih berperan dalam mengawal APBN. sehingga APBN benar-benar dapat secara efektif menjadi instrumen untuk mensejahterakan rakyat dan mengelola perekonomian negara dengan baik.
Dalam rangka mewujudkan good governance dalam penyelenggaraan pemerintahan negara, sejak beberapa tahun yang lalu telah diintrodusir Reformasi Manajemen Keuangan Pemerintah. Reformasi tersebut mendapatkan landasan hukum yang kuat dengan telah disahkannya UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, UU No. 1 Tahun 2004 tentang PerbendaharaanNegara, dan UU No. 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara.

B.     Rumusan Masalah
Adapun rumusan dari makalah ini yaitu untuk mengetahui peranan dan fungsi APBN dalam pengalokasian sumber-sumber pendapatan suatu Negara untuk mensejahterakan kehidupan masyarakat dan bangsa dan Negara.
1.      Pengertian Ruang Lingkup APBN & APBD
2.      Mengetahui berbagai bentuk  Struktur dan susunan APBN & APBD
3.      Dapat mengetahui tentang Prinsip-prinsip dalam APBN &APBD
4.      Bagaimanakah bentuk Anggaran pendapatan  dan pengeluaran  Negara
5.      Mengetahui Tentang Surplus Dan Keseimbangan dalam APBN & APBD

C.    Tujuan
Tujuan yang ingin di capai dalam penulisan makalah ini yaitu dapat memberikan suatu solusi yang tepat agar di dalam suatu Negara bisa memberikan wujud yang nyata dalam pengolahan dana dan pengalokasian sumber – sumber pendapatan Negara atau pengeluaran Negara, jadi kami sebagai penyusun makalah ini sangat berharap sekali agar prekonomian Negara kita ini tidak mengalami keterpurukan dan masyarakat Indonesia bisa hidup dengan sejahtera
BAB II
PEMBAHASAN

2. 1   APBN ( Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara )

A.    Pengertian Dan Ruang Lingkup APBN
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan negara yang disetujui oleh Dewan PerwakilanRakyat. (Pasal 1 angka 7, UU No. 17/2003). Merujuk Pasal 12 UU No. 1/2004.
Tentang Perbendaharaan Negara, APBN dalam satu tahun anggaran meliputi:
a.     Hak pemerintah pusat yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan.
b.      Kewajiban pemerintah pusat yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan
c.     Penerimaan yang perlu dibayar kembali dan atau pengeluaran yang akanditerima kembali, baik pada tahun anggaran yang bersangkutan maupun pada tahun-tahun anggaran berikutnya.
Semua penerimaan dan pengeluaran negara dilakukan melalui rekening kas umum negara. (Pasal 12 ayat (2) UU No. 1/2004)Tahun anggaran adalah periode pelaksanaan APBN selama 12 bulan. Sejak tahun 2000, Indonesia menggunakan tahun kalender sebagai tahun anggaran, yaitu dari tanggal 1 Januari sampai dengan tanggal 31 Desember. Sebelumnya, tahun anggaran dimulai tanggal 1 April sampai dengan 31 Marettahun berikutnya. Penggunaan tahun kalender sebagai tahun anggaran ini kemudian dikukuhkan dalam UU Keuangan Negara dan UU Perbendaharaan Negara (Pasal 4 UU No. 17/2003 dan Pasal 11 UU No. 1/2004).
Sebagaimana ditegaskan dalam Bagian Penjelasan UU No. 17/2003,anggaran adalah alat akuntabilitas, manajemen, dan kebijakan ekonomi. Sebagai fungsi akuntabilitas, pengeluaran anggaran hendaknya dapatdipertanggungjawabkan dengan menunjukkan hasil (result) berupa outcome atau setidaknya output dari dibelanjakannya dana-dana publik tersebut. Sebagai alat manajemen, sistem penganggaran selayaknya dapat membantu aktivitas berkelanjutan untuk memperbaiki efektifitas dan efisiensi program pemerintah.Sedangkan sebagai instrumen kebijakan ekonomi, anggaran berfungsi untuk mewujudkan pertumbuhan dan stabilitas perekonomian serta pemerataan pendapatan dalam rangka mencapai tujuan bernegara.
Merujuk Pasal 3 Ayat (4) UU No. 17/2003, APBN mempunyai fungsi otorisasi, perencanaan, pengawasan, alokasi, distribusi dan stabilisasi. Fungsi otorisasi mengandung arti bahwa anggaran negara menjadi dasar untuk melaksanakan pendapatan dan belanja pada tahun yang bersangkutan. Fungsi perencanaan mengandung arti bahwa anggaran negara menjadi pedoman bagi manajemen dalam merencanakan kegiatan pada tahun yang bersangkutan. Fungsi pengawasan mengandung arti bahwa anggaran negara menjadi pedoman untuk menilai apakah kegiatan penyelenggaraan negara sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan.
Fungsi alokasi mengandung arti bahwa Anggaran negara harus diarahkan untuk mengurangi pengangguran dan  pemborosan sumber daya, serta meningkatkan efisiensi dan efektifitas perekonomian. Fungsi distribusi mengandung arti bahwa kebijakan anggaran negara harus memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan. Fungsi stabilisasi mengandung arti bahwa anggaran pemerintah menjadi alat untuk memelihara dan mengupayakan keseimbangan fundamental perekonomian.


  Fungsi Anggaran Pendapatan Belanja Negara ( APBN )

1.   Fungsi alokasi, yaitu penerimaan yang berasal dari pajak dapat dialokasikan untuk pengeluaran yang bersifat umum, seperti pembangunan jembatan, jalan, dan taman umum.
2.   Fungsi distribusi, yaitu pendapatan yang masuk bukan hanya digunakan untuk kepentingan umum,tetapi juga dapat dipindahkan untuk subsidi dan dana pensiun.
3.  Fungsi stabilisasi, yaitu Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) berfungsi sebagai pedoman agar pendapatan dan pengeluaran keunagn negara teratur sesuai dengan di terapkan.Jika pemndapatan dipakai sesuai dengan yang di terapkan,Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) berfungsi sebagai stabilisator.
 Struktur Dan Susunan APBN

Struktur APBN terdiri dari pendapatan negara dan hibah, belanja negara, keseimbangan primer, surplus/defisit, dan pembiayaan. Sejak Tahun 2000, Indonesia telah menguba komposisi APBN dari T-account menjadi I-account sesuai dengan standar statistik keuangan pemerintah, Government Finance Statistics (GFS).
1.      Pendapatan Negara dan Hibah.
Penerimaan APBN diperoleh dari berbagai sumber. Secara umum yaitu penerimaan pajak yang meliputi pajak penghasilan (PPh), pajak pertambahan nilai (PPN), Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), Cukai, dan Pajak lainnya, serta Pajak Perdagangan (bea masuk dan pajak/pungutan ekspor) merupakan sumber penerimaan utama dari APBN.
Selain itu, penerimaan negara bukan pajak (PNBP) meliputi penerimaan dari sumber daya alam, setoran laba BUMN, dan penerimaan bukan pajak lainnya, walaupun memberikan kontribusi yang lebih kecil terhadap total penerimaananggaran,jumlahnya semakin meningkat secara signifikan tiap tahunnya Berbeda dengansistem penganggaran sebelum tahun anggaran 2000, pada system penganggaran saat ini sumber-sumber pembiayaan (pinjaman) tidak lagi dianggap sebagai bagian dari penerimaan.
Dalam pengadministrasian penerimaan negara, departemen/lembaga tidak boleh menggunakan penerimaan yang diperolehnya secara langsung untuk membiayai kebutuhannya. Beberapa pengeculian dapat diberikan sesuai dengan peraturan perundang-undangan terkait.

2.      Belanja Negara.
Belanja negara terdiri atas anggaran belanja pemerintah pusat, dana perimbangan, serta dana otonomi khusus dan dana penyeimbang.nSebelum diundangkannya UU No. 17/2003, anggaran belanja pemerintah pusat dibedakan atas pengeluaran rutin dan pengeluaran pembangunan. UU No. 17/2003 mengintrodusing uniffied budget sehingga tidak lagi ada pembedaan antara pengeluaran rutin dan pengeluaran pembangunan. Dana perimbangan terdiri atas dana bagi hasil, dana alokasi umum (DAU), dan dana alokasi khusus (DAK). Sementara itu, dana otonomi khusus dialokasikan untuk provinsi Daerah Istimewa Aceh dan provinsi Papua.

3.      Defisit dan Surplus.
Defisit atau surplus merupakan selisih antara penerimaan dan pengeluaran. Pengeluaran yang melebihi penerimaan disebut defisit; sebaliknya, penerimaan yang melebihi pengeluaran disebut surplus. Sejak Tahun 2000, Indonesia menerapkan anggaran defisit menggantikan anggaran berimbang dan dinamis yang telah digunakan selama lebih dari tiga puluh tahun. Dalam tampilan APBN, dikenal dua istilah defisit anggaran, yaitu: keseimbangan primer (primary balance) dan keseimbangan umum (overall balance). Keseimbangan primer adalah total penerimaan dikurangi belanja tidak termasuk pembayaran bunga. Keseimbangan umum adalah total penerimaan  dikurangi belanja termasuk pembayaran bunga.

4.      Pembiayaan.
Pembiayaan diperlukan untuk menutup defisit anggaran. Beberapa sumber pembiayaan yang penting saat ini adalah: pembiayaan dalam negeri (perbankan dan non perbankan) serta pembiayaan luar negeri (netto) yang merupakan selisih antara penarikan utang luar negeri (bruto) dengan pembayaran cicilan pokok utang luar negerI.

Prinsip-prinsip Dalam APBN
1.      Prinsip Anggaran APBN
2.      Prinsip Anggaran dinamis
3.      Prinsip Anggaran Fungsional
Sejak tahun 1999 tidak lagi digunakan prinsip anggaran berimbang dalam menyusun APBN. APBN disusun berdasarkan prinsip anggaran defisit.

a.      Prinsip Anggaran Defisit
Bedanya dengan prinsip anggaran berimbang adalah bahwa pada anggaran defisit ditentukan :
 Pinjaman LN tidak dicatat sebagai sumber penerimaan melainkan sebagai sumber pembiayaan.
Defisit anggaran ditutup dengan sumber pembiayaan DN + sumber pembiayaan LN (bersih)
*      Anggaran Defisit                                    
PNH – BN = DA                            
DAP = AP – TP
PbDN = PkDN + Non-Pk DN        
PbLN  = PPLN – PC PULN
Keterangan :                                              
PNH = pendapatan negara dan  hibah
BN    = belanja negara
DA   = defisit Anggaran
PbDN= pembiayaan DN
PkDN= Perbankan DN
Non-PkDN = Non-Perbankan DN
PbLN= pembiayaan LN
PPLN= penerimaan pinjaman LN
PCPULN = pembayaran cicilan pokok Utang luar Negeri
BLN  = bantuan luar negeri

*      Anggaran Berimbang
PDN – PR    = TP
DAP = AP – TP   
 Keterangan :
PDN = Pendapatan DN
PR    = Pengeluaran Rutin
TP    = Tabungan Pemerintah
DAP = Defisit Anggaran Pembangunan
AP    = Anggaran Pembangunan

b.      Prinsip Anggaran Dinamis
          Ada anggaran dinamis absolut dan anggaran dinamis relatif.
 Anggaran bersifat dinamis absolut apabila Tabungan Pemerintah (TP)  dari tahun ke tahun terus meningkat.
Anggaran bersifat dinamis relatif apabila prosentase kenaikan TP (TP) terus meningkat atau prosentase ketergantungan pembiayaan pembangunan dari pinjaman luar negeri terus menurun.
c.       Prinsip Anggaran Fungsional
Anggaran fungsional berarti bahwa bantuan/ pinjaman LN hanya berfungsi untuk membiayai anggaran belanja pembangunan (pengeluaran pembangunan) dan bukan untuk membiayai anggaran belanja rutin.
 Prinsip ini sesuai dengan azas “bantuan luar negeri hanya sebagai pelengkap” dalam pembiayaan pembangunan. Artinya semakin kecil sumbangan bantuan/ pinjaman luar negeri terhadap pembiayaan anggaran pembangunan, maka makin besar fungsionalitas anggaran.

Instrumen Kebijakan Fiskal
a.       Pembiayaan fungsional
Pengeluaran pemerintah ditentukan dengan melihat akibat-akibat tidak langsung terhadap pendapatan nasional.
Pajak dipakai untuk mengatur pengeluaran swasta, bukan untuk meningkatkan penerimaan pemerintah.
Pinjaman dipakai sebagai alat untuk menekan inflasi lewat pengurangan dana yang ada di masyarakat.

b.      Pengeluaran Anggaran
Pengeluaran pemerintah, perpajakan dan pinjaman dipergunakan secara terpadu untuk mencapai kestabilan ekonomi.
Dalam jangka panjang diusahakan adanya anggaran belanja seimbang. Namun pada masa depresi digunakan anggaran defisit

 Analisis Kebijakan Fiskal
 Kebijakan fiskal secara umum diarahkan pada empat sasaran utama :
a.        Menciptakan stimulus fiskal
Guna menciptakan stimulus fiskal dengan sasaran penerimaan manfaat yang lebih tepat, pemerintah telah mengeluarkan peraturan-peraturan administratif dan menciptakan mekanisme penyaluran dana secara transparan.
b.      Memperkuat Basis Penerimaan
Upaya memperkuat basis penerimaan ditempuh melalui perbaikan administrasi dan struktur pajak, ekstensifikasi penerimaan pajak dan bukan pajak, seperti penjualan saham BUMN, penjualan asset BPPN.
c.        Mendukung Program Rekapitalisasi Perbankan
Upaya untuk menunjang program rekapitalisasi dan penyehatan perbankan dilakukan dengan memasukkan biaya restruktursiasi perbankan ke dalam APBN.


d.      Mempertahankan Prinsip Pembiayaan Defisit
Pemerintah tetap mempertahankan prinsip untuk tidak menggunakan pembiayaan defisit anggaran dari bank sentral dan bank-bank di dalam negeri.
Pemerintah tetap mengupayakan pinjaman dari luar negeri, yang diperboleh dari lembaga keuangan internasional seperti bank Dunia, ADB, dan OECF serta sejumlah negara sahabat secara bilateral, terutama dalam kerangka CGI.



Surat Utang Negara (SUN)
 Pada tahun 2002 pemerintah memberlakukan Undang-Undang No. 24 Tahun 2002 tentang Surat Utang Negara (SUN). Sebelum undang-undang ini disahkan, istilah Surat Utang Negara lebih dikenal sebagai “obligasi pemerintah”Beberapa point yang penting mengenai SUN adalah :
a.       Tema pokok UU SUN adalah memberikan “standing appropriation”, yaitu jaminan pemerintah kepada pasar untuk membayar semua kewajiban pokok dan bunga utang yang timbul akibat penerbitan SUN.
b.      Surat Utang Negara terdiri dari Surat  Perbendaharaan Negara (SPN) semacam T-Bills di AS dan Obligasi Negara (ON).
Catatan :
SPN merupakan SUN berjangka waktu sampai dengan 12 bulan dengan pembayaran bunga secara diskonto (mirip SBI)
ON merupakan SUN berjangka waktu lebih dari 12 bulan dengan kupon dan/ atau pembayaran bunga secara diskonto
c.       Tujuan penerbitan SUN adalah
 Membiayai defisit APBN
Menutup kekurangan kas jangka pendek akibat ketidaksesuaian antara arus kas penerimaan dan pengeluaran pada rekening kas negara dalam satu tahun anggaran
Mengelola  portofolio utang negara.

B.     Kebijakan Anggaran Defisit
Sejak Indonesia ditimpa sejumlah gejolak ekonomi eksternal, pemerintah akhirnya memastikan revisi APBN 2008 lebih awal dari waktu biasanya, bulan Juli. Salah satu perubahan pokok terletak pada peningkatan defisit anggaran dari 1,7% PDB menjadi 2% PDB. Selain defisit, beberapa asumsi dan target makro ekonomi dipastikan mengalami revisi seperti pertumbuhan ekonomi, inflasi, lifting minyak, harga minyak mentah, dan lain-lain.
Pada dasarnya terdapat tiga gejolak eksternal yang berimbas pada perekonomian Indonesia.
 Pertama, lonjakan drastis harga minyak mentah dunia hingga sempat menyentuh level psikologis USD 100 per barel. Beruntunglah, harga minyak kembali turun dan berfluktuasi di posisi USD 80-90 per barel. Namun, angka ini tergolong masih tinggi dari harga normal yaitu kisaran USD 60 per barel, atau sesuai asumsi APBN 2008, sehingga subsidi BBM yang dibiayai APBN tetap membengkak. 
Kedua, lonjakan harga internasional beberapa produk dan bahan pangan, salah satunya kedelai yang mengalami kenaikan dramatis hingga di atas 100%. Masalahnya, beberapa produk dan bahan pangan yang harganya melonjak, sebagian diimpor untuk memenuhi kekurangan produksi domestik. Dalam kondisi krisis pangan, lonjakan harga ini mendorong pemerintah meningkatkan anggaran subsidi pangan yang juga dibiayai APBN.
Ketiga, perlambatan ekonomi Amerika Serikat, terutama disebabkan efek multiplier (ganda) krisis kredit macet perumahan. Krisis ini berlangsung lebih lama, melebihi prediksi ahli ekonomi, sebab respon positif pasar terhadap kebijakan pemerintah berupa pengucuran dana miliaran dolar dan penurunan suku bunga utama Bank Sentral AS, tidak banyak berarti. Dengan demikian, perbankan di AS masih ragu-ragu mengucurkan kredit untuk menghindari kerugian bila bernasib sama dengan kredit perumahan. Tidak optimalnya perbankan menjalankan fungsi intermediasi membuat beberapa sektor usaha yang bergantung pada kredit jadi stagnan, dan akhirnya berpengaruh pada perlambatan ekonomi. Padahal, perekonomian AS merupakan penyumbang terbesar pertumbuhan ekonomi dunia. Karena itu, bila ekonomi AS melambat, secara langsung menurunkan rata-rata pertumbuhan ekonomi dunia. Kondisi Indonesia yang makin terintegrasi dengan perekonomian dunia yang dijalin melalui perdagangan internasional, tidak bisa dimungkiri tidak mengalami perlambatan pertumbuhan ekspor, sehingga ikut mempengaruhi pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Fenomena pertama dan kedua merupakan penyebab utama membengkaknya belanja, seiring peningkatan subsidi. Subsidi BBM diperkirakan meningkat dari Rp 45,8 triliun menjadi Rp 116,8 triliun dan subsidi listrik meningkat dari Rp 29,8 triliun menjadi Rp 54,2 triliun. Untuk menjaga stabilitas harga pangan dalam negeri, anggaran subsidi pangan Rp 7,2 triliun di APBN tentu jauh di bawah kebutuhan stabilisasi, sehingga dibutuhkan tambahan anggaran yang tidak sedikit.
Karena itu, dalam revisi APBN 2008, pemerintah mengusulkan kenaikan defisit APBN dari rencana awal Rp 73,3 triliun atau 1,7% PDB menjadi Rp 87,3 triliun atau 2% PDB. Penerimaan negara naik dari Rp 781,3 triliun menjadi Rp 823,3 triliun. Sedangkan belanja negara juga meningkat dari Rp 854,6 triliun menjadi Rp 910,6 triliun.
 Dengan demikian, pembengkakan belanja terus terjadi meski revisi plus sembilan langkah penyelamatan APBN diimplementasikan. Sembilan langkah tersebut adalah optimalisasi perpajakan, PNBP, dan dividen BUMN; penggunaan dana cadangan APBN; penghematan dan penajaman prioritas belanja kementerian/lembaga negara; perbaikan parameter produksi dan subsidi BBM dan listrik; program hemat energi dan efisiensi di Pertamina dan PLN; pemanfaatan dana kelebihan di daerah; penerbitan obligasi dan optimalisasi pinjaman program; pengurangan beban pajak komoditas pangan strategis; penambahan subsidi pangan. Namun, dampak lebih parah lagi bila langkah-langkah tersebut tak diimplementasikan. Diperkiran defisit membengkak menjadi 4,2% PDB atau Rp 185,4 triliun.
Defisit anggaran terjadi bila belanja pemerintah melebihi penerimaan. Selisih atau kelebihan belanja dari penerimaan sama jumlahnya dengan besarnya defisit. Dengan demikian, besaran defisit selalu sama dengan utang pemerintah yang dibutuhkan untuk menutupi belanja. Peningkatan jumlah defisit anggaran sampai batas tertentu, biasanya proporsi PDB, secara teoritis dibenarkan. Sebab dalam suatu siklus, perekonomian tidak selalu mengalami posisi di mana penerimaan di atas belanja, apalagi bila terdapat gejolak ekonomi eksternal seperti saat ini. Namun, defisit yang terlalu berlebihan dikhawatirkan mengancam stabilitas keuangan negara, seperti kejadian di AS, sehingga pasar kurang percaya pada kemampuan fiskal pemerintah. Di negara berkembang, biasanya batas aman defisit tidak melebihi 3% PDB.
Posisi APBN sebagai alat penyelamat perekonomian dari gejolak eksternal harus benar-benar dioptimalkan. Meski sifatnya jangka pendek, harapannya APBN tetap mampu menjalankan tiga fungsi utamanya yakni stabilisasi, alokasi, dan distribusi. Karena itu, kebijakan anggaran dengan peningkatan defisit merupakan langkah paling tepat saat ini. Namun, letak masalah yang kerapkali disoroti adalah sumber pembiayaan. Akumulasi utang pemerintah dari domestik dan asing telah menjadi masalah tersendiri bagi perekonomian. Apalagi bila si kreditor mensyaratkan ikut campur tangan pada perumusan kebijakan pemerintah. Trauma atas penyakit utang yang dimunculkan rezim orde baru, nampaknya akan menggeser sumber pembiayaan defisit pada penerbitan obligasi atau surat utang pemerintah. Langkah ini dinilai lebih aman, bisa dikontrol, dan lepas dari intervensi kreditor.
Di tengah gejolak eskternal, harapan kita agar langkah yang ditempuh pemerintah merupakan yang terbaik buat kesehatan keuangan negara dan keberlanjutan pembangunan ekonomi. Bagaimanapun juga, perekonomian Indonesia yang makin terintegrasi dengan dunia memang menjadi risiko tersendiri bila terjadi gejolak seperti saat ini. Sebagai negara ekonomi kecil, Indonesia tidak punya kuasa mengentikan gejolak yang layaknya badai yang siap memporak-porandakan perekonomian. Namun, kita tetap punya kuasa memperkokoh “rumah” ekonomi yang dibangun oleh multi landasan, salah satunya melalui kebijakan fiskal yang ditopang APBN.


C.    Surplus Dan Seimbang
Defisit atau surplus merupakan selisih antara penerimaan dan pengeluaran. Pengeluaran yang melebihi penerimaan disebut defisit; sebaliknya, penerimaan yang melebihi pengeluaran disebut surplus. Sejak Tahun 2000, Indonesia menerapkan anggaran defisit menggantikan anggaran berimbang dan dinamis yang telah digunakan selama lebih dari tiga puluh tahun. Dalam tampilan APBN, dikenal dua istilah defisit anggaran, yaitu: keseimbangan primer (primary balance) dan keseimbangan umum (overall balance). Keseimbangan primer adalah total penerimaan dikurangi belanja tidak termasuk pembayaran bunga. Keseimbangan umum adalah total penerimaan dikurangi belanja termasuk pembayaran bunga.
Jadi di sini yang di maksud dengan keseimbangan surplus dapat di nilai dari penerimaan suatu Negara dengan belanjah pemerintah yang sama-sama akan mencapai titik keseimbangan antara penerimaan dan belanjah Negara. Kita dapat menilai hasil dari suatu proses pengimplementasikan semua peranan struktur dan sudah menjalankan tugas dan fungsi sebagai orang yang mengatur dan menjalankan suatu prekonomian Negara yang baik.



2. 2   APBD ( Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah )

A.    PENDAPATAN ASLI DAERAH
Adalah pendapatan yang diperoleh daerah berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan untuk mengumpulkan dana guna keperluan daerah yang bersangkutan dalam membiayai kegiatannya. PAD terdiri dari pajak daerah, retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah dan pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah.
·                     Pajak daerah Pungutan yang dilakukan Pemerintah Daerah berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku. Pajak daerah ini dapat dibedakan dalam dua kategori yaitu pajak daerah yang ditetapkan oleh peraturan daerah dan pajak negara yang pengelolaannya dan penggunaannya diserahkan kepada daerah.
·                     Retribusi daerah Retribusi Daerah adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan.
·                     Hasil Penjualan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan Adalah penerimaan yang berupa hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, yang terdiri dari bagian laba Perusahaan Daerah Air Minum, bagian laba lembaga keuangaan bank, bagian laba lembaga keuangan non bank, bagian laba perusahaan milik daerah lainnya dan bagia laba atas penyertaan modal/investasi kepada pihak ketiga.
·                     Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah Meliputi hasil penjualan kekayaan daerah yang tidak dapat dipisahkan, jasa giro, pendapatan bunga dan komisi, potong ataupun bentuk lain sebagai akibat penjualan dan atau pengadaan barang dan/atau jasa oleh Daerah.

B.    DANA PERIMBANGAN
Dana Perimbangan adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada Daerah untuk mendanai kebutuhan Daerah dalam rangka pelaksanaan Desentralisasi. Berdasarkan UU No 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat Dan Pemerintahan Daerah, dana perimbangan terdiri dari:
·                     Dana Bagi Hasil adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada Daerah berdasarkan angka persentase untuk mendanai kebutuhan Daerah dalam rangka pelaksanaan Desentralisasi. Dana Bagi Hasil bersumber dari pajak dan sumber daya alam.
·                     Dana Alokasi Umum, selanjutnya disebut DAU adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar-Daerah untuk mendanai kebutuhan Daerah dalam rangka pelaksanaan Desentralisasi.
·                     Dana Alokasi Khusus, selanjutnya disebut DAK, adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada Daerah tertentu dengan tujuan untuk membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan Daerah dan sesuai dengan prioritas nasional.

C.    LAIN-LAIN PENDAPATAN YANG SAH
·                     Hibah Tidak Mengikat Hibah tidak mengikat diartikan bahwa pemberian hibah tersebut ada batas akhirnya tergantung pada kemampuan keuangan daerah dan kebutuhan atas kegiatan tersebut dalam menunjang penyelenggaraan pemerintahan daerah. Hibah berasal dari pemerintah, pemerintah daerah lainnya, badan/lembaga,organisasi swasta dalam negeri, kelompok masyarakat/perorangan, dan lembaga luar negeri yang tidak mengikat.
·                     Dana Darurat Dari Pemerintah Dana Darurat adalah dana yang berasal dari APBN yang dialokasikan kepada Daerah yang mengalami bencana nasional, peristiwa luar biasa, dan/atau krisis solvabilitas. Dana darurat dari pemerintah dalam rangka penanggulangan korban atau kerusakan akibat bencana alam. Pemerintah mengalokasikan Dana Darurat yang berasal dari APBN untuk keperluan mendesak yang diakibatkan oleh bencana nasional dan/atau peristiwa luar biasa yang tidak dapat ditanggulangi oleh Daerah dengan menggunakan sumber APBD.
·                     Dana Bagi Hasil Pajak Dari Propinsi Ke Kabupaten Atau Kota Penganggaran dana bagi hasil yang bersumber dari pendapatan provinsi kepada kabupaten/kota atau pendapatan kabupaten/kota kepada pemerintah desa atau pendapatan pemerintah daerah tertentu kepada pemerintah daerah lainnya pada APBD memperhitungkan rencana pendapatan pada Tahun Anggaran 2011, sedangkan pelampauan target Tahun Anggaran 2011 yang belum direalisasikan kepada pemerintah daerah dan menjadi hak pemerintah kabupaten/kota atau pemerintah desa ditampung dalam Perubahan APBD Tahun Anggaran 2012.
·                     Dana Penyesuaian Dan Dana Otonomi Khusus Dana Penyesuaian dan Dana Otonomi Khusus adalah dana yang dialokasikan untuk membiayai pelaksanaan otonomi khusus suatu daerah, sebagaimana ditetapkan dalam undang-undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang otonomi khusus bagi Provinsi Papua, dan penyesuaian Otonomi Khusus bagi Provinsi yang menerima DAU lebih kecil dari tahun anggaran sebelumnya.
·                     Bantuan Keuangan Dari Propinsi Atau Dari Pemerintah Daerah Lainnya Pemerintah provinsi atau pemerintah kabupaten/ kota dapat menganggarkan bantuan keuangan kepada pemerintah daerah lainnya dan kepada desa yang didasarkan pada pertimbangan untuk mengatasi kesenjangan fiskal, membantu pelaksanaan urusan pemerintahan daerah yang tidak tersedia alokasi dananya, sesuai kemampuan keuangan masing-masing daerah. Pemberian bantuan keuangan dapat bersifat umum dan bersifat khusus. Bantuan keuangan yang bersifat umum digunakan untuk mengatasi kesenjangan fiskal dengan menggunakan formula antara lain variabel: pendapatan daerah, jumlah penduduk, jumlah penduduk miskin dan luas wilayah yang ditetapkan dengan peraturan kepala daerah. Bantuan keuangan yang bersifat khusus digunakan untuk membantu capaian kinerja program prioritas pemerintah daerah/desa penerima bantuan keuangan sesuai dengan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan penerima bantuan. Pemanfaatan bantuan keuangan yang bersifat khusus ditetapkan terlebih dahulu oleh pemberi bantuan.


D.    BELANJA TIDAK LANGSUNG
Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, kelompok Belanja Tidak Langsung terdiri dari:
·                     Belanja pegawai merupakan belanja kompensasi, dalam bentuk gaji dan tunjangan, serta penghasilan lainnya yang diberikan kepada pegawai negeri sipil yang ditetapkan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
·                     Belanja bunga digunakan untuk menganggarkan pembayaran bunga utang yang dihitung atas kewajiban pokok utang (principal outstanding) berdasarkan perjanjian pinjaman jangka pendek, jangka menengah, dan jangka panjang.
·                     Belanja subsidi digunakan untuk menganggarkan bantuan biaya produksi kepada perusahaan/lembaga tertentu agar harga jual produksi/jasa yang dihasilkan dapat terjangkau oleh masyarakat banyak. Belanja subsidi dianggarkan sesuai dengan keperluanperusahaan/lembaga penerima subsidi dalam peraturan daerah tentang APBD yang peraturanpelaksanaannya lebih lanjut dituangkan dalam peraturan kepala daerah.
·                     Belanja hibah bersifat bantuan yang tidak mengikat/tidak secara terus menerus dan harus digunakan sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan dalam naskah perjanjian hibah daerah.
·                     Bantuan sosial digunakan untuk menganggarkan pemberian bantuan dalam bentuk uang dan/atau barang kepada masyarakat yang bertujuan untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat. Bantuan sosial diberikan tidak secara terus menerus/tidak berulang setiap tahun anggaran, selektif dan memiliki kejelasan peruntukan penggunaannya.
·                     Belanja bagi hasil digunakan untuk menganggarkan dana bagi hasil yang bersumber dari pendapatan provinsi kepada kabupaten/kota atau pendapatan kabupaten/kota kepada pemerintah desa atau pendapatan pemerintah daerah tertentu kepada pemerintah daerah Iainnya sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
·                     Bantuan keuangan digunakan untuk menganggarkan bantuan keuangan yang bersifat umum atau khusus dari provinsi kepada kabupaten/kota, pemerintah desa, dan kepada pemerintah daerah Iainnya atau dari pemerintah kabupaten/kota kepada pemerintah desa dan pemerintah daerah Iainnya dalam rangka pemerataan dan/atau peningkatan kemampuan keuangan. Bantuan keuangan yang bersifat umum peruntukan dan penggunaannya diserahkan sepenuhnya kepada pemerintah daerah/pemerintah desa penerima bantuan. Bantuan keuangan yang bersifat khusus peruntukan dan pengelolaannya diarahkan/ditetapkan oleh pemerintah daerah pemberi bantuan.
·                     Belanja tidak terduga merupakan belanja untuk kegiatan yang sifatnya tidak biasa atau tidak diharapkan berulang seperti penanggulangan bencana alam dan bencana sosial yang tidak diperkirakan sebelumnya, termasuk pengembalian atas kelebihan penerimaan daerah tahun-tahun sebelumnya yang telah ditutup.

E.    BELANJA LANGSUNG
Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, mengenai belanja langsung yang terdapat dalam Pasal 50, Kelompok belanja langsung dari suatu kegiatan dibagi menurut jenis belanja yang terdiri dari:
·                     Belanja pegawai, untuk pengeluaran Honorarium atau upah dalam melaksanakan program dan kegiatan pemerintahan daerah.
·                     Belanja barang dan jasa digunakan untuk pengeluaran pembelian/pengadaan barang yang nilai manfaatnya kurang dari 12 (duabelas) bulan dan/atau pemakaian jasa dalam melaksanakan program dan kegiatan pemerintahan daerah. Pembelian/pengadaan barang dan/atau pemakaian jasa  mencakup belanja barang pakai habis, bahan/material, jasa kantor, premi asuransi, perawatan kendaraan bermotor, cetak/penggandaan, sewa rumah/gedung/gudang/parkir, sewa sarana mobilitas, sewa alat berat, sewa perlengkapan dan peralatan kantor, makanan dan minuman, pakaian dinas dan atributnya, pakaian kerja, pakaian khusus dan hari-hari tertentu, perjalanan dinas, perjalanan dinas pindah tugas dan pemulangan pegawai.
·                     Belanja modal digunakan untuk pengeluaran yang dilakukan dalam rangka pembelian/pengadaan atau pembangunan aset tetap berwujud yang mempunyai nilai manfaat lebih dari 12 (duabelas) bulan untuk digunakan dalam kegiatan pemerintahan, seperti dalam bentuk tanah, peralatan dan mesin, gedung dan bangunan, jalan, irigasi dan jaringan, dan aset tetap lainnya. Nilai pembelian/pengadaan atau pembangunan aset tetap berwujud yang dianggarkan dalam belanja modal hanya sebesar harga beli/bangun aset. Belanja honorarium panitia pengadaan dan administrasi pembelian/pembangunan untuk memperoleh setiap aset yang dianggarkan pada belanja modal dianggarkan pada belanja pegawai dan/atau belanja barang dan jasa.

F.    PENERIMAAN PEMBIAYAAN
·                     Sisa lebih perhitungan anggaran TA sebelumnya (silpa) Sisa lebih perhitungan anggaran tahun anggaran sebelumnya (SiLPA) mencakup pelampauan penerimaan PAD, pelampauan penerimaan dana perimbangan, pelampauan penerimaan lain-lain pendapatan daerah yang sah, pelampauan penerimaan pembiayaan, penghematan belanja, kewajiban kepada fihak ketiga sampai dengan akhir tahun belum terselesaikan, dan sisa dana kegiatan lanjutan.
·                     Pencairan Dana Cadangan Pencairan dana digunakan untuk menganggarkan pencairan dana cadangan dari rekening dana cadangan ke rekening kas umum daerah dalam tahun anggaran berkenaan. Jumlah yang dianggarkan yaitu sesuai dengan jumlah yang telah ditetapkan dalam peraturan daerah tentang pembentukan dana cadangan berkenaan.
·                     Hasil Penjualan Kekayaan Daerah yang dipisahkan Hasil penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan digunakan antara lain untuk menganggarkan hasil penjualan perusahaan milik daerah/BUMD dan penjualan aset milik pemerintah daerah yang dikerjasamakan dengan pihak ketiga, atau hasil divestasi penyertaan modal pemerintah daerah.
·                     Penerimaan Pinjaman Daerah Penerimaan pinjaman daerah digunakan untuk menganggarkan penerimaan pinjaman daerah termasuk penerimaan atas penerbitan obligasi daerah yang akan direalisasikan pada tahun anggaran berkenaan.
·                     Penerimaan Kembali Pemberian Pinjaman Penerimaan kembali pemberian digunakan untuk menganggarkan posisi penerimaan kembali pinjaman yang diberikan kepada pemerintah pusat dan/atau pemerintah daerah lainnya.
·                     Penerimaan Piutang Daerah Penerimaan piutang digunakan untuk menganggarkan penerimaan yang bersumber dari pelunasan piutang fihak ketiga, seperti berupa penerimaan piutang daerah dari pendapatan daerah, pemerintah, pemerintah daerah lain, lembaga keuangan bank, lembaga keuangan bukan bank dan penerimaan piutang lainnya.

G.    PENGELUARAN PEMBIAYAAN
Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, Pengeluaran pembiayaan mencakup: Pembentukan dana cadangan, penerimaan modal (investasi) pemerintah daerah, pembayaran pokok utang; dan pemberian pinjaman daerah.
·                     Dana Cadangan adalah dana yang disisihkan untuk menampung kebutuhan yang memerlukan dana relatif besar yang tidak dapat dipenuhi dalam satu tahun anggaran. Pemerintah daerah dapat membentuk dana cadangan guna mendanai kegiatan yang penyediaan dananya tidak dapat sekaligus/sepenuhnya dibebankan dalam satu tahun anggaran. Pembentukan dana cadangan  ditetapkan dengan peraturan daerah. Peraturan daerah  mencakup penetapan tujuan pembentukan dana cadangan, program dan kegiatan yang akan dibiayai dari dana cadangan, besaran dan rincian tahunan dana cadangan yang harus dianggarkan dan ditransfer ke rekening dana cadangan, sumber dana cadangan, dan tahun anggaran pelaksanaan dana cadangan.Investasi adalah penggunaan aset untuk memperoleh manfaat ekonomis seperti bunga, dividen, royalti, manfaat sosial dan/atau manfaat lainnya sehingga dapat meningkatkan kemampuan pemerintah dalam rangka pelayanan kepada masyarakat.
·                     Investasi pemerintah daerah digunakan untuk menganggarkan kekayaan pemerintah daerah yang diinvestasikan balk dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Investasi jangka pendek merupakan investasi yang dapat segera diperjualbelikan/dicairkan, ditujukan dalam rangka manajemen kas dan beresiko rendah serta dimiliki selama kurang dari 12 (duabelas) bulan. Investasi jangka panjang antara lain surat berharga yang dibeli pemerintah daerah dalam rangka mengendalikan suatu badan usaha, misalnya pembelian surat berharga untuk menambah kepemilikan modal saham pada suatu badan usaha, surat berharga yang dibeli pemerintah daerah untuk tujuan menjaga hubungan balk dalam dan luar negeri, surat berharga yang tidak dimaksudkan untuk dicairkan dalam memenuhi kebutuhan kas jangka pendek.
·                     Pembayaran pokok utang didasarkan pada jumlah yang harus dibayarkan sesuai dengan perjanjian pinjaman dan pelaksanaannya merupakan prioritas utama dari seluruh kewajiban pemerintah daerah yang harus diselesaikan dalam tahun anggaran yang berkenaan. Pembayaran pokok utang digunakan untuk menganggarkan pembayaran kewajiban atas pokok utang yang dihitung berdasarkan perjanjian pinjaman jangka pendek, jangka menengah, dan jangka panjang.
·                     Pinjaman Daerah adalah semua transaksi yang mengakibatkan daerah menerima sejumlah uang atau menerima manfaat yang bernilai uang dari pihak lain sehingga daerah dibebani kewajiban untuk membayar kembali. Pemberian pinjaman digunakan untuk menganggarkan pinjaman yang diberikan kepada pemerintah pusat dan/atau pemerintah daerah lainnya. Penerimaan kembali pemberian pinjaman  digunakan untuk menganggarkan posisi penerimaan kembali pinjaman yang diberikan kepada pemerintah pusat dan/atau pemerintah daerah lainnya.







2.3   Penyusunan dan Penetapan APBN dan APBD
Ketentuan mengenai penyusunan dan penetapan APBN/APBD dalam undang-undang ini meliputi penegasan tujuan dan fungsi penganggaran pemerintah, penegasan peran DPR/DPRD dan pemerintah dalam proses penyusunan dan penetapan anggaran, pengintegrasian sistem akuntabilitas kinerja dalam sistem penganggaran, penyempurnaan klasifikasi anggaran, penyatuan anggaran, dan penggunaan kerangka pengeluaran jangka menengah dalam penyusunan anggaran.
Anggaran adalah alat akuntabilitas, manajemen, dan kebijakan ekonomi. Sebagai instrumen kebijakan ekonomi anggaran berfungsi untuk mewujudkan pertumbuhan dan stabilitas perekonomian serta pemerataan pendapatan dalam rangka mencapai tujuan bernegara. Dalam upaya untuk meluruskan kembali tujuan dan fungsi anggaran tersebut perlu dilakukan pengaturan secara jelas peran DPR/DPRD dan pemerintah dalam proses penyusunan dan penetapan anggaran sebagai penjabaran aturan pokok yang telah ditetapkan dalam Undang-Undang Dasar 1945. Sehubungan dengan itu, dalam undang-undang ini disebutkan bahwa belanja negara/belanja daerah dirinci sampai dengan unit organisasi, fungsi, program, kegiatan, dan jenis belanja. Hal tersebut berarti bahwa setiap pergeseran anggaran antarunit organisasi, antarkegiatan, dan antarjenis belanja harus mendapat persetujuan DPR/DPRD.
Masalah lain yang tidak kalah pentingnya dalam upaya memperbaiki proses penganggaran di sektor publik adalah penerapan anggaran berbasis prestasi kerja. Mengingat bahwa sistem anggaran berbasis prestasi kerja /hasil memerlukan kriteria pengendalian kinerja dan evaluasi serta untuk menghindari duplikasi dalam penyusunan rencana kerja dan anggaran kementerian negara/lembaga/perangkat daerah, perlu dilakukan penyatuan sistem akuntabilitas kinerja dalam sistem penganggaran dengan memperkenalkan sistem penyusunan rencana kerja dan anggaran kementerian negara/lembaga/perangkat daerah. Dengan penyusunan rencana kerja dan anggaran kementerian/lembaga/perangkat daerah tersebut dapat terpenuhi sekaligus kebutuhan akan anggaran berbasis prestasi kerja dan pengukuran akuntabilitas kinerja kementerian/lembaga/perangkat daerah yang bersangkutan.
Sejalan dengan upaya untuk menerapkan secara penuh anggaran berbasis kinerja di sektor publik, perlu pula dilakukan perubahan klasifikasi anggaran agar sesuai dengan klasifikasi yang digunakan secara internasional. Perubahan dalam pengelompokan transaksi pemerintah tersebut dimaksudkan untuk memudahkan pelaksanaan anggaran berbasis kinerja, memberikan gambaran yang objektif dan proporsional mengenai kegiatan pemerintah, menjaga konsistensi dengan standar akuntansi sektor publik, serta memudahkan penyajian dan meningkatkan kredibilitas statistik keuangan pemerintah.
Selama ini anggaran belanja pemerintah dikelompokkan atas anggaran belanja rutin dan anggaran belanja pembangunan. Pengelompokan dalam anggaran belanja rutin dan anggaran belanja pembangunan yang semula bertujuan untuk memberikan penekanan pada arti pentingnya pembangunan dalam pelaksanaannya telah menimbulkan peluang terjadinya duplikasi, penumpukan, dan penyimpangan anggaran. Sementara itu, penuangan rencana pembangunan dalam suatu dokumen perencanaan nasional lima tahunan yang ditetapkan dengan undang-undang dirasakan tidak realistis dan semakin tidak sesuai dengan dinamika kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan dalam era globalisasi. Perkembangan dinamis dalam penyelenggaraan pemerintahan membutuhkan sistem perencanaan fiskal yang terdiri dari sistem penyusunan anggaran tahunan yang dilaksanakan sesuai dengan Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah (Medium Term Expenditure Framework) sebagaimana dilaksanakan di kebanyakan negara maju.
Walaupun anggaran dapat disusun dengan baik, jika proses penetapannya terlambat akan berpotensi menimbulkan masalah dalam pelaksanaannya. Oleh karena itu, dalam undang-undang ini diatur secara jelas mekanisme pembahasan anggaran tersebut di DPR/DPRD, termasuk pembagian tugas antara panitia/komisi anggaran dan komisi-komisi pasangan kerja kementerian negara/lembaga/perangkat daerah di DPR/DPRD.

2.4. Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Bank Sentral, Pemerintah Daerah, Pemerintah/Lembaga Asing, Perusahaan Negara, Perusahaan Daerah, Perusahaan Swasta, serta Badan Pengelola Dana Masyarakat
Sejalan dengan semakin luas dan kompleksnya kegiatan pengelolaan keuangan negara, perlu diatur ketentuan mengenai hubungan keuangan antara pemerintah dan lembaga-lembaga infra/supranasional. Ketentuan tersebut meliputi hubungan keuangan antara pemerintah pusat dan bank sentral, pemerintah daerah, pemerintah asing, badan/lembaga asing, serta hubungan keuangan antara pemerintah dan perusahaan negara, perusahaan daerah, perusahaan swasta dan badan pengelola dana masyarakat. Dalam hubungan keuangan antara pemerintah pusat dan bank sentral ditegaskan bahwa pemerintah pusat dan bank sentral berkoordinasi dalam penetapan dan pelaksanaan kebijakan fiskal dan moneter. Dalam hubungan dengan pemerintah daerah, undang-undang ini menegaskan adanya kewajiban pemerintah pusat mengalokasikan dana perimbangan kepada pemerintah daerah. Selain itu, undang-undang ini mengatur pula perihal penerimaan pinjaman luar negeri pemerintah. Dalam hubungan antara pemerintah dan perusahaan negara, perusahaan daerah, perusahaan swasta, dan badan pengelola dana masyarakat ditetapkan bahwa pemerintah dapat memberikan pinjaman/hibah/penyertaan modal kepada dan menerima pinjaman/hibah dari perusahaan negara/daerah setelah mendapat persetujuan DPR/DPRD.

2.5. Pelaksanaan APBN dan APBD
Setelah APBN ditetapkan secara rinci dengan undang-undang, pelaksanaannya dituangkan lebih lanjut dengan keputusan Presiden sebagai pedoman bagi kementerian negara/lembaga dalam pelaksanaan anggaran. Penuangan dalam keputusan Presiden tersebut terutama menyangkut hal-hal yang belum dirinci di dalam undang-undang APBN, seperti alokasi anggaran untuk kantor pusat dan kantor daerah kementerian negara/lembaga, pembayaran gaji dalam belanja pegawai, dan pembayaran untuk tunggakan yang menjadi beban kementerian negara/lembaga. Selain itu, penuangan dimaksud meliputi pula alokasi dana perimbangan untuk provinsi/kabupaten/kota dan alokasi subsidi sesuai dengan keperluan perusahaan/badan yang menerima.
Untuk memberikan informasi mengenai perkembangan pelaksanaan APBN/APBD, pemerintah pusat/pemerintah daerah perlu menyampaikan laporan realisasi semester pertama kepada DPR/DPRD pada akhir Juli tahun anggaran yang bersangkutan. Informasi yang disampaikan dalam laporan tersebut menjadi bahan evaluasi pelaksanaan APBN/APBD semester pertama dan penyesuaian/perubahan APBN/APBD pada semester berikutnya.
Ketentuan mengenai pengelolaan keuangan negara dalam rangka pelaksanaan APBN/APBD ditetapkan tersendiri dalam undang-undang yang mengatur perbendaharaan negara mengingat lebih banyak menyangkut hubungan administratif antarkementerian negara/lembaga di lingkungan pemerintah.

2.6.Pertanggungjawaban Pengelolaan Keuangan Negara
Salah satu upaya konkrit untuk mewujudkan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan negara adalah penyampaian laporan pertanggungjawaban keuangan pemerintah yang memenuhi prinsip-prinsip tepat waktu dan disusun dengan mengikuti standar akuntansi pemerintah yang telah diterima secara umum.
Dalam undang-undang ini ditetapkan bahwa laporan pertanggungjawaban pelaksanaan APBN/APBD disampaikan berupa laporan keuangan yang setidak-tidaknya terdiri dari laporan realisasi anggaran, neraca, laporan arus kas dan catatan atas laporan keuangan yang disusun sesuai dengan standar akuntansi pemerintah. Laporan keuangan pemerintah pusat yang telah diperiksa oleh Badan Pemeriksa Keuangan harus disampaikan kepada DPR selambat-lambatnya 6 (enam) bulan setelah berakhirnya tahun anggaran yang bersangkutan, demikian pula laporan keuangan pemerintah daerah yang telah diperiksa oleh Badan Pemeriksa Keuangan harus disampaikan kepada DPRD selambat-lambatnya 6 (enam) bulan setelah berakhirnya tahun anggaran yang bersangkutan.
Dalam rangka akuntabilitas pengelolaan keuangan negara menteri/pimpinan lembaga/gubernur/bupati/walikota selaku pengguna anggaran/pengguna barang bertanggung jawab atas pelaksanaan kebijakan yang ditetapkan dalam Undang-undang tentang APBN/Peraturan Daerah tentang APBD, dari segi manfaat/hasil (outcome). Sedangkan Pimpinan unit organisasi kementerian negara/lembaga bertanggung jawab atas pelaksanaan kegiatan yang ditetapkan dalam Undang-undang tentang APBN, demikian pula Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah bertanggung jawab atas pelaksanaan kegiatan yang ditetapkan dalam Peraturan Daerah tentang APBD, dari segi barang dan/atau jasa yang disediakan (output). Sebagai konsekuensinya, dalam undang-undang ini diatur sanksi yang berlaku bagi menteri/pimpinan lembaga/gubernur/bupati/walikota, serta Pimpinan unit organisasi kementerian negara/lembaga/Satuan Kerja Perangkat Daerah yang terbukti melakukan penyimpangan kebijakan/kegiatan yang telah ditetapkan dalam UU tentang APBN /Peraturan Daerah tentang APBD. Ketentuan sanksi tersebut dimaksudkan sebagai upaya preventif dan represif, serta berfungsi sebagai jaminan atas ditaatinya Undang-undang tentang APBN/Peraturan Daerah tentang APBD yang bersangkutan.
Selain itu perlu ditegaskan prinsip yang berlaku universal bahwa barang siapa yang diberi wewenang untuk menerima, menyimpan dan membayar atau menyerahkan uang, surat berharga atau barang milik negara bertanggungjawab secara pribadi atas semua kekurangan yang terjadi dalam pengurusannya. Kewajiban untuk mengganti kerugian keuangan negara oleh para pengelola keuangan negara dimaksud merupakan unsur pengendalian intern yang andal.





BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Dari penjelasan diatas dapat kami simpulkan bahwa :
Dalam APBN & APBD (anggara pendapatan belanja Negara), adalah hasil dari perencanaan yang berupa daftar  mengenai bermacam-macam kegiatan terpadu,baik yang menyakut penerimaan maupun pengeluarannya  yang dinyatakan dalam satuan uang dalam jangkah waktu tertentu,biasanya adalah satu tahun.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, selanjutnya disebut APBN, adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, selanjutnya disebut APBD, adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan daerah yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
Penerimaan negara adalah uang yang masuk ke kas negara.
Pengeluaran negara adalah uang yang keluar dari kas negara
Penerimaan daerah adalah uang yang masuk ke kas daerah.
Pengeluaran daerah adalah uang yang keluar dari kas daerah.
Pendapatan negara adalah hak pemerintah pusat yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih.
Belanja negara adalah kewajiban pemerintah pusat yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih.
Pendapatan daerah adalah hak pemerintah daerah yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih.
Belanja daerah adalah kewajiban pemerintah daerah yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih.

B.     Saran
Dalam perencanaan pembagunan yang tercermin dalam APBN & APBD mempengaruhi rencana-rencana sector swasta dan menyakinkan lembaga-lembaga lain mengenai apa yang akan ditempuh oleh Negara yang bersangkutan (Indonesia) dimasa mendatang, serta yang lebih penting lagi adalah bahwa pemerintah yang bersangkutan lebih efesien dalam mengambil keputusan dimasa mendatang.



















  







DAFTAR PUSTAKA
UU No 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat Dan Pemerintahan Daerah
UU No 13 Tahun 2005 Tentang Anggaran Pendapatan Dan belanja Negara
Peraturan Menteri Dalam Negeri No 22 Tahun 2011
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah