Pemikiran Politik Babeh Teknologi

Biografi B.J Habibie

 
Prof. DR (HC). Ing. Dr. Sc.h.c. Bacharuddin Jusuf Habibie
atau dikenal sebagai B.J Habibie merupakan pria Pare-Pare (Sulawesi Selatan) kelahiran 25 Juni 1936. Habibie menjadi Presiden ke-3 Indonesia selama 1.4 tahun dan 2 bulan menjadi Wakil Presiden RI ke-7. Habibie merupakan “blaster” antara orang Jawa (ibunya) dengan orang Makasar / Pare-Pare (ayahnya). Agama yang di anut B.J Habibie adalah Islam.
Dimasa kecil, Habibie telah menunjukkan kecerdasan dan semangat tinggi pada ilmu pengetahuan dan teknologi khususnya Fisika. Selama enam bulan, ia kuliah di Teknik Mesin Institut Teknologi Bandung (ITB), dan dilanjutkan ke Rhenisch Wesfalische Tehnische Hochscule – Jerman pada 1955. Dengan dibiayai oleh ibunya, R.A. Tuti Marini Puspowardoyo, Habibie muda menghabiskan 10 tahun untuk menyelesaikan studi S-1 hingga S-3 di Aachen-Jerman.
Berbeda dengan rata-rata mahasiswa Indonesia yang mendapat beasiswa di luar negeri, kuliah Habibie (terutama S-1 dan S-2) dibiayai langsung oleh Ibunya yang melakukan usaha Catering dan Indekost di Bandung setelah ditinggal pergi ayah Habibie sekaligus suaminya (Alwi Abdul Jalil Habibie). Habibie mengeluti bidang Desain dan Konstruksi Pesawat di Fakultas Teknik Mesin. Selama lima tahun studi di Jerman akhirnya Habibie memperoleh gelar Dilpom-Ingenenieur atau diploma teknik (catatan : diploma teknik di Jerman umumnya disetarakan dengan gelar Master / S2 di negara lain) dengan predikat summa cum laude.
Pak Habibie melanjutkan program doktoral setelah menikahi teman SMA-nya, Ibu Hasri Ainun Besari pada tahun 1962. Bersama dengan istrinya tinggal di Jerman, Habibie harus bekerja untuk membiayai biaya kuliah sekaligus biaya rumah tangganya. Habibie mendalami bidang Desain dan Konstruksi Pesawat Terbang. Tahun 1965, Habibie menyelesaikan studi S-3 nya dan mendapat gelar Doktor Ingenieur (Doktor Teknik) dengan indeks prestasi summa cum laude. 

Pengaruh B.J Habibie di Industri Pesawat Terbang
Selama menjadi mahasiswa tingkat doktoral, B.J Habibie sudah mulai bekerja untuk menghidupi keluarganya dan biaya studinya. Setelah lulus, B.J Habibie bekerja di Messerschmitt-Bölkow-Blohm  atau MBB Hamburg (1965-1969 sebagai Kepala Penelitian dan Pengembangan pada Analisis Struktrur Pesawat Terbang, dan kemudian menjabat Kepala Divisi Metode dan Teknologi pada industri pesawat terbang komersial dan militer di MBB (1969-1973). Atas kinerja dan kebriliannya, 4 tahun kemudian, ia dipercaya sebagai Vice President sekaligus Direktur Teknologi di MBB periode 1973-1978 serta menjadi Penasihast Senior bidang teknologi untuk Dewan Direktur MBB (1978 ). Dialah menjadi satu-satunya orang Asia yang berhasil menduduki jabatan nomor dua di perusahaan pesawat terbang Jerman ini.
Sebelum memasuki usia 40 tahun, karir Habibie sudah sangat cemerlang, terutama dalam desain dan konstruksi pesawat terbang. Habibie menjadi “permata” di negeri Jerman dan iapun mendapat “kedudukan terhormat”, baik secara materi maupun intelektualitas oleh orang Jerman. Selama bekerja di MBB Jerman, Habibie menyumbang berbagai hasil penelitian dan sejumlah teori untuk ilmu pengetahuan dan teknologi dibidang Thermodinamika, Konstruksi dan Aerodinamika. Beberapa rumusan teorinya dikenal dalam dunia pesawat terbang seperti “Habibie Factor“, “Habibie Theorem” dan “Habibie Method“.

B.J Habibie Kembali ke Indonesia
Pada tahun 1968, B.J Habibie telah mengundang sejumlah insinyur  untuk bekerja di industri pesawat terbang Jerman. Sekitar 40 insinyur Indonesia akhirnya dapat bekerja di MBB atas rekomendasi Pak Habibie. Hal ini dilakukan untuk mempersiapkan skill dan pengalaman (SDM) insinyur Indonesia untuk suatu saat bisa kembali ke Indonesia dan membuat produk industri dirgantara dan ketika Presiden Soeharto mengirim Ibnu Sutowo ke Jerman untuk menemui seraya membujuk Habibie pulang ke Indonesia, B.J Habibie langsung bersedia dan melepaskan jabatan, posisi dan prestise tinggi di Jerman. Hal ini dilakukan B.J Habibie demi memberi sumbangsih ilmu dan teknologi pada bangsa ini. Pada 1974 di usia 38 tahun, B.J Habibie pulang ke tanah air. Ia pun diangkat menjadi penasihat pemerintah (langsung dibawah Presiden) dibidang teknologi pesawat terbang dan teknologi tinggi hingga tahun 1978. Meskipun demikian dari tahun 1974-1978, Habibie masih sering pulang pergi ke Jerman karena masih menjabat sebagai Vice Presiden dan Direktur Teknologi di MBB.
Habibie mulai benar-benar fokus setelah ia melepaskan jabatan tingginya di Perusahaan Pesawat Jerman MBB pada  1978. Dan sejak itu, dari tahun 1978 hingga 1997, ia diangkat menjadi Menteri Negara Riset dan Teknologi (Menristek) sekaligus merangkap sebagai Ketua Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT). Disamping itu Habibie juga diangkat sebagai Ketua Dewan Riset Nasional dan berbagai jabatan lainnya.
Ketika menjadi Menristek (Menteri Negara Riset dan Teknologi), Habibie mengimplementasikan visinya yakni membawa Indonesia menjadi negara industri berteknologi tinggi. Ia mendorong adanya lompatan dalam strategi pembangunan yakni melompat dari agraris langsung menuju negara industri maju. Habibie mengusulkan beberapa gagasan pembangunan kepada Presiden Soeharto seperti berikut:
1.      Gagasan pembangunan industri pesawat terbang nusantara sebagai ujung tombak industri strategi
2.      Gagasan pembentukan Pusat Penelitan dan Pengembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Puspitek)
3.      Gagasan mengenai Badan Pengkajian dan Penerapan Ilmu Teknologi (BPPT)
Visinya yang langsung membawa Indonesia menjadi negara Industri mendapat pertentangan dari berbagai pihak, baik dalam maupun luar negeri yang menghendaki pembangunan secara bertahap yang dimulai dari fokus investasi di bidang pertanian. Namun, Habibie memiliki keyakinan kokoh akan visinya, dan ada satu “quote” yang terkenal dari Habibie yakni :
“I have some figures which compare the cost of one kilo of airplane compared to one kilo of rice. One kilo of airplane costs thirty thousand US dollars and one kilo of rice is seven cents. And if you want to pay for your one kilo of high-tech products with a kilo of rice, I don’t think we have enough.” (Sumber : BBC: B.J Habibie Profile -1998.)
Kalimat diatas merupakan senjata Habibie untuk berdebat dengan lawan politiknya. Habibie ingin menjelaskan mengapa industri berteknologi itu sangat penting. Dan ia membandingkan harga produk dari industri high-tech (teknologi tinggi) dengan hasil pertanian. Ia menunjukkan data bahwa harga 1 kg pesawat terbang adalah USD 30.000 dan 1 kg beras adalah 7 sen (USD 0,07). Artinya 1 kg pesawat terbang hampir setara dengan 450 ton beras. Jadi dengan membuat 1 buah pesawat dengan massa 10 ton, maka akan diperoleh beras 4,5 juta ton beras.
Pola Pemikiran B.J Habibie disambut dengan baik oleh Pak Soeharto. Presiden Soeharto pun bersedia menggangarkan dana ekstra dari APBN untuk pengembangan proyek teknologi Habibie. Dan pada tahun 1989, Suharto memberikan “kekuasan” lebih pada Habibie dengan memberikan kepercayaan Habibie untuk memimpin industri-industri strategis seperti PINDAD, PAL, dan PT IPTN (PT. Industri Pesawat Terbang Nurtanio). kemudian pada Tanggal 7 Desember 1990 suatu organisasi atau lembaga masyarakat yang baru dibentuk bernama ICMI (Ikatan Cendikiawan Muslim Indonesia) menjadikan B.J Habibie menjadi pimpinan yang pertama organisasi tersebut. ICMI ini bertujuan melahirkan sarjana atau cendikiawan muslim yang berqualitas dalam segala bidang, menyatukan kekerabatan antara umat islam dan membantu menyuarakan keinginan rakyat.

Proses B.J Habibie menjadi Presiden ke-3
Secara materi, Habibie sudah sangat mapan ketika ia bekerja di perusahaan MBB Jerman. Selain mapan, Habibie memiliki jabatan yang sangat strategis yakni Vice President sekaligus Senior Advicer di perusahaan  high-tech Jerman. Sehingga Habibie terjun ke pemerintahan bukan karena mencari uang ataupun kekuasaan semata. akan tetapi lebih kepada rasa nasionalisme yang ada pada dirinya sehingga dia ingin membela negara dengan kemampuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang dimilikinya.
Tiga tahun setelah kepulangan ke Indonesia, Habibie (usia 41 tahun) mendapat gelar Profesor Teknik dari ITB. Selama 20 tahun menjadi Menristek, akhirnya pada tanggal 11 Maret 1998, Habibie terpilih sebagai Wakil Presiden RI ke-7 melalui Sidang Umum MPR. Di masa itulah krisis ekonomi (krismon) melanda kawasan Asia termasuk Indonesia. Nilai tukar rupiah terjun bebas dari Rp 2.000 per dolar AS menjadi Rp 12.000-an per dolar. Utang luar negeri  jatuh tempo sehinga membengkak akibat depresiasi rupiah. Hal ini diperbarah oleh perbankan swasta yang mengalami kesulitan likuiditas. Inflasi meroket diatas 50%, dan pengangguran mulai terjadi dimana-mana.
Pada saat bersamaan, kebencian masyarakat memuncak dengan sistem orde baru yang sarat Korupsi, Kolusi, Nepotisme yang dilakukan oleh kroni-kroni Soeharto (pejabat, politisi, konglomerat). Selain KKN, pemerintahan Soeharto tergolong otoriter, yang menangkap aktivis dan mahasiswa yang vokal.
 Sesuatu pun terjadi pada tanggal 12 Mei 1998, tentara menembak 6 mahasiswa di dalam kampus Universitas Trisakti Di Jakarta Pusat di samping jalan bebas hambatan menuju bandara. ada kemungkinan besar bahwa tentara yang menembak mahasiswa tersebut bekerja sendiri dan berusaha memprovokasi terjadinya insiden. apa pun penyebabnya, insiden tersebut telah mendorong kemarahan massa. jalan-jalan utama di sekitar jakarta di tutup agar tentara bisa mengendalikan kembali kota tersebut.
Penjarahan yang dilakaukan masyarakat biasa yang berlangsung selama dua hari setelah itu adalah peristiwa yang mengikuti penembakan enam mahasiswa itu. gedung-gedung di wilayah pecinan seperti glodok dan ancol terbakar. kekerasan yang sama juga terjadi di berbagai kota lainnya.
Yang kemudian disusul oleh gerakan massa seluruh mahasiswa di Indonesia yang kemudian pada 21 Mei 1998 Presiden Soeharto “menyerah” pada keadaan ketika hampir seluruh kekuatan masyarakat menginginkan mundurnya Presiden Soeharto. Usaha terakhir Soeharto untuk mempengaruhi rakyat dengan menyampaikan pernyataan dihadapan pers pada tanggal 19 Mei 1998 bahwa selaku mandataris MPR, presiden akan mereshuffle Kabinet Pembangunan VII dengan membentuk Komite Reformasi, untuk lebih meyakinkan rakyat diprogramkan bahwa tugas komite ini akan segera menyelesaikan UU Pemilu; UU Kepartaian; UU Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, DPRD; UU Anti Monopoli; UU Anti Korupsi dan hal lainnya yang sesuai dengan tuntutan rakyat. Akan tetapi Soeharto mulai terpojok secara politik karena 14 Menteri sepakat tidak bersedia duduk  dalam Komite Reformasi tersebut. Ke-14 Menteri tersebut adalah Akbar Tanjung, A.M. Hendropriyono, Ginandjar Kartasasmita, Giri Suseno Hadihardjono, Haryanto Dhanutirto, Ny. Justika S. Baharsjah, Kuntoro Mangkusubroto, Rachmadi Bambang Sumadhijo, Rahardi Ramelan, Subiakto Tjakrawerdaya, Sanyoto Sastrowardoyo, Sumahadi, Theo Sambuaga, dan Tanri Abeng.
Penolakan ini melemahkan posisi Soeharto sebagai presiden karena dukungan untuk membentuk Komite Reformasi gagal ditambah lagi banyak desakan yang menganjurkan presiden untuk mundur. Perasaan ditinggalkan, terpukul telah membuat Soeharto tidak punya pilihan lain kecuali memutuskan untuk berhenti. Sehingga pada saat itu Presiden Soeharto (Bapak Pembangunan) mundur dari jabatannya sebagai Presiden, yang kemudian dihari yang sama secara sistem berdasarkan pasal 8 UUD 1945 maka secara otomatis Wakil Presiden B.J Habibie menjadi Presiden ke-3 RI menggantikan Presiden Soeharto.

Presiden Ke-3 dimasa Transisi dari Orde Baru ke Masa Reformasi (1998-1999)
Dilihat dari berbagai sudut, kemunculan B.J Habibie sebagai Presiden RI ke-3 (Bapak Teknologi Indonesia), pada dasarnya tidaklah bisa dikatakan istimewa. kita semua tahu bahwa tangga naik Habibie ke kursi kepresidenan bukan klimaks dari hasil perjuangannya sendiri. bahkan beliau Presiden pertama yang mempunyai latar belakang ilmu pengetahuan dan teknologi. beliau tidak memiliki karismatik seperti kedua presiden sebelumnya. setelah menjadi Presiden Ke-3 pasca penurunan rezim Soeharto, Presiden B.J Habibie disibukan dengan berbagai macam kesulitan diantaranya masalah Politik, Ekonomi, dan Sosial-Budaya, yang ditinggalkan oleh Rezim sebelumnya. Menurut B.J Habibie Negara bekas Orde baru bagaikan Pesawat yang rusak permanen, Dari sini lah mulainya perubahan sistem pemerintahan Otoriter menuju Demokrasi lagi untuk yang kedua kalinya setelah Demokrasi Terpimpin di Masa Orde Lama. dalam menyelesaikan semua permasalahan negara B.J Habibie memakai Konsep the second nature habibie, ini adalah Teori Toleransi Akumulasi Kerusakan atau Accumulated Damage Toleranci Theory (TTAK) yang pada mulanya berkembang dalam dunia ilmu pengetahuan dan teknologi kedirgantaraan. dalam teori tersebut seorang konseptor pesawat udara secara otomatis akan mendiagnosis berbagai potensi kerusakan, baik yang dialami oleh tubuh pesawat maupun mesin kendaraan tercepat itu. dan Pemikirannya itu membuahkan hasil yang positif terbukti sejak Februari 1999, kondisi sosial-politik dan ekonomi indonesia telah berkembang ke arah yang lebih baik.
Langkah-langkah yang dilakukan BJ Habibie di bidang politik adalah:
ü  Memberi kebebasan pada rakyat untuk menyalurkan aspirasinya sehingga banyak bermunculan partai-partai politik baru yakni sebanyak 48 partai politik
ü  Membebaskan narapidana politik (napol) seperti Sri Bintang Pamungkas (mantan anggota DPR yang masuk penjara karena mengkritik Presiden Soeharto) dan Muchtar Pakpahan (pemimpin buruh yang dijatuhi hukuman karena dituduh memicu kerusuhan di Medan tahun 1994)
ü  Mencabut larangan berdirinya serikat-serikat buruh independen
ü  Membentuk tiga undang-undang yang demokratis yaitu :
1.      UU No. 2 tahun 1999 tentang Partai Politik
2.      UU No. 3 tahun 1999 tentang Pemilu
3.      UU No. 4 tahun 1999 tentang Susunan Kedudukan DPR/MPR
ü  Menetapkan 4 ketetapan yang mencerminkan jawaban dari tuntutan reformasi yaitu :
a.       Tap MPR No. VIII/MPR/1998, tentang pencabutan Tap No. IV/MPR/1983 tentang Referendum
b.      Tap MPR No. XVIII/MPR/1998, tentang pencabutan Tap MPR No. II/MPR/1978 tentang Pancasila sebagai azas tunggal
c.       Tap MPR No. XII/MPR/1998, tentang pencabutan Tap MPR No. V/MPR/1978 tentang Presiden mendapat mandat dari MPR untuk memiliki hak-hak dan Kebijakan di luar batas perundang-undangan
d.      Tap MPR No. XIII/MPR/1998, tentang Pembatasan masa jabatan Presiden dan Wakil Presiden maksimal hanya dua kali periode.
ü  Menentukan 12 Ketetapan MPR antara lain :
1)      Tap MPR No. X/MPR/1998, tentang pokok-pokok reformasi pembangunan dalam rangka penyelematan dan normalisasi kehidupan nasional sebagai haluan negara.
2)      Tap MPR No. XI/MPR/1998, tentang penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas korupsi, kolusi, dan nepotisme.
3)      Tap MPR No. XIII/MPR/1998, tentang pembatasan masa jabatan presiden dan wakil presiden Republik Indonesia.
4)      Tap MPR No. XV/MPR/1998, tentang penyelenggaraan Otonomi daerah
5)      Tap MPR No. XVI/MPR/1998, tentang politik ekonomi dalam rangka demokrasi ekonomi.
6)      Tap MPR No. XVII/MPR/1998, tentang Hak Asasi Manusia (HAM).
7)      Tap MPR No. VII/MPR/1998, tentang perubahan dan tambahan atas Tap MPR No. I/MPR/1998 tentang peraturan tata tertib MPR.
8)      Tap MPR No. XIV/MPR/1998, tentang Pemilihan Umum.
9)      Tap MPR No. III/V/MPR/1998, tentang referendum.
10)  Tap MPR No. IX/MPR/1998, tentang GBHN.
11)  Tap MPR No. XII/MPR/1998, tentang pemberian tugas dan wewenang khusus kepada Presiden/mandataris MPR dalam rangka menyukseskan dan pengamanan pembangunan nasional sebagai pengamalan Pancasila.
12)  Tap MPR No. XVIII/MPR/1998, tentang pencabutan Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4). 
Meskipun terdapat berbagai kemajuan dan keberhasilan yang dicapai oleh pemerintahan Habibie. Dimana sejak Kabinet Reformasi Pembangunan dibentuk, seperti penyelenggaraan Sidang Istimewa MPR, penyelenggaraan pemilu dan reformasi di bidang politik, sosial, hukum, dan ekonomi.
Di tengah-tengah upaya pemerintahan Habibie memenuhi tuntutan reformasi, pemerintah Habibie dituduh melakukan tindakan yang bertentangan dengan kesepakatan MPR mengenai masalah Timor-Timur. Pemerintah dianggap tidak berkonsultasi terlebih dahulu dengan DPR/MPR sebelum menawarkan opsi kedua kepada masyarakat Timor-Timur. Dalam jajak pendapat terdapat dua opsi yang ditawarkan di Indonesia di bawah Presiden B.J. Habibie, yaitu: otonomi luas bagi Timor-Timur dan kemerdekaan bagi Timor-Timur.
Akhirnya tanggal 30 Agustus 1999 pelaksanaan penentuan pendapat di Timor-Timur berlangsung aman dan dimenangkan oleh kelompok Pro Kemerdekaan yang berarti Timor-Timur lepas dari wilayah NKRI. Masalah itu tidak berhenti dengan lepasnya Timor-Timur, setelah itu muncul tuntutan dari dunia Internasional mengenai masalah pelanggaran HAM yang meminta pertanggungjawaban militer Indonesia sebagai penanggungjawab keamanan pasca jajak pendapat. Hal ini mencoreng Indonesia di Dunia Internasional.
Selain kasus pelanggaran HAM di Timor-Timur tersebut, terjadi kasus yang sama seperti di Aceh melalui Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dan Irian Jaya  lewat Organisasi Papua Merdeka (OPM), dengan kelompok separatisnya yang menuntut kemerdekaan dari wilayah Republik Indonesia.
Pada tanggal 1-21 Oktober 1999, MPR mengadakan Sidang Umum. Dalam suasana Sidang Umum MPR yang digelar dibawah pimpinan Ketua MPR Amien Rais, tanggal 14 Oktober 1999 Presiden Habibie menyampaikan pidato pertanggung jawabannya di depan sidang dan terjadi penolakan terhadap pertanggung jawaban presiden sebagai Mandataris MPR lewat Fraksi PDI-Perjuangan, Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa, Fraksi Kesatuan Kebangsaan Indonesia dan Fraksi Demokrasi Kasih Bangsa. Pada umumnya, masalah-masalah yang dipersoalkan oleh Fraksi-fraksi tersebut adalah masalah Timor-Timur, KKN termasukan pengusutan kekayaan Soeharto, dan masalah HAM. Sementara itu, di luar Gedung DPR/MPR yang sedang bersidang, mahasiswa dan rakyat yang anti Habibie bentrok dengan aparat keamanan. Mereka menolak pertanggung jawaban Habibie, karena Habibie dianggap sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari Rezim Orba.
Kemudian pada tanggal 20 Oktober 1999, Ketua MPR Amien Rais menutup Rapat Paripurna sambil mengatakan, ”dengan demikian pertanggungjawaban Presiden B.J. Habibie ditolak”. Pada hari yang sama Presiden habibie mengatakan bahwa dirinya mengundurkan diri dari pencalonan presiden. Habibie juga iklas terhadap penolakan pertanggung jawabannya oleh MPR. Menyusul penolakan MPR terhadap pidato pertanggung jawaban Presiden Habibie dan pengunduran Habibie dalam bursa calon presiden, memunculkan dua calon kuat sebagai presiden, yaitu Megawati dan Abdurrahman Wahid semakin solid, setelah calon PresidenYusril Ihza Mahendra dari Fraksi Partai Bulan Bintang mengundurkan diri melalui voting, Gus Dur terpilih sebagai Presiden Republik Indonesia keempat dan dilantik dengan Ketetapan MPR No. VII/MPR/1999 untuk masa bakti 1999-2004.
Tanggal 21 Oktober 1999 Megawati terpilih menjadi Wakil Presiden RI dengan Ketetapan MPR No.VIII/MPR/1999 mendampingi Presiden Abdurrahman Wahid. Terpilihnya Abdurrahman Wahid dan Megawati sebagai Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia periode 1999-2004 menjadi akhir pemerintahan Presiden Habibie dengan TAP MPR No. III/MPR/1999 tentang Pertanggungjawaban Presiden RI B.J. Habibie.

Pemikiran Politik B.J Habibie
Pada dasarnya Pemikiran politik B.J Habibie berbeda dengan pemerintahan yang pernah ada di Indonesia, B.J Habibie bermodalkan ilmu pengetahuan (Sains) dan teknologi dalam menjalankan pemerintahannya yang singkat, B.J Habibie lebih menonjol kepada kemampuan Teknokrasi dari pada Demokrasi, akan tetapi karena rasa Nasionalismenya yang kuat dan semangatnya dalam membela NKRI, B.J Habibie dapat memanfaatkan ilmu pengetahuan (Sains) dan Teknologi untuk membantu Indonesia dalam masa transisi dari Orde Baru ke Reformasi. Lalu ketika B.J Habibie menjadi Presiden ke-3, dia membuat salah satu konsep yaitu Second Nature Habibie untuk mengatasi krisis yang ditinggalkan Orde baru. Konsep itu berisikan Teori Toleransi Akumulasi Kerusakan atau Accumulated Damage Toleranci Theory (TTAK) dimana dalam teori tersebut seorang konseptor pesawat udara secara otomatis akan mendiagnosis berbagai potensi kerusakan, baik yang dialami oleh tubuh pesawat maupun mesin kendaraan tercepat itu. Artinya B.J Habibie mendefinisikan Negara bekas Orde Baru adalah sebuah pesawat yang rusak, sehingga pesawat itu harus diperbaiki / diganti yang rusaknya maka itu berarti semua sistem yang dianggap tidak sesuai / tidak baik di masa Orde baru maka sistem tersebut harus diganti atau diperbaiki sehingga sesuai dengan yang diinginkan masyarakat, yang menginginkan adanya Demokrasi kembali.

Saya bilang ke Presiden, kasih saya uang 500 juta Dollar dan N250 akan menjadi pesawat yang terhebat yang mengalahkan ATR, Bombardier, Dornier, Embraer dll dan kita tak perlu tergantung dengan negara manapun. Tapi keputusan telah diambil dan para karyawan IPTN yang berjumlah 16 ribu harus mengais rejeki di negeri orang dan gilanya lagi kita yang beli pesawat negara mereka!

sumber :
Ø  Judul Buku  Esai Politik Tentang Habibie dari Teknokrasi ke Demokrasi,
Karya Fachry Ali
Ø  http://www.slideshare.net/sigitw7/masa-pemerintahan-bj-habibie-16727122

Makalah Kepemimpinan Pemerintahan







KATA PENGANTAR

Alhamdullilahhirabil’alamin puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat-Nya penulisan makalah " Kepemimpinan Pemerintah Indonesia" dalam mata kuliah Sosiologi Pemerintahan.
          Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan makalah ini. Penulis mengakui bahwa dalam penulisan makalah ini banyak kekurangan, hal ini disebabkan keterbatasan dan kemampuan penulis. Namun penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu.
           Pada akhirnya, makalah ini diharapkan mampu memberikan manfaat dan menambah wawasan bagi semua pihak pada umumnya, dan bagi penulis pada khususnya. 
kami juga menyadari bahwa penulisan makalah ini masih jauh dari kata  sempurna dan tidak lepas dari kesalahan. Oleh karena itu, segala kritik dan saran untuk kebaikan sangat kami harapkan demi perbaikan di masa penulisan makalah selanjutnya.








Karawang, 13 maret 2014
Penyusun

















BAB I
PENDAHULUAN
1.1       Latar belakang
Kepemimpinan merupakan cabang dari kelompok ilmu adminstasi, khususnya ilmu administrasi Negara, sedang ilmu administrasi, khususnya salah satu cabang dari ilmu-ilmu social, dan juga merupakan salah satu perkembangan dari Filsafat. Sebelumnya kita ketahui terlebih dahulu makna dari kepemimpinan. Kepemimpinan berasal dari kata “Pimpin” yang berarti tuntun, bina atau bimbing. Pimpin dapat pula berarti menunjukan jalan yang baik atau benar, tetapi dapat pula berarti mengepalai pekerjaan atau kegiatan. Dalam kepemimpinan ini terdapat hubungan antar manusia. Yaitu hubungan mempengaruhi (dari pemimpin) dan hubungan kepatuhan-ketaatan para pengikut atau bawahan karena di pengaruhi oleh kewibawaan pemimpin. Para pengikut terkena pengaruh kekuatan dari pemimpinnya dan bangkitlah secara spontan rasa ketaatan pada pemimpin. kepemimpinan pada dasarnya berarti kemempuan untuk memimpin, kemampuan untuk menentukan secara benar apa yang harus dikerjakan. Sehingga, kepemimpinan merupakan kemampuan mempengaruhi orang lain, yang dilakukan melalui hubungan interpersoanal dan proses komunikasi untuk mencapai tujuan, dan juga merupakan suatu proses mengatur dan membantu orang lain agar bekerja dengan benar untuk mencapai tujuan.
Pemerintahan sebagai salah satu unsur yang penting dari Negara mempunyai posisi yang diterminan dalam kaitannya dengan penyelenggaraan pemerintahan baik keluar maupun kedalam karena posisinya yng demikian strategis itu maka keberadaan Negara dan khususnya pemerintahan Negara menjadi sangat ditentukan oleh keberhasilan pemerintahan dan pemerintah dalam menyelenggarakan pemreintahan dalam kerangka mencapai tujuan Negara. Atas dasar ini tanpa adanya pemerintah dan pemerintahan tujuan Negara tidak akan tercapai dan jika kondisi ini terjadi maka kerugian besar akan ditanggung oleh masyarakat Negara pada umumnya, mengingat salah satu tujuan membentuk pemerintah adalah untuk meningkat kesesejahteraan masyarakat. Lebih penting dari itu bahwa keberadaan satu Negara dalam hubungannya dengan  Negara  lain, pengakuan suatu Negara yang merdeka itu di dasarkan atas adanya pemerintahan yang berdaulat.


1.2       Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penulisan makalah ini adalah sebagai berikut.
1. Dapat mengetahui pengertian kepemimpinan dan kepemimpinan pemerintahan
2. Dapat mengetahui kepemimpinan pemerintahan di indonesia.

1.3       Tujuan Penulisan
Adapun maksud dan tujuan saya dalam pembuatan makalah ini, adalah agar kita dapat mengetahui apa yang dimaksud dengan kepemimpinan pemerintahan sehingga dapat mempengaruhi perjalanan bangsa ini




























Bab II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Kepemimpinan

KEPEMIMPINAN
1. DEFINISI KEPEMIMPINAN
Ada beberapa definisi/pengertian kepemimpinan, antara lain:

a. Tannebaum, Weschler and Nassarik
Kepemimpinan adalah pengaruh antar pribadi, dalam situasi tertentu dan langsung melalui proses komunikasi untuk mencapai satu atau beberapa tujuan tertentu.

b. Shared Goal, Hemhiel & Coons
Kepemimpinan adalah sikap pribadi, yang memimpin pelaksanaan aktivitas untuk mencapai tujuan yang diinginkan.

c. Rauch & Behling
Kepemimpinan adalah suatu proses yang mempengaruhi aktifitas kelompok yang diatur untuk mencapai tujuan bersama.

Banyak kesimpulan bahwa kepemimpinan ada persolaan pengaruh terhadap orang lain atau kelompok, jadi pemimpin yang tidak mempunyai pengaruh, bukan pemimpin yang punya gaya kepemimpinan.

2. PENGERTIAN PEMIMPIN
Pemimpin adalah pelaku utama sebuah proses organisasi. Sebuah organisasi memiliki pemimpin, entah ketua umum, ketua bidang/seksi dll. Kepemimpinan hanya dapat diterapkan oleh seorang pemimpin. Seorang pemimpin adalah seseorang yang mempunyai keahlian memimpin, mempunyai pengaruh.

3. TUGAS DAN PERAN PEMIMPIN
Menurut James A.F Stonen, tugas utama seorang pemimpin adalah:
a. Pemimpin bekerja dengan orang lain
Seorang pemimpin bertanggung jawab untuk bekerja dengan orang lain, salah satu dengan atasannya, staf, teman sekerja atau atasan lain dalam organisasi sebaik orang di luar organisasi.

b. Pemimpin adalah tanggung jawab dan mempertanggungjawabkan (akuntabilitas).
Seorang pemimpin bertanggungjawab untuk menyusun tugas, menjalankan tugas, mengadakan evaluasi, untuk mencapai outcome yang terbaik. Pemimpin bertanggung jawab untuk kesuksesan stafnya tanpa kegagalan.

c. Pemimpin menyeimbangkan pencapaian tujuan dan prioritas
Proses kepemimpinan dibatasi sumber, jadi pemimpin harus dapat menyusun tugas dengan mendahulukan prioritas. Dalam upaya pencapaian tujuan pemimpin harus dapat mendelegasikan tugas-tugasnya kepada staf/anggota/seksi. Kemudian pemimpin harus dapat mengatur waktu secara efektif,dan menyelesaikan masalah secara efektif.

d. Pemimpin harus berpikir secara analitis dan konseptual
Seorang pemimpin harus menjadi seorang pemikir yang analitis dan konseptual. Selanjutnya dapat mengidentifikasi masalah dengan akurat. Pemimpin harus dapat menguraikan seluruh pekerjaan menjadi lebih jelas dan kaitannya dengan pekerjaan lain.

e. Pemimpin adalah seorang mediator
Konflik selalu terjadi pada setiap tim dan organisasi. Oleh karena itu, pemimpin harus dapat menjadi seorang mediator (penengah). Dan yang perlu diperhatikan pemipin sebisa mungkin tidak berada di salah satu blok konflik untuk membuat seorang pemimpin dapat melihat situasi secara objektif sehingga mudah menyelesaikan masalah.

f. Pemimpin adalah politisi dan diplomat
Seorang pemimpin harus mampu mengajak dan melakukan kompromi. Sebagai seorang diplomat, seorang pemimpin harus dapat mewakili tim atau organisasinya.

g. Pemimpin membuat keputusan yang sulit
Seorang pemimpin harus dapat memecahkan masalah dan berani mengambil resiko bila harus memutuskan persoalan yang sulit.

Menurut Henry Mintzberg, Peran Pemimpin adalah:
a. Peran hubungan antar perorangan, dalam kasus ini fungsinya sebagai pemimpin yang dicontoh, pembangun tim, pelatih, direktur, mentor konsultasi.
b. Fungsi Peran informal sebagai monitor, penyebar informasi dan juru bicara.
c. Peran Pembuat keputusan, berfungsi sebagai pengusaha, penanganan gangguan, sumber alokasi, dan negosiator

4. PRINSIP-PRINSIP DASAR KEPEMIMPINAN
Sebelum lebih jauh menjelaskan tentang prinsip-prinsip kepemimpinan, perlu dipahami adalah, apa yang disebut dengan prinsip.

Menurut Stephen R. Covey (1997), Prinsip adalah bagian dari suatu kondisi, realisasi dan konsekuensi. Mungkin prinsip menciptakan kepercayaan dan berjalan sebagai sebuah kompas/petunjuk yang tidak dapat dirubah. Prinsip merupakan suatu pusat atau sumber utama sistem pendukung kehidupan yang ditampilkan dengan 4 dimensi seperti; keselamatan, bimbingan, sikap yang bijaksana, dan kekuatan.

Karakteristik seorang pemimpin didasarkan kepada prinsip-prinsip (Stephen R. Coney), sebagai berikut:

1. Seorang yang Belajar Seumur Hidup
Tidak hanya melalui pendidikan formal, tetapi juga diluar sekolah. Contohnya, belajar melalui membaca, menulis, observasi, dan mendengar. Mempunyai pengalaman yang baik maupun yang buruk sebagai sumber belajar.

2. Berorientasi pada Pelayanan
Seorang pemimpin tidak dilayani tetapi melayani, sebab prinsip pemimpin dengan prinsip melayani berdasarkan karir sebagai tujuan utama. Dalam memberi pelayanan, pemimpin seharusnya lebih berprinsip pada pelayanan yang baik.

3. Membawa Energi yang Positif
Setiap orang mempunyai energi dan semangat. Menggunakan energi yang positif didasarkan pada keikhlasan dan keinginan mendukung kesuksesan orang lain. Untuk itu, dibutuhkan energi positif untuk membangun hubungan baik. Seorang pemimpin harus dapat dan mau bekerja untuk jangka waktu yang lama dan kondisi tidak ditentukan. Oleh karena itu, seorang pemimpin harus dapat menunjukkan energi yang positif, seperti;
a. Percaya pada orang lain
Seorang pemimpin mempercayai orang lain termasuk staf bawahannya, sehingga mereka mempunyai motivasi dan mempertahankan pekerjaan yang baik. Oleh karena itu, kepercayaan harus diikuti dengan kepedulian.

b. Keseimbangan dalam kehidupan
Seorang pemimpin harus dapat menyeimbangkan tugasnya. Berorientasi kepada prinsip kemanusiaan dan keseimbangan diri antara kerja dan olah raga, istirahat dan rekreasi. Keseimbangan juga berarti seimbang antara kehidupan dunia dan akherat.

c. Melihat kehidupan sebagai tantangan
Kata ‘tantangan’ sering diinterpretasikan negatif. Dalam hal ini tantangan berarti kemampuan untuk menikmati hidup dan segala konsekuensinya. Sebab kehidupan adalah suatu tantangan yang dibutuhkan, mempunyai rasa aman yang datang dari dalam diri sendiri. Rasa aman tergantung pada inisiatif, keterampilan, kreatifitas, kemauan, keberanian, dinamisasi dan kebebasan.

d. Sinergi
Orang yang berprinsip senantiasa hidup dalam sinergi dan satu katalis perubahan. Mereka selalu mengatasi kelemahannya sendiri dan lainnya. Sinergi adalah kerja kelompok dan memberi keuntungan kedua belah pihak. Menurut The New Brolier Webster International Dictionary, Sinergi adalah satu kerja kelompok, yang mana memberi hasil lebih efektif dari pada bekerja secara perorangan. Seorang pemimpin harus dapat bersinergis dengan setiap orang atasan, staf, teman sekerja.

e. Latihan mengembangkan diri sendiri
Seorang pemimpin harus dapat memperbaharui diri sendiri untuk mencapai keberhasilan yang tinggi. Jadi dia tidak hanya berorientasi pada proses. Proses daalam mengembangkan diri terdiri dari beberapa komponen yang berhubungan dengan: (1) pemahaman materi; (2) memperluas materi melalui belajar dan pengalaman; (3) mengajar materi kepada orang lain; (4) mengaplikasikan prinsip-prinsip; (5) memonitoring hasil; (6) merefleksikan kepada hasil; (7) menambahkan pengetahuan baru yang diperlukan materi; (8) pemahaman baru; dan (9) kembali menjadi diri sendiri lagi. Sekali lagi, seorang pemimpin harus dapat memperbaharui diri sendiri untuk mencapai keberhasilan yang tinggi.


Menjadi pemimpin yang berprinsip dalam organisasi dibutuhkan sebuah pengalaman, karena seorang pemimpin tidak mungkin ketika lahir dari rahim ibunya langsung menjadi pemimpin yang berprinsip, pasti akan diperlukan proses pembelajaran dalam menjalani kehidupan. Teori-teori diatas bukan satu pedoman yang mesti dipakai dalam menggambarkan pemimpin dan kepemimpinan, karena ilmu pengetahuan akan terus berkembang yang kemudian akan menghasilkan perubahan–perubahan, atau juga akan disesuaikan dengan kondisi dan realitas di mana tempat seseorang menjadi pemimpin.
Beberapa pakar telah memberikan definisi yang berbeda tentang kepemimpinan, antara lain:
Menurut C. N Cooley ( 1902)
The leader is always the nucleus or tendency, and on the other hand, all social movement, closely examined will be found to concist of tendencies having such nucleus.
Maksudnya pemimpin itu selalu merupakan titik pusat dari suatu kecenderungan, pada kesempatan lain, semua gerakan sosial kalau diamati secara cermat akan ditemukan kecenderungan yang memiliki titik pusat.
Kepemimpinan adalah suatu proses saling mendorong melalui keberhasilan interaksi dari perbedaan individu, mengontrol daya manusia dalam mengejar tujuan bersama. Dalam buku karangan Prof. Dr. Sudarwan Danim yang berjudul “Motivasi Kepemimpinan&Efektivitas Kelompok”, menyebutkan beberapa definisi kepemimpinan. Mc Farland (1978) dalam Sudarwan Danim (2004:55) mengemukakan bahwa kepemimpinan adalah suatu proses dimana pimpinan dilukiskan akan memberi perintah/pengaruh, bimbingan/proses mempengaruhi pekerjaan orang lain dalam memilih&mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Jadi kepemimpinan merupakan sebuah fenomena yang universal, dan merupakan fenomena yang kompleks sehingga tidak ada satu definisi kepemimpinan yang dapat dirumuskan secara lengkap untuk mengabstraksikan perilaku sosial/interaksi manusia di dalam organisasi.
Menurut Pancasila, Pemimpin harus bersikap sebagai pengasuh yang mendorong, menuntun, dan membimbing asuhannya. Dengan kata lain, beberapa asas utama dari kepemimpinan Pancasila adalah :
o        Ing Ngarsa Sung Tuladha : Pemimpin harus mampu dengan sifat dan perbuatannya menjadikan dirinya pola anutan dan ikutan bagi orang – orang yang dipimpinnya.
o        Ing Madya Mangun Karsa : Pemimpin harus mampu membangkitkan semangat berswakarsa dan berkreasi pada orang – orang yang dibimbingnya.
o       Tut Wuri Handayani : Pemimpin harus mampu mendorong orang – orang yang diasuhnya berani berjalan di depan dan sanggup bertanggung jawab.

2.2 Teori Kepemimpinan Pemerintahan

a. Teori Otokritas Dalam Kepemimpinan Pemerintahan
Teori otokritas dalam kepemimpinan pemerintahan adalah teori bagaimana seorang pimpinan pemerintahan dalam menjalankan tugasnya bekerja tanpa menerima saran dari bawahan, pemerintah diberikan dalam satu arah saja artinya bawahan tidak diperkenankan membantah, mengkritik, bahkan bertanya.
Cara ini biasanya terjadi pada organisasi militer terutama dalam keadaan itu diperlukan dramatisir keadaan bagaimana berjasanya sang pimpinan setelah beberapa waktu berlalu marah dengan suara keras, kasar dan lantang.

b. Teori Sifat Dalam Kepemimpina Pemerintahan
Teori sifat dalam kepemimpinan pemerintahan adalah teori yang mengatakan bahwa kepemimpinan tercipta dari seseorang berdasarkan sifat-sifat yang dimiliki seseorang tersebut, berarti yang bersangkutan sudah sejak lahir memiliki ciri-ciri untuk menjadi pemimpin.
Menurut teori ini seseorang memiliki bawaan bakat turunan, antara lain cukup terampil untuk mengurus orang lain, memiliki kepekaan inisiatif, mempunyai rangsangan emosional untuk  membela teman, dewasa dalam pemikiran, pandai membujuk dalam rayuan yang menghanyutkan, gampang berkomunikasi, percaya untuk tampil di depan umum, kreatif dalam menemukan gagasan baru, mempunyai presepsi positif serta jalan keluar setiap masalah, dan selalu berpartisipasi dalam setiap kegiatan orang lain.
Pengkritik teori sifat dalam kepemimpinan pemerintahan ini berpendapat bahwa tidak ada hubungan antara sifat kepemimpinan dengan tingkat keberhasilan, bagi para pengkritik ini pemimpin bukan dilahirkan dengan sifat-sifat khususnya tetapi dapat dibentuk melaui kebiasaan, inilah yang dalam pepatah dikenal sebagai “alaaaah bisa karena biasa”.

c. Teori Manusiawi Dalam Kepemimpinan Pemerintahan
Teori manusiawi dalam kepemimpinan pemerintahan adalah teori yang pemimpinannya benar-benar merasakan bawahannya (baik rakyat maupun staf) sebagai manusia yang dapat dimotivasi kebutuhannya sehingga menimbulkan kepuasan kerja, untuk itu teori ini berkaitan dengan teori motivasi. Ada tiga pakar yang populer dengan teori motivasi, yaitu Abraham Maslow, Douglas Mac Gregor, dan David Mac Clelland.

d. Teori Perilaku Pribadi Dalam Kepemimpinan Pemerintahan
Teori perilaku dalam pemerintahan adalah teori di mana pemimpin melakukan pendekatan pada bawahan melalui cara-cara non formal yang tidak resmi, dengan begitu perintah biasanya dilakukan secara lisan dan bukan tertulis. Jadi kalau teori otokratis dinilai cukup efektif hasilnya maka teori perilaku pribadi cukup efisien dalam tenaga dan biaya.
Tidak menutup kemungkinan pemimpin yang menggunakan teori ini memberikan perintahnya pada tempat yang tidak resmi misalnya lapangan olah raga seperti tenis, badminton, golf, bola kaki dan lain-lain atau pada berbagai pesta seperti sunatan, pernikahan, pertunangan, ulang tahun dan lain-lain. Hal ini melihat ruang tempat memberukan perintah yang tidak resmi.
Sedangkan memberikan perintah tidak resmi pada teori perilaku pribadi ini dilihat dari waktunya terkadang pada waktu berkendaraan seperti di atas mobil, motor, kereta api, pesawat udara, kapal laut dan lain-lain atau kerika dengan berkomunikasi secara santai seperti dalam telepon, faximille, pager, dan lain-lain yang tidak menggunakan kata-kata dan kop dinas.
Dalam teori ini pembicaraan dimulai dari menanyakan keluarga seperti anak, isteri, tetangga, ibu, bapak dan saudara lainnya sehingga dengan begitu tudak langsung pada sasaran, dengan demikian dapat diperhitungkan saat waktu yang tepat untuk mengeluarkan perintah atau suruhan menjadi tidak terasa.
Untuk itu teori ini memerlukan bakat tersendiri dari pemimpin yang melakukannya, dalam kepemimpinan pemerintah biasanya atasa mengadakan arisan, undangan makan malam, kumpul reuni, kesukuan, keagamaan.

e. Teori Lingkungan Dalam Kepemimpinan Pemerintahan
Teori lingkungan dalam kepemimpinan pemerintahan adalah teori yang memperhitungkan ruang dan waktu, berbeda dengan teori sifat yang mengatakan bahwa pemimpin itu dilahirkan (leader is born) maka dalam teori ini pemimpin dapat dibentuk.

f. Teori Situasi Dalam Kepemimpinan Pemerintahan
Teori situasi dalam kepemimpinan pemerintahan adalah teori dimana pemimpin memanfaatkan situasi dan kondisi bawahannyadalam kepemimpinannya. Yaitu dengan memperhatikan dukungan (supportif) dan pengarahan (directif).
S                D
S               D
S                D
S               D
S= Supportif (dukungan)
D= Directif (Pengarahan)

g. Teori Pertukaran Dalam Kepemimpinan Pemerintahan
            Teori pertukaran dalam kepemimpinan pemerintahan adalah teori dimana pemimpin pemerintahan dalam mempengaruhi bawahannya memakai strategi take and give yaitu ketika atasan memberikan perintah maka selalu diutarakan bahwa bila berhasil akan dinaikan gaji, atau sebaliknya sebelum penerimaan suatu honor lalu pemimpin mengutarakan bahwa selayaknya bawahan bekerja lebih rajin, dengan demikian akan menjadi bawahan yang tahu diri.

h. Teori Kontingensi Dalam Kepemimpinan Pemerintahan
            Teori kontingensi dalam kepemimpinan pemerintahan adalah teori yang berpatokan pada tiga hal yaitu hubungan atasan dengan bawahan (leader membership relation), struktur/orientasi tugas (task structure) dan posisi/wibawa pemimpin (leader position power).


2.3 Gaya Kepemimpinan Pemerintahan

a. gaya demokratis
adalah cara dan irama seseorang pemimpin dalam menghadapi bawahan dan masyarakatnya dengan memakai metode pembagian tugas secara merata dan adil, kemudian pemilihan tugas tersebut dilakukan secara terbuka, antar bawahan dianjurkan berdiskusi tentang keberadaannya untuk membahas tugasnya, baik bawahan yang teredah sekalipun boleh meyampaikan saran serta diakui haknya, dengan demikian dimiliki persetujuan dan konsensus atas kesepakatan bersama.

b. gaya birokratis dalam kepemimpinan pemeritahan
gaya birokratis adalah cara dan irama seorang pemimpin dalam menghadapi bawahan dan masyarakatnya dengan memakai metode tanpa pandang bulu, artinya setiap bawahan harus diperlakukan sama disiplinnya, spesialisasi tugas yang khusus, kerja yang ketat pada aturan (rule), sehingga kemudian bawahan menjadi kaku tetapi sederhana (zakelijk).

c. gaya kebebasan
merupakan gaya dan irama seorang pemimpin pemerintahan dalam menghadapi bawahan dan masyarakatnya dengan memakai metode pemberian keleluasaan pada bawahan seluas-luasnya, metode ini dikenal juga dengan Laissez faire atau libelarism. Dalam gaya ini setiap bawahan bebas bersaing dalam berbagai strategi ekonomi, politik, hukum dan administrasi.

d. gaya otokratis
adalah cara dan irama seorang pemimpin dalam menghadapi bawahan dan masyaraktnya dengan metode paksaan kekuasaan (coercive power)..
Prof. Dr. Sondang P. Siagian, MPA dengan bukunya “Teori & Praktek Kepemimpinan”     mengatakan bahwa gaya kepemimpinan seseorang tidak bisa berubah menghadapi situasi bagaimanapun. Jika seorang pemimpin memiliki ciri-ciri kepemimpinan yang otokratik, gaya kepemimpinannya pun akan otokratik pula, terlepas dari situasi yang dihadapinya. Sebaliknya, seseorang yang pada dasarnya berpandangan demokratik akan secara konsisten menggunakan gaya kepemimpinannya yang partisipatif meskipun situasi organisasional yang dihadapinya sesungguhnya menuntut gaya kepemimpinan yang lain. Menurut teori situasional, seorang pemimpin yang paling otokratik sekalipun akan mengubah gaya kepemimpinannya yang otokratik itu dengan gaya lain, misalnya agak demokratistik tergantung situasi. Sebaliknya seseorang yang menggunakan gaya kepemimpinan yang demokratik mungkin saja bertindak otoriter apabila situasi menghendakinya. Prof. Sondang Siagian berpendapat bahwa teori yang sangat dominan tentang kepemimpinan yang efektif dewasa ini adalah teori kepemimpinan yang situasional atau teori kontingesi “contingency theory”
Sedangkan menurut Drs. Pamudji, nampaknya telah terjadi pencampur-adukan antara gaya kepemimpian dengan tipe kepemimpinan. Misalnya gaya otokratis, oleh Drs. Pamudji dimasukkan ke salah satu tipe, yaitu tipe otokratis, sedangkan gaya partisipatif dan gaya kebebasan dimasukkan ke dalam tipe demokratis. Di samping tipe-tipe otokratis dan demokratis, masih dijumpai tipe-tipe lain seperti tipe militeristik, paternalistik, karismatis, tradisional, rasional/birokratis dan lain-lain. Dalam bahasan gaya kepemimpinan, sering dibedakan antara gaya motivasi (motivation style), gaya kekuasaan (power style), dan gaya pengawasan (supervisory style). Jadi menurut Drs. Pamudji, gaya kepemimpinan dapat dibedakan menjadi gaya motivasi, kekuasaan, dan pengawasan.

2.4 Variabel Kepemimpinan Pemerintahan

a. Variabel Situasi Dan Kondisi Pemerintahan
Ada tujuh situasi dan kodisi yang menyebabkan pemimpin pemerintahan harus otokrasi atau demokrasi yaitu: faktor sifat dan bentuk negara, faktor geografis, faktor warga negara, faktor sejarah, faktor efisiensi dan efektivitas, faktor politik, faktor rezim yang berkuasa. Situasi dan kondisi dapat menentukan bagaimana seorang pemimpin pemeritahan seharusnya akan bertindak, bahkan pada situasi dan kondisis tertentu dapat melahirkan pemimpin.

b. Variabel Orang Banyak Sebagai Peganut
Orang banyak yang dikenal sebagai rakyat jelata memang selama ini dikenal diam hanya saja jumlahnya sangat banyak, maksudnya bila terjadi demonstrasi , maka kemarahan orang banyak sulit dibendung dan bisa menggulingkan kekuasaan pemimpin yang tirani. Oleh karena itu masa di negara kita sekalipun musti dekanali, perlu dikenali tuntutannya, dikenali budaya sehari-harinya, dikenali seberapa kuat pengerahannya serta prediksi dampak positif serta ekses negatifnya.

c. Variabel Penguasa Sebagai Pemimpin
pemimpin pemerintahan adalah penguasa tetapi perlu diingat bahwa bagaimanapun yang bersangkutan memiliki kekuasaan, namun tetap saja sebagai manusia mempunyai jiwa, jiwa itulah yang memiliki rasa seperti iba, kasih sayang, benci, dendam dan lain-lain.
Drs. Pamudji juga mengemukakan variabel-variabel kepemimpinan sama seperti dengan yang dikemukakan oleh Drs. Inu Kencana Syafe’i.

2.5 Teknik Kepemimpinan Pemerintahan

a. teknik persuasif dalam kepemimpinan pemerintahan
adalah strategi dalam pimpinan pemerintahan camat, bupati, gubernur, ataupu walikota membujuk bawahannya untuk bekerja lebih rajin. Bujukan dilakukan degan lunak dan lemah lembut.

b. teknik komunikatif dalam kepemimpian pemerintahan
adalah strategi pemimpin dalam memperlancar pekerjaannya mencapai tujuan melakukan hubungan sesuai dengan kaidah ilmu komunikasi yaitu apa yang diiginkan oleh pemerintah sebagai jalan pemberi pesan sama dengan apa yang diterima bawahan dan masyarakat.

c. teknik fasilitas dalam kepemimpina pemerintahan
adalah strategi pemimpin dalam memberikan fasilitas pada bawahan atau masyarakatnya untuk memperlancar pekerjaan karena bawahan dan masyarakat tersebut terikat oleh pemberian tersebut.

d. teknik motivasi dalam kepemimpinan pemerintahan
adalah strategi pemimpin mendorong bawahan dan masyarakatnya bekerja serta membangun lebih rajin.

e. teknik keteladanan dalam kepemimpian pemerintahan
adalah strategi pemimpin pemerintahan untuk memberikan contoh atau teladan yang baik kepada bawahannya maupun masyarakatnya sendiri. Menurut Drs. Pamudji, teknik kepemimpinan adalah suatu cara yang merupakan pola tetap utuk mempengaruhi orang-orang agar bergerak ke arah yang diinginkan oleh pemimpin. Drs. Pamudji mengemukakan macam-macam teknik kepemimimpinan antara lain:
a. teknik pematangan/penyiapan pengikut;
b. teknik human relation;
c. teknik menjadi teladan;
d. teknik persuasi dan pemberian perintah;
e. teknik penggunaan sistem komunikasi yang cocok; f. teknik penyediaan fasilitas.
Teknik yang dikemukakan oleh Drs. Inu Kencana dan Drs. Pamudji pada dasarya adalah sama. Tetapi Dr. Kartini Kartono mengemukakan bahwa teknik kepemimpinan adalah kemampuan dan keterampilan teknis serta sosial pemimpin dalam menerapkan teori-teori kepemimpinan pada praktik kehidupan serta praktik organisasi. Teknik kepemimpinan juga dapat dirumuskan sebagai cara bertindaknya pemimpin dengan bantuan alat-alat fisik dan macam-macam kemampuan psikis untuk mewujudkan kepemimpinannya. Sehingga yang masuk ke dalam kategori teknik kepemimpian adalah:
·         etika profesi pemimpin dan etiket
·         kebutuhan dan motivasi
·         dinamika kelompok
·         komunikasi
·         kemampuan pengambilan keputusan
·         keterampilan berdiskusi dan “permainan” lainnya

2.6 Kepemimpinan Pemerintah Dan Swasta Pemerintahan
Kepemimpinan pemerintahan lebih mengutamakan ke pada masyarakat, sehingga kepemimpinan ini lebih memiliki kekuaatan yang besar untuk memimpin. Karena, pamimpin ini tidak memimpin hal yang kapasitasnya sedikit, melainkan lebih besar, yang di tujukan kepada masyarakat. Dalam kepimimpinan pemerintahan terdapat aturan yang harus di ikuti, tau aturan mainnya, seperti:
A. Monopolistic
Yang mana para pengikut, mua tidak mau hars mengikuti ketentuan prosedur yang telah di tentukan oleh pemerintahan, sehingga tidak ada penyelewengan di luar aturan itu.
B. Mempunyai ketentuan hukum
Dalam hal hukum pun, kepimpinan pemerintah juga sangat ketat. Kerana seorang pengikut harus mengikuti aturan hukum yang berlaku dalam system pemerintahanya.
Swasta
Kepemimpinan swasta ini, lebih mengutamakan ke untungan bagi konsumeya. Karena kepemimpian ini tidak terikat dengan hal lain, tetapi kepemimpinan ini berdiri dengan sendiri, dan juga dengan aturan yang telah di tentukan oleh pemimpinya, sehingga kepemimpinan ini memberikan kebebasan menentukan pilahanya, sehingga tidak terikat dengan aturan-aturan yang ada, dan juga tidak tergantung dengan produsen-produsen.
Variable Pemerintahan dan Kepemimpinan
Dalam pemerintahan dan kepemimpinan memiliki 3 variable yang harus ada, dan setiap variable memiliki keterkaitan yang besar. Sehingga antara variable yang satu dengan yang lain saling terkait. Variable itu antara lain:

A. Pemimpin
Telah kita bahas di atas tadi tentang pemimpin, bahwa pemimpin, adalah orang yang menguasai orang lain sesuai dengan keinginannya, atau mengatur bawahanya.

B. Yang di Pimpin
Sangat jelas di sini, tentang siapakah yang di pemimpin bila adanya seorang pemimpin. Yaitu bawahan, anggota, atau pegawai (ketika itu perusahaan). Karena seorang pemimpin sangat membutuhkan anggota yang harus di pimpin. Apabila tidak adanya yang di pimpin maka tidak adanya seorang pemimpin, karena siapa yang harus dia pimpin, ketika tidak adanya yang di pimpin. Seorang pemimpin juga harus melihat siapa yang mereka pimpin. Karena ada beberapa criteria anggota atau bawahan yang akan di pimpin. Criteria ini di kemukakan dalam bentuk teori motifasi, sehingga muncullah 2 teori, yaitu:
1.      Teori X : golongan orang yang malas dalam mengerjakan pekerjaannya dan juga mempunyai wawasan yang relative.
2.      Teori Y : golongan orang yang baik, bagus dalam bekerja, dan mempunyai wawasan yang luas, atau tinggi.

C. Stuasi
Stuasi di sini, merupakan suasana atau keadaan dalam suatu instansi yang di pimpin. Yang mana, seorang pemimpin harus dapat melihat stuasi yang ada, agar dapt menguasainya. Karena ini lah pendorong seorang pemimpin katika ingin memimpin bawahannya. Apakah keadaan yang ada dapat menguntungkan baginya atau tidak.
Kepemimpinan Pemerintahan
Kepemimpinan pemerintahan merupakan kepemimpinan yang di pimpin di bawah kepemimpinan kepemerintahan, yang sepenuhnya memiliki kekuasaan dalam segala hal. Yang mencakup perekonomian, politik, bisnis, dan segala hal. Karena ini lah kepemimpinan yang sepenuhnya berkuasa dalam suatu Negara, sehingga ada beberapa komponen yang mempengaruhi pemerintahan ini, yaitu:
a)      Pemilih
b)      Kekuatan Partai
c)      Legislatif
d)     Eksekutif
e)      Pejabat karir/ Birokrat
Itulah komponen-komponen yang dapat mempengaruhi pemerintahan yang ada. Apabila dari komponen itu ada yang kurang atau tidak ada, maka tidak akan adanya kepemimpinin yang di pimpin oleh pemerintahan.

2.7 Etika Kepemimpinan Pemerintahan
Etika kepemimpinan pemerintahan dapat dimaknai sebagai implementasi kepemimpinan pemerintahan yang mempedomani nilai-nilai etika pemerintahan. Sebagaimana dipahami bahwa di dalam organisasi pemerintahan, peran pemimpin sangat sentral artinya dinamika bergeraknya organisasi pemerintahan sangat dipengaruhi oleh perilaku pemimpinnya, oleh karena itu baik buruknya penyelenggaraan pemerintahan sangat ditentukan oleh pemimpinnya. Pemerintahan merupakan institusi netral, dimana di dalamnya terbuka peluang bagi pemimpinnya untuk berbuat baik atau sebaliknya. Apabila pemerintahan dikelola oleh pemimpin yang memegang etika kepemimpinan pemerintahan, maka rakyat akan menerimanya sebagai rahmat (Rasyid, 2001:422).
Peran terbesar yang harus dijalani oleh seorang pemimpin pemerintahan adalah bagaimana bagaimana memberikan pencerahan bagi masa depan organisasi yang dipimpinnya, dengan menciptakan situasi dan kondisi kondusif serta memungkinkan berlangsungnya proses-proses manajemen secara optimal. Pemimpin pemerintahan dalam melaksanakan tugas, fungsi dan dalam berperilaku, perlu memahami dan mengimplementasikan makna dari etika. Pemahaman akan etika kepemimpinan pemerintahan merupakan landasan berpijak penting dalam melaksanakan pola-pola kerja, baik yang bersifat hirarkhis formal maupun hubungan yang sifatnya non formal. Dengan demikian maka pemimpin dan yang dipimpin, akan bekerjasama dalam koridor yang sifatnya saling melengkapi, tidak sekedar pada pola hubungan atasan dan bawahan. Dengan menyadari etika kepemimpinan pemerintahan maka pemimpin pemerintahan perlu menumbuhkan dinamika yang fair dalam organisasi,yang dapat menciptakan suasana kondusif bagi semua pihak, untuk menjalani dan menikmati pekerjaan, sebagai bagian dari tanggung jawab, tanpa merasa terbebani apalagi mersa tertekan. Pekerjaan itu harus dipahami sebagai panggilan, rahmat, amanah, seni dan bagian dari ibadah, sehingga komitmen pengabdian harus ditempatkan sebagi prioritas. Bagi seorang pemimpin pemerintahan, siapapun dia dan dalam bentangan lahan pengabdian apapun, harus memahami bahwa ia mengemban amanah dari orang yang dipimpinnya, dan tidak sekedar menjadikan posisi itu sebagai lambing kebanggaan dan kemegahan (Kaloh, 2009:8).
Bagi seorang pemimpin organisasi yang dipimpinnya ibarat pohon yang harus terus hidup dan tumbuh untuk kepentingan diri dan lingkungannya, bagi setiap cabang, bagi setiap ranting, buah sampai tunasnya. Demikian pula bagi organisasi semua anggota ingin merasakan sebagai tempat bernaung.

A. KARAKTER KEPEMIMPINAN PEMERINTAHAN YANG BER ETIKA
1.       AKOMODATIF, seorang pemimpin pemerintahan harus dapat menerima kritik atau usulan dari berbagai pihak, hal ini harus dilakukan karena kebenaran itu tidak hanya datang dari satu pihak, tetapi dari semua orang.
2.       SENSITIF, karakter kepemimpinan ini ditandai dengan kemampuan untuk secara dini memahami dinamika perkembangan masyarakat, mengerti apa yang mereka butuhkan, dan mengusahakan agar menjadi pihak pertama yang member perhatian terhadap kebutuhan itu, dengan kata lain pemimpin yang baik harus turun dari kantor atau rumah, lalu melihat kekurangan-kekurangan yang dihadapi rakyat.
3.       RESPONSIF, karakter ini ditandai aktifnya pemimpin jika berhadapan dengan rakyat, pemimpin dalam hal ini lebih banyak berperan menjawab aspirasi atau tuntutan masyarakat yang disalurkan melalui media massa. Setiap usulan rakyat tidak hanya didengar saja, tetapi ditindak lanjuti dengan aksi.
4.       PROAKTIF, karakter ini ditandai sikap antisipasi terhadap kejadian-kejadian yang akan timbul yang akan merugikan masyarakat misalnya banjir, wabah penyakit, kelaparan dan sebaginya.
Sebaliknya karakter kepemimpinan yang tidak ber etika adalah:
1.       DEFENSIF, karakter kepemimpinan yang ditandai oleh sikap egoistik dan merasa paling benar, bila rakyat mengadukan suatu persoalan, bukan diterima dengan baik, tetapi malah sebaliknya dimarahi. Pemimpin yang ber etika seharusnya tidak akan marah jika diberi saran atau dinasehati rakyatnya.
2.       REPRESIF, karakter kepemimpinan ini ditandai sikap yang selain egoisti dan juga arogan, yang memandang kekuasaan sebagai sesuatu yang dimiliki, semakin besar kekuasaan semakin besar kewenangan semakin sewenang-wenang.

B. HAL-HAL YANG HARUS DIPERHATIKAN KEPEMIMPINAN PEMERINTAHAN
Di dalam menggerakkan anggota-anggotanya, seorang pemimpin pemerintahan harus melakukan hal-hal yang jika dikaitkan dengan etika pemerintahan, antara lain dapat dikemukakan sebagai berkut:
1.         Pemimpin itu ada untuk membawa harapan, kesejahteraan, rasa aman dan pemberi penghargaan.
2.       Pemimpin tidak hanya tampil untuk member perintah, akan tetapi juga tampil sebagai figur pemberi teladan, panutan dan pemberi arah; sebagai fasilitator, pemberi fasilitas dan bantuan jika dibutuhkan; sebagai mitra kerja, khususnya dalam hubungannya dengan Badan legislatif; sebagi penaggung resiko, artinya tampil di depan jika organisasi yang dipimpinnya menghadapi permasalahan dan permasalahan hukum; sebagai orang yang di depan untuk menggalang semua kekuatan dan sumberdaya yang ada di organisasi untuk  mencapai visi dan misi dari organisasi yang dipimpinnya.
3.       Pemimpin karena kedudukannya harus mampu mendorong organisasi dan orang-orang yang dipimpinnya berkembang, belajar dan berdaya guna serta mampu mengembangkan seluruh potensi dirinya secara optimal. Dan juga haru mampu menciptakan iklim dan budaya dimana kreativitas, intergritas, profesionalitas, komitmen, tanggung jawab dan kualitas prima menjadi roh yang mendarah daging di seluruh organisasi. Pemimpin yang baik juga harus mampu menjadi manusia pembelajar, yaitu tak pernah berhenti untuk belajar dari kehidupannya, lingkungan sekitarnya dan orang lain.
4.       Pemimpin harus memiliki kerendahan hati, dengan tidak membanggakan prestasi yang berfokus pada diri sendiri. Sebaliknya melakukan yang terbaik, secara bersama, sehingga keberhasilan adalah keberhasilan bersama. Memiliki kerendahan hati, serta memiliki kebiasaan hidup sederhana, membuat orang-orang disekitarnya memberikan hormat dan dukungan. Pemimpin pemerintahan harus memiliki keyakinan kuat untuk berhasil. Keyakinan ini mendorong energy dan semangat luar biasa untuk berjuang meraih keberhasilan yang diyakininya tersebut.

C.                 Pengelolaan Kekuasaan Pemerintahan
Kekuasaan bagi seorang pemimpin pemerintahan merupakan satu sarana untuk membuat keputusan dan/atau tindakan, mengimplementasikan keputusan atau tindakan, dan juga untuk mengevaluasinya. Untuk itu kemanfaatnya sangat tergantung pada pemimpin dan itu akan berpengaruh terhadap pengikut, ada tiga jenis kekuasaan dilihat dari sisi kemanfaatanya, khususnya dari sisi pengikut.
    
Kekuasaan Memaksa, kekuasaan ini dilaksanakan pemimpin dengan cara menakut-nakuti pengikut agar mengikuti kehendak pemimpin. Pemimpin dalam hal ini memberikan tekanan untuk menimbulkan rasa takut pada diri pengikut bahwa sesuatu yang buruk akan menimpa mereka atau bahwa sesuatu yang baik akan diambil dari pengikut oleh pemimpin, apabila mereka tidak mematuhi pemimpin. Maka karena ketakutan akan akibat yang mungkin timbul, mereka tunduk dan mengikuti arus atau dengan memberikan kesetiaan sekedar basa-basi (semu), setidaknya pada awalnya. Namun komitmen mereka dangkal dan cepat berubah jika tidak ada yang mengawasi. Dan kondisi ini jika terus berlanjut pengikut cenderung memberikan kegiatan perlawanan yang dapat berwujud sabotase atau pengrusakan, jika ancaman sudah tidak ada lagi.

Kekuasaan Manfaat, kekuasaan ini dilaksanakan pemimpin dengan cara memberikan keuntungan pada pengkut. Pengikut mengikuti pemimpin karena alasan keuntungan yang akan diperoleh apabila mereka mengikuti pemimpin. Kekuasaan dalam hubungan ini berdasarkan pada pertukaran barang dan jasa. Para pengikut mempunyai sesuatu yang dibutuhkan oleh pemimpin seperti waktu, uang, tenaga, keterampilan pribadi, minat, bakat, dukungan dan lain sebagainya, dan sebaliknya pemimpin mempunyai sesuatu yangdibutuhkan oleh pengikut seperti informasi, uang, promosi, ajakan bergabung, kemitraan, rasa aman, kesempatan dan lain sebagainya. Para pengikut berperilaku dengan keyakinan bahwa pemimpin dapat dan akan melakukan sesuatu bagi mereka apabila mereka tetap memenuhi kewajibannya dengan melakukan sesuatu bagi pemimpin.
Ø  Kekuasaan Yang Berprinsip, kekuasaan ini dilakukan pemimpin untuk menggerakkan pengikut dan pengikut mengikuti dan patuh pada pemimpin karena mereka percaya bahwa pemimpin dipercaya akan memberikan apa yang diinginkan/dicoba untuk diraih. Pemimpin diikuti karena pengikut memang ingin mengikuti, mau percaya terhadap perjuangan pemimpin, untuk itu pengikut mau melakukan apa yang diinginkan oleh pemimpin untuk dilaksanakan. Hal ini buka kesetiaan atau kepatuhan yang tanpa alasan, tetapi merupakan komitmen yang disadari, dan dengan sepenuh hati, serta bebas.
Banyak orang atau pengikut telah pernah mengalami kekuasaan seperti ini suatu saat dalam hidup mereka, dalam hubungan mereka dengan seorang guru, majikan, anggota keluarga, atau teman yang telah mempengaruhi hidup mereka secara mendalam dan signifikan. Mungkin pula seseorang itu adalah orang yang member mereka kesempatan untuk berhasil atau berprestasi, atau memberi  mereka semangat saat semuanya nampak suram, atau orang yang kebetulan hadir pada saat dibutuhkan. Apapun yang pengikut lakukan, mereka melakukannya karena percaya pad pemimpin, dan pemimpin membalasnya dengan rasa hormat, kesetiaan, komitmen, dan kerelaan untuk mengikuti, hamper tanpa syarat atau batasan (Covey, 1997:119, alih bahasa: Sanjaya).
Masing-masing kekuasaan ini mempunyai landasan yang berbeda, dan masing-masing menimbulkan hasil yang berbeda.
Kekuasaan yang dilaksanakan dengan cara pakasaan ini akan menimbulkan rasa takut baik pada diri  pengikut maupun pada diri pemimpin. Biasanya penggunaan kekuasaan ini dilaksanakan untuk mengatasi ancaman yang lebih besar terhadap pemimpin. Efektifitasnya hanya sesaat dan hanya sementara. Pengikut tidak akan taat atau patuh lagi jika pemimpin atau wakil pemimpin dan sistem pengawasan itu tidak ada, dalam jangka panjang justru akan menimbulkan sikap perlawanan dari pengikut. Kekuasaan jenis ini juga memberikan beban psikologis dan emosi baik kepada pemimpin maupun pada para pengikut. Penggunaan kekuasaan memaksa ini akan mendorong timbulnya kecurigaan, tipu daya, ketidakjujuran, dan dalam jangka panjang akan menimbulkan kekecewaan yang mendalam.
Adapun penggunaan kekuasaan yang memeberikan manfaat, itu pelaksanaannya berdasarkan pada rasa kebersamaan dan keadilan. Selama para pengikut bahwa mereka menerima sewajarnya untuk apa yang mereka berikan, hubungan akan berlanjut. Kepatuhan berdasarkan peyelenggaraan kekuasaan jenis ini cenderung Nampak seperti pengaruh dari pada pengawasan. Kekuatan pengikut dihargai  dan diperhatikan, namum sebenarnya ini merupakan seseatu yang harus dipahami oleh pengikut karena ada konsekwensinya. Pemimpin diikuti karena fungsinya. Mengikutinya memberi mereka akses pada apa yang diawasi oleh pemimpin, melalui jabatan, keahlian, karisma. Hakekat mengikuti berdasarkan penggunaan kekuasaan jenis ini masih bersifat reaktif tetapi positif. Kekuasaan berdasarkan manfaat ini segi positifnya adalah mencerminkan adanya kemauan untuk mempertahankan hubungan, bisnis, maupun pribadi, selama masing-masing pihak diuntungkan. Tetapi sebaliknya jika salah satu pihak merasa hubungan ini sudah tidak menguntungkan lagi maka hubungan yang semalama ini sudah baik  antara pemimpin dan pengikut dapat bubar di tengah jalan.
Sedangkan penggunaan kekuasaan yang berprinsip itu realnya jarang ditemui penggunaannya baik di organisasi pemerintahan maupun organisasi bisnis. Penggunaan kekuasaan jenis ini merupakan pertanda adanya kualitas, kehormatan, dan kesempurnaan dari hubungan antara pemimpin dan pengikut. Kekuasaan disini berdasarkan pada rasa hormat,  pemimpin menghormati pengikut dan pengikut memilih untuk memberi kontribusi  dikarenakan pemimpin itu dihormati. Ciri utama kekuasaan yang berprinsip adalah pengaruh yang proaktif dan berkelanjutan. Kekuasaan ini dapat berlanjut karena tidak tergantung pada apakah sesuatu yang diinginkan atau tidak diinginkan itu dirasakan oleh pengikut. Jadi proaktif disini adalah dengan terus menerus membuat pilihan berdasarkan pada nilai-nilai yang dipegang teguh. Kekuasaan yang berprinsip tercipta apabila nilai-nilai para pengikut berhimpitan dengan nilai-nilai pemimpin. Kekuasaan berprinsip itu tidak dapat dipaksakan. Kekuasaan ini hadir karena tujuan pribadi pemimpin maupun pengikut tercakup dalam tujuan yang lebih besar. Kekuasaan yang berprinsip terjadi apabila  hal yang diperjuangkan,maksud atau tujuan diyakini dengan kuat oleh para pengikut dan pemimpin. Pemimpin dapat membina kekuasaan yang berprinsip dalam hubungan mereka dengan pengikut oleh karena mereka mempunyai tujuan dan visi, karakter, sifat dasar dan apa yang mereka bawa.
Etika terutama berdasarkan suatu komitmen untuk melakukan hal-hal yang benar dan kekuasaan yang sah menimbulkan kesediaan untuk mengambil resiko dalam melakukan hal-hal yang benar, karena hal-hal ini dihargai dan dicontohkan oleh pemimpin dan sesuai dengan visi yang dijelaskan oleh pemimpin.
Terdapat sepuluh hal-hal yang perlu diperhatikan untuk meningkatkan kehormatan dan kekuasaan pemimpin atas orang lain:
Ø  PERSUASI, menggerakkan orang lain dengan memberikan alasan yang kuat dan masuk akal, sambil tetap mempertahankan rasa hormat terhadap ide dan perspektif para pengikut, dan terus membina komunikasi yang baik sampai tujuan tercapai.
Ø  KESABARAN, walaupun terdapat kegagalan, kekurangan, dan ketidaknyamanan tetap sabar dan memperjuangkan pencapaian tujuan dengan konsisten dan dengan komitmen yang tinggi meskipun ada rintangan dan penolakan jangka pendek.
 KELEMBUTAN, tidak dengan kekerasan atau paksaan dalam menangani ungkapan-ungkapan kekecewaan dan keterbukaan, serta perasaan pengikut.
KESEDIAAN UNTUK DIAJAR, tidak semua pekerjaan dan masalah dapat ditangani secara sendirian oleh pemimpin, oleh karena itu pemimpin harus bersedia menerima pandangan, penilaian, dan pengalaman lain dari para pengikut.
MENERIMA, menunda hal-hal yang ingin dilakukan dengan jalan memberi  kesempatan pada pengikut untuk memberikan masukan, yang nantinya diagendakan untuk ditindak lanjuti.
f.        BAIK HATI, peka, penuh perhatian, bijaksana mengingat hal-hal kecil dalam hubungan-hubungan dengan sesame.
KETERBUKAAN, mendapatkan informasi dan perspektif yang akurat mengenai potensi para pengikut sambil tetap menghargai apa yang dimiliki pengikut sekarang, memberikan pertimbangan penuh niat, keinginan, nilai dan tujuan-tujuan mereka dalam arti bersedia menerima pengikut apa adanya sambil memberikan arahan-arahan untuk peningkatan kemampuannya.
KONFRONTASI KEPRIHATINAN, mengkui kekeliruan, kesalahan dan kebutuhan para pengikut untuk melakukan koreksi arah dalam suasana ketulusan perhatian, kepentingan dan keakraban, menjadikan rasa aman bagi para pengikut untukmengambil resiko.
 KONSISTEN, gaya kepemimpinan adalah seperangkat nilai, suatu aturan pribadi, penjabaran karakter, dan suatu rekleksi dari diri pemimpin, yang tidak berubah dalam menghadapi kesulitan, krisis, dan tantangan.
INTEGRITAS, dengan jujur memadukan perkataan, perasaan dengan pikiran dan tindakan, demi kebaikan orang lain, tanpa kecurangan, keinginan untukmenipu, mengambil keuntungan, menyiasati atau mengawasi, terus menerus meninjau kembali niat dalam berjuang untuk memperoleh keserasian.
Pilihan terhadap penggunaan kekuasaan oleh pemimpintahan dalam hal ini akan tetap dipengaruhi oleh variabel-variabel pemimpin itu sendiri, situasi dan kondisi, serta pengikut. Kapan kekuasaan memaksa harus digunakan, kapan kekuasaan manfaat harus digunakan dan kekuasaan yang berprinsip itu digunakan sangat tergantung pada ketiga variabel dimaksud. Bahkan seringkali dalam praktek penyelenggaraan pemerintahan ketiga jenis kekuasaan tersebut digunakan semuanya, yang penerapannya tergantung situasi dan kondisi serta permasalahan pemerintahan yang ada. Akan tetapi menurut teori ini dan ditinjau dari sudut etika kepemimpinan pemerintahan, maka kepemimpinan yang berprinsip lah yang menjadikan hubungan antara pemimpin dan pengikut lebih langgeng  dan lebih kondusif dalam menumbuhkan rasa kebersamaan dalam kerangka pencapaian tujuan organisasi pemerintahan.
Penggunaan kekuasaan itu, pada intinya untuk melaksanakan kegiatan atau program dari pemimpin, atas dasar itu sentral penyelenggaraan program dan tindakan dalam organisasi pemerintahan itu tetap ada pada pemimpin pemerintahan. Oleh karena itu jenis kekuasaan apapun yang dipilih oleh pemimpin pemerintahan, yang jelas setiap pemimpin pemerintahan, dituntut untuk berpikir dan berbuat lebih dari orang-orang yang dipimpin. Hal itu bukan karena pemimpin memiliki jabatan, posisi, kekuasaan, tetapi karena keterpanggilan nurani, sebagai bagian yang menyatu dengan komunitas yang dipimpin.
Setiap pemimpin pemerintahan harus menyadari, bahwa totalitas tugas dan tanggung jawabnya merupakan bagian dari usaha untuk menjaga konsitensitas dan kontinyuitas dalam hal:
a). semangat kerja;
b). semangat mengabdi;
c). semangat berkarya;
d). semangat berkreasi;
e). semangat melayani;
f). semangat untuk terus melakukan perubahan;

2.8 Pemerintahan Indonesia

Sebelum Kemerdekaan
Di masa penjajaha/sebelum merdeka, perlawanan bagsa Indonesia selalu gagal meskipun berkali-kali melakukan perlawanan. Hal yang menyebabkan gagalnya usaha Idonesia adalah pemimpin peperangan bergerak sendiri-sendiri, tidak bersatu dengan pemimpin dari berbagai kerajaan. Pemimpin lebih suka bergerak sendiri dan atas nama daerahnya. Kebanyakan pemimpin kerajaan mudah diadu domba satu sama lain.
setelah merdeka

Masa Pemerintahan Presiden Soekarno
Dalam kepemimpinannya, Indonesia telah beberapa kali terjadi perubahan konstituante. Sistem pemerintahan juga berubah-ubah. Demokrasi liberal, demokrasi terpimpin, dicoba tapi semua gagal. Bahkan Pacasila sebagai dasar negara diringkas menjadi Tri Sila, dan akhirnya menjadi Eka Sila. Ada semboyan yang digembar-gemborkan masa itu untuk menggantikan pancasila yaitu Nasakom (nasioal, agama, komunis). Campur tangan Belanda masih sangat kental. Pada masa ini banyak sekali penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan oleh Presiden. Presiden Soekarno cenderung ke komunis yang akhirnya menyebabkan pergolakan besar di negeri ini. Puncaknya adalah pemberontakan G30 SPKI.

Presiden Soeharto
Soeharto berkuasa di Indonesia selama 32 tahun. Gaya kepemimpinan beliau dianggap otokratis karena selama kepemimpiannya banyak sekali manipulasi, pengebirian DPR, korupsi dan semua perintah dan keinginannya selalu terpenuhi. Semua elemen dan lembaga negara tunduk dibawah kekuasaan beliau. Tidak ada yang berani mengkritik atau melawan karena bisa dihukum. Pada tiga dasawarsa, pembangunan yang dirancang beliau dinilai berhasil namun ada sebagian pihak yang mengatakan bahwa keberhasilan pembangunan itu bersifat semu dan kamuflase. Di dua tahun akhir kepemimpinannya mulai terjadi pergolakan yang menuntut beliau mundur. Akhirnya Soeharto berhasil dilengserkan pada tanggal Mei 1998.

 Presiden Habibie
Habibie menjadi presiden menggantikan Soeharto yang mengundurkan diri. Namun di masa kepemimpinan beliau, belum mampu membawa perubahan ke arah lebih baik. Pemerintahan Habibie memang tidak sama dengan Soeharto. Akan tetapi beliau mengucapkan bahwa beliau merupakan murid Soeharto. Karena ucapan tersebut, timbul pergolakan yang mengakibatkan Habibie tidak lama memerintah Indonesia

Abdurrahman Wahid, Megawati Soekarno Putri, dan susilo Bambang Yudhoyono
Ketiga tokoh itu adalah pemimpin yang mengemban tugas untuk meneruskan cita-cita reformasi. Masing-masing pemimpin memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Tetapi ketiga pemimpin tersebut belum mampu mewujudkan cita-cita reformasi. Bahkan pada masa Megawati Soekarno Putri, Indonesia kehilangan dua pulau yang berharga bagi Indonesia yaitu Sipadan dan Ligitan. Susilo Bambang Yudhoyono dipandang juga belum mampu mengubah kondisi bangsa Indonesia yang sudah terpuruk ini. Beliau dipandang tidak kompak dengan wakilnya Jusuf Kalla. Bahkan kepemimpinan beliau amat bertolak belakang dengan wakilnya tersebut. SBY dipandang cukup hati-hati dalam memutuskan sesuatu, bertele-tele, kurang tegas dan greget. Sedangkan Jussuf Kalla tegas, langsung ke tujuan tanpa basa-basi, cepat mengambil keputusan dan tegas. Ini dikarenakan SBY berasal dari suku Jawa sedangkan Jussuf Kalla berasal dari Makassar dimana orang-orangnya terkenal tegas.

2.9 Perbandingan Kepemimpinan Pemerintahan Di Luar Negeri

  Kepemimpinan Pemerintahan Di Amerika Serikat
Amerika Serikat adalah negara federal, maka sistem pemeritahan daerahnya berbetuk negara bagian yang terpisah sama sekali dengan negara induknya bahkan di negara bagian mempunyai undang-undang sendiri. Kebebasan mausia sangat dijunjung tinggi. Di amerika sudah tidak kaget lagi ditemukan kasus perkosaan, pencabulan, seks bebas, judi, homosex, dekadensi moral dan lain-lain. Itu semua sudah menjadi rahasia umum karena di negeri ini kebebasan adalah yang utama.
  
Kepemimpinan Pemerintahan Di Jepang
politik kepemimpian pemerintahan Jepang tidak membicarakan perseorangan tetapi tim kerja. Bangsa Jepang sangat membanggakan groupnya, alamamaternya, bahkan negaranya. Begitu cintanya bangsa Jepang terhadap negerinya, maka siapa saja yang bersalah dituntut untuk bunuh diri. Jadi bila seorang pemimpin di Jepang bersalah, maka secara sadar yang bersangkutan mengundurkan diri secara sportif.

  Kepemimpinan Di Arab Saudi       
politik Arab Saudi memperlihatkan bahwa kekuasaan masih akan sulit bergeser/pindah dari keluarga Ibnu Saud/keluarga kerajaan walaupun mereka saling membunuh. Tetapi bagaimanapun perilaku pimpinan pemerintahan negeri ini, pemimpin bisa berlaku adil dan umat islam di seluruh dunia selalu merindukan untuk mengunjungi negeri ini. Di negara ini tidak ada partai oposisi. Peradilan tertinggi dipegang oleh Mahkamah Banding yang sumber hukumnya berasal dari Al Qur’an. Hukum disini sangat dijunjung tinggi dan selalu ditegakkan











Bab III

Penutup

3.1 kesimpulan
Kepemimpinan pemerintahan bukanlah urusan kompetensi dan kewenangan semata, tetapi merupakan sumber aktivitas kelompok yang prima. Jika seorang pemimpin tahu bagaimana memasuki suatu masalah, maka ia pun harus menemukan strategi untuk keluar dari masalah itu, sesempit apapun jalan keluarnya. Kepemimpinan pemerintahan bukan hadir untuk membetangkan beban kepada yang dipimpinnya, tetapi hadir di tengah-tengah masyarakat untuk membawa harapan, kesejahteraan, rasa aman dan penghargaan. Kondisi saat ini telah mengalami perubahan jika dibandingkan sebelumnya, pemimpin pemerintahan tidak lagi merupakan sosok yang hanya dapat member perintah saja, tetapi mereka dituntut untuk tanpil sebagai pemeberi suri teladan, menjadi panutan dan pemberi arah, menjadi fasilitator, sebagai mitra kerja, sebagai penanggung resiko yang mempunyai visi untuk mendorong organisasi dan orang-orang yang dipimpinnya berkembang, belajar, serta mampu mengembangkan seluruh potensi dirinya secara optimal.

3.2 Saran-saran
Jika saja Indonesia memiliki pemimpin yang sangat tangguh tentu akan menjadi luar biasa. Karena jatuh bangun kita tergantung pada pemimpin. Pemimpin memimpin, pengikut mengikuti. Jika pemimpin sudah tidak bisa memimpin dengan baik, cirinya adalah pengikut tidak mau lagi mengikuti. Oleh karena itu kualitas kita tergantung kualitas pemimpin kita. Makin kuat yang memimpin maka makin kuat pula yang dipimpin.







Daftar Pustaka