Munculnya Reformasi Gereja

Reformasi Gereja
A. Latar belakang
1. Banyaknya penyimpangan keagamaan diantaranya yaitu:
• Dilakukannya penyogokan oleh pemuka agama kepada petinggi gereja agar mereka memperoleh kedudukan sosial keagamaaan yang tinggi.
• Paus sebagai bapak suci berperilaku amoral yang menyangkut hubungannya dengan wanita seperti Alexander VI yang memiliki 8 anak haram dari hasil hubungannya dengan wanita simapannya.
• Penjualan surat-surat pengampunan dosa (indulgencies).
• Adanya penyimpangan terhadap acara sakramen suci atau ritus pemujaaan terhadap benda-benda keramat atau tokoh-tokoh suci yang nantinya akan menimbulkan takhayul dan mitologisasi yang tidak masuk akal, seperti para pastor yang semata-mata merupakan manusia yang memiliki sifat yang sama dengan yang lainnya menganggap dirinya keramat.
2. Korupsi atas nama negara
3. Pajak-pajak yang memberatkan karena ambisi kekuasaan kaum bangsawan lokal
4. Kebangkitan nasionalisme di Eropa
5. Perkembangan kapitalisme dan krisis-krisis ekonomi dikawasan imperium Roma.

B. Tokoh reformasi gereja

1. Martin Luther (1483-1546)
            Awal gerakan reformasi gereja Protestan terjadi di jerman dengan tokoh utamanya Martin Luther. Mengapa terjadi di Jerman? Menurut Burns dan Ralph dalam Suhelmi, Ahmad 2001:149-150. Ada beberapa faktor yakni: (1) jerman yang sekitar abad XV-XVI masih merupakan negara agraris atau negara yang masih terbelakang jika dibandingkan dengan negara-negara Eropa lainnya. Sektor Industri perdagangan dan manafaktur belum berkembang seperti di Inggris dan Italia. Dan Katolisisme yang konservatif paling kuat ada di Negara ini. Penyembahan terhadap tokoh ataupun benda-benda keramat dianggap kepercayaan yang wajib di yakini. Penjualan surat-surat pengampunan dosa paling banyak dijual di Jerman melebihi negara-negara lainnya di Eropa. (2) rakyat Jerman pada saat itu sebagian besar adalah masyarakat petani yang merupakan kelompok sosial yang paling menderita akibat adanya kekuasaan gereja katolisisme. Pajak-pajak yang memberatkan, urusan kepemilikan tanah yang dipersulit oleh pihak gereja, harta kekayaan yang sering diambil oleh pihak geraja tanpa alasan yang jelas.

Faktor-faktor tersebut belum berdampak serius untuk munculnya gerakan reformasi, tetapi faktor fundamental yang memicu munculnya gerakan reformasi adalah pada saat itu jerman berada dalam fase transisi ekonomi, dimna jerman sedang berusaha berpindahdari masyarakat Feodal ke masyarakat ekonomi frofit (menuju masyarkat kapitalis). Fase transisi ini , sebagaimana di negara-negara lain, merupakan fase kritis dan rawan. Gerakan-gerakan sosial, keagamaan atau pun politik akan mudah terjadi hanya karena dimu,ai oleh kerusuhan-kerusuhan kecil.

Dalam keadaan seperti itu, munculah sosok Martin Luther yang mempelopori keharusan adanya pembaharuan keagamaan. Ia mencetuskan gerakan Reformasi Protestan di Jerman dengan melakukan berbagai protes sosial-keagamaaan kepada kekuasaan Paus. Melihat berbaga penyimpangan keagaman di Negerinya (Jerman) ia bergerak untuk memprotesnya. Puncaknya ketika Paus menjual susrat-surat pengampunan dosa di luar batas.

Gerakan Reformasi Luther dimulai ketika ai membacakan 99 pernyataan protes terhadap gereja dan lembaga kepeusan yang menjual surat-surat pengampunan dosa itu. Martin Luther menilai penjualan surat-surat itu bertentangan dengan ajaran Yesus Kristus. Pembelia surat-surat itu tidak boleh dipaksakan, harus didasarkan atas kesukarelaan. Berbuat kebajikan seperti memberi makan fakir miskin dan meminjamkan uang kepada yang membutuhkan jauh lebih utama dari membeli surat-surat pengampunan dosa. Gereja atau pemuka agama tidak memiliki hak memberikan pengampunan dosa. Hanya Tuhan, atas dasar kepercayaan dan amal soleh individu, yang berhak memberikan pengampunan dosa. Inilah yang dinamakan doktrin Justification by Faith.

Atas dasar keyakinannya pula Martin Luther menentang doktrin sakramen suci gereja, pastor sebgai mediator antara manusia dengan Tuhan, penyembahan benda dan tokoh keramat, karena menimbulkan kepercayaan-kepercayaan yang tidak logis. Ia beranggapan bahwa, sakramen hanyalah berguna untuk membantu keimanan tetapi sama sekali bukan alat untuk mencapai rahmat Tuhan dan jalan keselamatan. Mitos keajaiban pastor ditentamgnya karena akan mengakibatkan terjadinya manipulasi dan pembodohan manusia.

Menurut Luther, apabila manusia ingin selamat ia harus melakukan perbuatan-perbuatan baik yang dianjurkan tuhan, banyak bertobat (langsung) kepada tuhan tanpa melalui pelantara pastor. Keselamatan bisa diraih manusia apabila ia bisa mengenyahkan nafsunya, seperti nafsu serakah, nafsu tamak dan mementingkan diri sendiri. Dalam tulisannya, ON Christian Liberty (Suhelmi, Ahmad 2001:151), Luther menegaskan bila seorang memiliki keimana pasti ia akan melakukan perbuatan-perbuatan baik.

Doktrin keimanan dan berbuat baik ini merupakan wacana yang telah mendesakralisasi lembaga imamat. Doktrin-doktrin Martin Luther ini meruntuhkan mitos-mitos kesucian yang berada dibalik kekuasaan gereja dan lembaga-lembaga imamat. Luther beranggapan ia telah melakukan Debunking (meminjam istil;ah peter berger), atau penelanjangan mitos-mitos sosial dan keagamaan yang melekat pada individu atau lembaga, sehingga nampak sosoknya yang asli.

Desakralisasi itu menimbulkan tuntutan agar manusia dianggap sama dihadapan tuhan, sehingga tidaklah ada kelebihan pastor dibandingkan dengan masyarakat biasa melainkan karena amal perbuatannya.dan pengikut Luther pun menolak hirarki kependetaan.

Selain itu, Luther juga menolak tradisi keagamaan yang sudah berlangsung ratusan tahun lamanya, yakni hak istimewa pastor dalam membacakan dan menafsirkan kitab suci. Menurutnya siapa pun pengikut Kristus, bukan hanya kaum pendeta saja, berhak membaca dan menafsirkan Alkitab. Alkitab harus terbuka bagi semua orang agar isi kebenarannya diketahui semua orang, tidak terbatas kaum pendeta saja. Sehingga tidak terjadi monopoli kebenaran oleh segelintir pemuk agama. Dan protes ini berdampak luas, kebenaran agama kemudian menjadi bersifat interpretable dan multi-interpretasi. Pastor dan pemuka agama bukan satu-satunya penafsir kebenaran.

Dan dengan adanya protes tersebut, lebih jauh lagi para pengikut Luther menterjemahkan Alkitab yang tadinya berbahasa Latin menjadi bahasa Jerman, dan mengahpuskan bahasa latin sebagai bahasa Alkitab. Dengan demikian bangsa Jermana akan secara langsung membaca dan menafsirkan Alkitab.
Luther juga telah mengoyahkan sendi-sendi monastisisme katolik yakni dengan menganjurkan perkawinan bagi para pastor. Karena ia menyadari banyaknya tindakan tidak terpuji menyangkut hubungan dengan wanita bagi para pastor. Perkawinan menurutnya bukanlah suatu dosadan merupakan tuntutan biologis yang patut dipenuhi. Dan meneknkan bahwa perkawinan itu penting. Tokoh Reformasi ini juga tidak setuju dengan prinsip monastisisme yang menghendaki pastor hidup terpencil, jauh dari hiruk pikuk demi untuk menyucikan diri. Kehidupan ekslusif seperti itu bukalah cara yang tepat untuk mensucikan diri dan mencari jalan keselamatan. Kemudian Luther menawarkan gagasan worldly ascetism (aksetisme duniawi).

Bukan hanya itu saja, Luther mengkritik dan menentang doktrin politik gereja katolik Roma. Misalnya menentang doktrin kekuasaan universal Paus, menurutnya kekuasaan paus tidak universal karena paus juga harus mengakui kekuasan para pangeran atau penguasa sekuler suatu negra memiliki prinsip-prinsip kenegaraan yang berdasarkan nasionalisme. Ia juga menuntut dibedakannya otoritas politik dan otoritas agama, paus dituntut agar mematuhi dan mangakui otoritas politik penguasa negra dan tidak mencampur-adukannya dengan otoritas agama. Karena gagasannya itu, Luther memperoleh dukungan politis dari kalangan penguasa dan bangsawan. Tuntutan-tuntutan Martin Luther ini terdapat dalam 95 dalil Luther yang ia pakukan atau tancapkan di pintu gereja sebagai tanda protesnya.

2. Johannes calvin (1509-1564)

John Calvin merupakan tokoh penting lainnya dalam gerakan reformasi gereja Protestan. Sebagaimana Luther, Calvin juga telah meletakan dasar-dasar teologis, filosofis dan intelektual yang kokoh bagi keberhasilan gerakan reformasi Protestan di Eropa. Bedanya adalah pemikiran Calvin lebih radikal di bandingkan Luther. Luther dianggap agak konservatif. Calvinisme sangat berpengaruh terhadap perjalanan sejarah Erop modern. Ia merupakan salah satu fondasi doktrinal terpenting kemajuan peradaban kapitalis Eropa di Abad modern.

Tokoh gerakan ini lahir di Noyon, Picardy, Prancis, 1509. Calvin belajar di Universitas Paris dan mendalami kajian hukum di Orlens, tempat dimana ia maat dipengaruhi oleh para pengikut Luther. Kemudian pada tahun 1541 ia mulai aktif sebagai penginjil.

Pemikiran Celvin yang kemudian menjadi basis teologis terpenting Protestantisme adalah adanya gagasan tentang takdir (predestination). Takdir manusia menurut Calvin telah ditentukan oleh Tuhan. Siapa pun tidak bisa mengubahnya, bahkan pastor sekalipun. Manusia yang selamat atau celaka di dunia mana pun di akhirat kelak memang telah ditulis nasibnya demikian. Nasib manusia sepenuhnya ditentukan oleh ibadah dan Tuhan. Ia tidak lebih hanya wayang dalam kehidupannya di dunia ini dan tuhanlah yang menjadi dalangnya.

Doktrin Calvin ini memiliki kesamaan dengan konsep takdir Agustinus yang memiliki dasar bahwa semua manusia berdosa akibat kejatuhan dan dosa adam. Jadi dalam Calvinisme dibenarkan adanya ”dosa warisan”. Menurut doktrin ini semua manusia telah terkutuk semenjak dilahirkan, namun menurutnya manusia bisa selamat seandainya ia memperoleh rahmat Tuhan (Grace of God). Untuk itu manusia dituntut untuk selalu berbuat amal kebajikan, hidup mulia demi keagungan Tuhan.

Manusia juga harus melawan hawa nafsunya, tetapi caranya bukan dengan menjadi biarawan atau biarawati, tetapi ujian keselamatan menurut Calvin selalu ada dalam aktivitas sehari-hari, maka manusia harus selalu dituntut memiliki kemampuan untuk menghadapi ujian hidup setiap saat. Hal ini ia rumuskan dalam ajaran tentang asetisme duniawi (Suhelmi,2001:157-158).

Seperti halnya Luther, Calvin pun anti sakramen suci. Doktrin anti sakramen Calvin menurut Weber dalam Suhelmi,2001:158 lebih jauh memperkuat semangat individualisme. Manusia bisa langsung berhadapan dengan tuhan tanpa pelantaraaan gereja ataupun pemuka agama.
Sehingga dari beberapa ajaran Calvin maupun Luther terdapat beberapa persamaan terutama tentang doktrin asketisme duniawi, anti sakramen suci dan monastisisme. Hal itu menunjukan bahwa pengaruh Luther sangat besar terhadap ajaran Calvin.

C. Biografi Marthin Luther

Marthin Luther lahir pada tanggal 10 Nopember 1483,di kota Eisleben, propinsi Saxony (sekarang wilayah Jerman). Martin adalah nama baptisan yang diperolehnya karena hari pembabtisannya bertepatan dengan Hari Santo Martin, pelindung kaum pengemis. Hans Luther, sang ayah, adalah seorang pemilik beberapa tambang dan peleburan logam. Sedangkan ibunya, Margaretha Luther, adalah seorang ibu rumah tangga yang sangat religius, dan kemungkinan berperan besar dalam menanamkan benih iman kepada Luther kecil.

Pendidikan formal pertama Luther diperolehnya di Sekolah Latin kota Mansfeld. Sebagaimana Sekolah Latin lainnya pada masa itu, Luther belajar bahasa Latin yang membuatnya berkenalan dengan kekayaan pustaka Latin, juga musik dan agama. Luther belajar doktrin-doktrin penting gereja. Pada usia 14 tahun, Luther hijrah ke Magdeburg, masuk Sekolah dari Katedral setempat. Setelah menempuh pendidikan pra universitas di Eisenach, Luther masuk Universitas Erfurt, salah satu universitas terbaik masa itu di Jerman. Pada tahun 1502, Luther merampungkan gelar pertamanya dalam Liberal Arts. Sambil melanjutkan studi ke jenjang master, Luther mengajar di universitasnya dalam bidang tata bahasa dan logika. Pada tahun 1505, Luther memperoleh gelar master.

Kemudian atas paksaan dari sang Ayah Luther masuk Universitas Leipzig pada tahun 1505, dan tentunya mengambil jurusan hukum namun pendidikannya ini tidak ia tuntaskan dan ia lebih memilih untuk menjadi pendeta Augustinian dengan masuk biara Agustinian di Erfurt, meskipun harus melawan kehendak ayahnya.

Pada tahun 1508, atas ajakan gurunya, Johannes von Staupitz, Luther menjadi pengajar bidang Filsafat Moral di Universitas Wittenberg yang baru didirikan. Luther mengajar sambil melanjutkan studi teologinya. Setahun kemudian, Luther menamatkan sarjana teologinya. Pada tahun 1512, Luther berhasil meraih gelar doktor dalam bidang teologi dari Universitas yang sama

Kira-kira sejak tahun 1538, Luther mengidap penyakit kencing batu, gangguan jantung dan pencernaan. Pada tahun 1541, Luther kena infeksi telinga dan tenggorokan. Penyakitnya ini bukan hanya menggerogoti fisiknya, namun juga menciptakan depresi yang dalam. Kepahitan hidupnya bertambah dengan meninggalnya, Magdalena Luther, anak perempuannya yang menjadi korban wabah penyakit di Wittenberg. Wabah ini juga banyak merenggut jemaatnya. Kesedihan di mana-mana mempengaruhi jiwa Luther menjadi semakin tertekan.

Pada Januari 1546, Luther dipanggil ke kota Eisleben untuk menjadi mediator perselisihan dua orang bangsawan dari Mansfield. Persis sebulan, setelah tiba di sana, tepatnya tanggal 17 Februari, Luther meninggal karena gagal jantung. Pada tanggal 22 Februari, jenazah Luther kembali ke Wittenberg dan dikebumikan di gereja yang sama ketika dia memulai gerakan Reformasi. Luther wafat dalam usianya yang ke-63.

D. Proses terjadinya reformasi gereja

Awal terjadinya reformasi gereja ini muncul atau terjadi di Jerman. Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya reformasi gereja di Jerman yaitu, sekitar abad 15-16 Jerman masih merupakan negara agraris yang terbelakang dibandingkan negara-negara Eropa lainnya, kuatnya pengaruh katolisme yang bersifat konservatif di Jerman, banyaknya penjualan surat-surat pengampunan dosa di Jerman melebihi negara-negara Eropa lainnya, sebagian besar rakyat Jerman yang berprofersi sebagai petani yang merupakan kelompok sosial yang paling menderita akibat kekuasaan katolisme salh satunya dengan adanya pajak-pajak yang sangat memberatkan rakyat.

Selain itu juga faktor yang paling mendasari terjadinya reformasi di Jerman adanya fase transisi ekonomi di Jerman dimana pada waktu itu terjadi proses perubahan dari masyarakat feodal menuju masyarakat ekonomi profit atau menuju masyarakat kapitalis. Dari sinilah muncul satu tokoh yaitu Marthin Luther yang dari pemikiran-pemikirannya itu kemudian terlahir sebuah reformasi gereja yang nantnya tidak hanya berkembang di Jerman melainkan meluas ke wilayah-wilayah Eropa lainnya.

Adapun pemikiran-pemikiran dari Marthin Luther dalam melakukan protes terhadap kekuasaan Gereja Khatolik Roma yaitu:
• Penolakan Luther terhadap surat-surat pengampunan doa yang dikeluarkan oleh Paus karena menurutnya gereja atau pemuka agama tidak memiliki hak untuk memberikan pengampunan dosa. Tuhan-lah yang memberikan pengampunan itu didasarkan kepada kepercayaan dan amal sholeh individu selama hidup.
• Menurut Luther sakramen hanya digunakan untuk membantu keimanan tetapi bukan sama sekali alat untuk mencapai rahmat Tuhan dan jalan keselamatan.

E. Dampak Reformasi Gereja

Dampak dari adanya Gerakan Reformasi Protestan dibawah Luther dan Calvin adalah: pertama, dampak sosial dan politikterhadap Eropa dan negara-negara Barat pada umumnya. Reformasi ini menimbulkan Western Christendom sehingga munculnya negara-negara nasional kecil tanpa memiliki pusat kekuasaan atau gembala politik seperti lembaga Kepausan Roma. Menumbuhkan benih-benih demokratisasi politik, kesadaran individual akan pentingnya hak-hak politik, kebebasan individu. Sehingga menjadi dasar timbulnya gerakan-gerakan demokratisasi yang dan anti kekuasaan totaliter dan keberanian rakyat untuk selalu melakukan kontrol terhadap kekuasaan.

Tetapi dengan adanya gerakan reformasi Protestan ini juga lahirnya kekuasaan absolut di Eropa. Banyaknya pertikaian antara Calvinisme dengan katolik, peperangan saudara dan penghancuran karya-karya seni, patung, lukisan yang berbau katolisisme. Reformasi juga haris bertanggung jawab atas terjadinya pembantaian massal dalam peristiwa berdarah pada malam St. Bartholomeus. Di Belanda pun terjadi pemberontakan petani yang menolak membayar pajak dan akhirnya oleh pangeran Philip mereka semua dibantai. Dan pengikut Protestan dianggap pengkhianat dan selama enam tahun terjadi teror dan pembunuhan terhadap kaum protestan.

Kedua, Reformasi juga mengakibatkan terbelahnya agama Kristen menjadi sekte-sekte kecil; Lutherisme, Calvinisme, Anglicanisme, Quakerisme, Katholikisme. Meskipun ditunjau dari segi doktrin-doktrin fundamentalnya sekte-sekte itu tidak memiliki prinsip yang berbeda, tetapi timbulnya hal tersebut menyebabkan keretakan serius dalam agama kristen. Akibat adanya sekte-sekte ini, Eropa terbelah secara keagamaan; Jerman Utara dan negara-negara Skandinavia (Swedia dan Norwegia), menganut Lutheranisme; Skotlandia, Belanda, Switzerland dan Prancis menganut Calvinisme dan negara-negara Eropa lainnya seperti Spanyol dan Italia menganut katolisisme (Ortodoks).


REFORMASI PROTESTIAN: PEMIKIRAN LUTHER DAN CALVIN

A.LATAR BELAKANG REFORMASI

Gerakan reformasi protestan yang dipelopori martin Luther, Johanes calvin, john knox dan lain-lain berdampak luas terhadap sejarah pemikiran sosial, keagamaan dan politik Eropa. Gerakan ini pada mulanya hanyalah rangkaian protes kaum agamawan dan penguasa jerman terhadap kekuasaan inperium katolik romawi. Meskipun tetap mempertahankan prinsip-prinsip utama katolisisme seperti kepercayaan pada ketuhanan dan dwisifat yesus dan Trinitas (Tuhan Allah, Bapak, dan Roh Kudus), reformasi ini melahirkan paradigma baru dalam melihat ritus-ritus keagamaan dan etos kapitalisme Barat. Gerakan ini telah meletakkan dasar filosofis keagamaan perkembangan kapitalisme dan negara bangsa di Barat. Maka tidak berlebihan bila Niebuhr menyebut Reformasi sebagai fase keagamaan modern peradaban Barat.

Gerakan reformasi protestan merupakan tahap lanjutan dari gerakan Renaisans Italia, Meskipun demikian terhadap perbedaan ciri fundamental antara keduanya. Gerakan Renainsans melahirkan prinsip nikmat hidup, manusia pada hakikatnya baik, percaya pada akal toleransi sedangkan gerakan Reformasi menekankan prinsip bahwa akhirat dan kehidupan spiritual lebih penting dari pada kehidupan dunia, manusia pada dasarnya corruptdan bejat moralnya, percaya pada keiimanan dan konformitas. Keduanya juga lahir karena pengaruh perkembangan kapitalisme, perdagangan dan markantilisme yang marak berkembang pada abad XIV-XVI. Selain itu Renaisans dan Reformasi muncul sebagai akibat perlawanan gigih terhadap dominasi lembaga kepausan dan gereja abad pertengahan.

Berdasarkan tulisan Burns dan Ralph, World Civilization (1964) dan beberapa karya lain bahwa munculnya Reformasi protestan Eropa karena alasan-alasan keagamaan. Gerakan reformasi protestan pada hakikatnya merupakan produk terhadap perlawanan gereja katolisisme. 

Penyimpangan itu terjadi karena dalam berbagai bentuk.

Banyak pemuka katolik memeperoleh posisi sosial keagamaan melalaui cara-cara yang tidak etis dan amoral. Mereka tak segan-segan menyogok pertinggi gereja untuk berkuas, misalnya yang terjadi dalam kasus paus Leo X. Ironisnya mereka yang kemudian berkuasa karena menyogok melakukan tindakan tak terpuji seperti korupsi dan manipulasi atau komersialisai jabatan.

Ada juga paus yang berpilaku amoral karena menyangkut hubungan dengan wanita seperti yang terjadi dalam kasus Alexander VI. Paus yang berkuasa pada saat berkuasa saat Reformasi Protestan meletus ini, diketahuai memiliki delapan anak haram. Kasus-kasus ini mengakibatkan terjadinya demoralitas dikalangan pemuka  agama. Moraliata pemuka agama kehilangan legimitasi sakralnya dimata umat katolik. 

Penjualan surat-surat pengampun dosa (indulgencies) merupakan penyimpangan lainnya yang turut memicu lainnya yang turut memicu lahirnya Reformasi Protestan. Dengan alasan keagamaan membangun gereja santo petrus do Roma Vatikan paus mengumpulkan dana melalui penjualan surat-surat itu. Bahkan paus mendeklarasikan bahwa surat pengampunan itu juga bisa menghapus dosa orang-orang (sanak keluarga, sahabat, dan lain-lain) yang telah meninggal dunia.

Penyimpangan keagaman juga terjadi dalam acara sakramen suci. Gereja katolik dianggap menjadi agen utama terjadinya veneretaon of relics; sakramen suci atau ritus pemujaan terhadap benda-benda keramat atau tokoh-tokoh suci (Yesus, Bunda Maria dan para Santo). Menurut kaum Reformator, saakramen, pemujaan, dan kultus itu menimbulkan Takhayul dan mitologisasi yang tidak masuk akal. Augutisme yang mengesumsikan manusia hanya sebagai wayang dihadapan tuhan dianggap sebagai penyebab fatalisme sosial.
              
Penyimpangan agama tidak dengan sendirinya bisa melahirkan gerakan reformasi protestan seandainya tanpa diiringi terjaadinya perkembangan kapitalisme dan krisis-krisis ekonomi dikawasan inperium roma. Inilah faktor ekonomis yang mengakselarasi kelahiran gerakan reformasi, sejak abad (XIV-XVI) membawa dampak serius terhadap doktrin keagamaan, dari segi doktrin keagamaan perkembangan kapitalisme menuntut rinterpretasi (penafsiran uang) terhadap doktrin katoliksisme, misalnya tentang ajaran pembungaan uang. Gerakan Reformasi, sebagai gerakan-gerakan sosial lainnya, timbul akibat penarikan pajak-pajak yamg dirasakan berat. Dalam kasus Reformasi, masalah pajak ternyata menimbulkan krisis ekonomi serius. Kewajiban membayar pajak kepada lembaga-lembaga keagamaan meneybabkan kas gereja(Roma Vatikan) melimpah ruah dan dibangun gereja-gereja vatikan. Tuntutan itu semakian menguat ketika mereka mengetahui sebagai pajak digunakan kepentingan pribadi pengemuka agama. Gerakan reformasi yang mentuntut penghentian pajak itu tentu saja mendapat dukungan kaum bangsawan ini. Dengan motivasi sama-sama anti kewajiban pajak, kaum reformator dan kaum bangsawan lokal menetang kekuasaan kepausan. Kaum bangsawan atau penguasa lokal mempunyai peran penting dalam membidani lahirnya gerakan reformasi protestan. Gerakan reformasi jerman dibawah pimpinan luther, sebagaimana  dicatat sharma, menimbulkan semangat federalisme yang mengakibatkan imperium suci romawi mengalami demoralisasi dan tumbuhnya benih-benih semangat nasionalisme dan saparatisme. Hak atau kekuasaan raja itu menurut luther bersifat suci (sakral). Negara dengan demikian, merupakan sebuah lembaga politik yang suci. Pemikiran luther ini menurut sharma telah menumbukan benih-benih royal absolutisme (kekuasaan mutlak para jerman dibawah pimpinan luther sebagai sebuah sebagai sebuah gerakan keagamaan berdampak serius terhadap praktik dan pemikiran politik barat. Bagi luther kerja keras untuk memper oleh kekayaan ekonomi dan status sosial bukanlah suatu dosa tetapi justru merupakan suatu bentuk pengabdian kepada tuhan. Dengan kerja keras, orang akan memperolehkan rahmat tuhan. Luther menurut weber telah mensobrdinasikan kegiatan-kegiatan duniawi atau kegiatan ekonomi sebagai bagian dari kewajiban atau nilai-nilai spiritual dan asketisme keagamaan. Dengan gagasan ini, luther telah memunculkan suatu moralitas kapitalis (capitalistic morality) yang tidak pernah ada dalam ajaran monastisisme katolik abad pertengahan.


PEMIKIRAN JOHN CALVIN  (CALVINISME)

John calvin merupakan tokoh penting lainya dalam gerakan reformasi protestan . Sebagaimana Luther, calvin telah meletakan dasar dasar teologis, filosofis dan intelektual.bedanya adalah pemikiran calvin lebih radikal dibanding luther . Luther di nilai agak konserfatif. Calvinisme , sangat berpengaruh terhadap perjalanan sejarah Eropa modern. Ia merupakan salah satu Fondasi doktrinal terpenting kemajuan peradaban kapitalis Eropa di abad moder.
           
Pemikiran Calvin yang kemudian menjadi basis teologi terpenting prostestantismeadalah gagasan datentang takdir. Takdir manusia menurut Calvin telah di tentukan oleh tuhan. Siapa pun tidak bisa mengubahnya, bahkan pastor sekalipun. Manusia yang selamat atau celaka di dunia manapun di akhirat kelak menang telah di tulis nasibnya demikian. Nasib manusia sepenuhnya ditentukan oleh adat dan Tuhan. Ia tidak lebih hanya wayang dalam kehidupan di dunia ini. Tuhanlah yang menjadi dalangnya.
            
Manusia juga di tuntut untuk berjuang tanpa henti, melawan semua nafsu hewaninya. Tetapi calvin mengingatkan , caranya bukanlah dengan  menjalani kehidupan monastik.
            
Menurut Calvin sumber segala dosa adalah perbuatan menyia nyiakan waktu . Mengenai askestisme Calvinis itu, Weber berkomentar, Pemborosan waktu adalah dosa terbesar. Pemborosan waktu untuk hal hal yang sia sia pergaulan sosial, bicara tak tentu arah , foya foya, tidur berlebihan kecuali untuk kesehatan dikutuk Tuhan dan merupakan dosa moralitas tak terampuni.
          
Maka sementara manusia harus percaya takdir Tuhan, ia juga harus bekerja keras meraih rahmat Tuhan itu. Menurut Nurcholish doktrin imam al Asy’ ari mengenai al fadl ( kemurahan; inggris; grace) dalam kaitannya dengan doktrin al kasb (usaha; inggris; acqusition).

DAMPAK REFORMASI PROTESTAN DI BARAT.
            
Gerakan reformasi menumbuhkan benih benih gerakan demokrasi politik. Gerakan reformasi telah menumbuhkan kesadaran individual akan pentingnya hak hak politik. Reformasi merupakan awal lahirnya gagasan demokrasi yang dijiwai oleh etika dan nilai nilai keagamaan. Reformasi juga bertanggung jawab terhadap intoleransidan perang perang sodara dan agama di barat yang berlangsung secara intens selama berabad-abad.

Konflik antara penganut katolik dan protestan juga menimbulkan  perang saudara yang hampir menghancurkan perancis. Sejarawan tercatat telah terjadi delapan kali terjadi perang saudara sejjak 1562- 1593. Kota, desa, keluarga, mengalami keretakan sosial dan keagamaan. Karena perbedaan paham agama terjadi pertikaian yang sering berakhir pada peristiwa pembantaian massal. Di msa awal reformasi di perancis, terjadinya pembunuhan dan serangan-serangan  senjata.

Reformasi juga juga telah menyulut terjadinya pembantaian massal dalam peristiwa berdarah pada malam St. Bartholomeus. Di Belanda Reformasi juga telah memicu terjadinya pemberontakan rakyat, terutama kaum tani. Rakyat yang menolak membayar pajak dibantai.
            
Kedua, Reformasi juga mengakibatkan terbelahnya agama kristen menjadi sekte-sekte kecil. Meskipun ditinjau dari segi fundamentalnya  sekte-sekte itu tidak memiliki prinsip yang berbeda, tetapi timbulnya hal ini menyebabkan kesan keretakan serius dalam agama kristen. Akbiatnya adanya sakte-sekte ini, eropa terbelah secara keagamaan; jerman utara dan negara-negara skandanavia (swedia dan norwegia),menganut Luheranisme; skotlandia, belanda,switzerland dan per ancis menganut Calvinisme negara-negara Eropa lainnya seperti Spanyol dan Italia tetap menganut katolisisme (Ortodoks).


HUKUM ISLAM

HUKUM ISLAM DI INDONESIA

Hukum Islam (Al-Qur’an) diturunkan dari Allah SWT yang dalam proses emanasinya (ketersiarannya) dilakukan oleh seorang agen sakral, yaitu Muhammad, Rasulullah SAW. Nabi Muhamad memainkan peran yang amat penting dalam tradisi hukum Islam, bukan saja utusan Allah tetapi menjadi model percontohan bagi seluruh umat manusia (rahmatan lil ‘alamain) dalam menjalankan hukum Allah demi keselamatan di dunia dan di akhirat kelak. Segala sabda dan perilaku Nabi dicatat oleh para sahabatnya, yang kemudian disebut sebagi hadits yang merupakan sumber hukum kedua setelah al-Qur’an.
Kedua sumber di atas merupakan sistem hukum yang disebut syari’ah. Kata syari’ah diambil dari istilah Arab yang berarti “jalan”; yaitu jalan hidup yang telah didesain oleh Allah dan Rasul-Nya untuk kehidupan semua orang Islam di dunia ini sebagai persiapan untuk kehidupan di akhirat nanti.
Di kalangan umat Islam masih terdapat kerancuan dalam memahami Syari’ah, Fiqh, dan Hukum Islam. Kekacauan ini menyebabkan munculnya berbagai masalah dalam penerapan hukum di masyarakat dan timbul ketidakseragaman mengenai hukum Islam dan syari’at Islam.

Pengertian Syari’ah, fiqh dan hukum Islam
Secara lughawi (etimologi), syari’ah berarti “jalan ke tempat pengairan atau tempat aliran air di sungai”. Kata syari’ah muncul dalam beberapa ayat dalam al-Qur’an, seperti al-Maidah ayat 48, as-Syura ayat 13 dan al-Jatsiyah ayat 18 yang semuanya mengandung arti “jalan yang jelas yang membawa pada kemenangan”.
Menurut istilah, syari’at adalah khitab Allah yang berhubungan dengan tindak tanduk manusia di luar yang mengenai akhlak yang diatur tersendiri. Hasbi ash-Shiddieqy mengartikan syari’at dengan “hukum-hukum dan aturan-aturan yang ditetapkan Allah untuk hamba-Nya agar diikuti dalam hubungannya dengan Allah dan hubungan sesama manusia. (Hasbi ash-Siddieqy, Filsafat Hukum Islam, Pustaka Rizki Putra, Semarang, 2001, hal. 29).
Syari’ah sebagai kumpulan norma-norma yang merupakan hasil dari proses tasyri’. Syari’ah merupakan kata aturan yang ditetapkan yang menyangkut tingkah laku manusia. Sedang tasyri’ adalah pengetahuan tentang cara, proses, dasar dan tujuan Allah menetapkan hukum bagi tingkah laku manusia dalam kehidupan keagamaan dan keduniaan.
Syari’ah dalam konotasi hukum Islam terbagi menjadi dua macam, yaitu syari’ah Ilahi (tasyri’ samawi), yaitu ketentuan-ketentuan hukum yang langsung dinyatakan secara eksplisit dalam al-Qur’an dan Sunnah, dan syari’ah wadh’i (tasyri’ wadh’i) yaitu ketentuan hukum yang dilakukan oleh para mujtahid. Produk pemikiran yang dilakukan para ulama’ mujtahid dalam syari’ah wadh’i diakui sebagai syari’ah jika hal-hal yang dikaji itu merujuk kepada al-Qur’an dan Sunnah, seperti qiyas atau maslahah.

Secara sistematis kata fiqh bermakna “mengetahui sesuatu dan memahaminya secara baik dan mendalam (Abu al-Hasan Ahmad Faris, Mu’jam Maqayis al-Lughah, III, al-Babi al-Halabi, Cairo Mesir, 1970, hal. 442). Muhammad Abu Zahrah mengartikan fiqh dengan “mengetahui hukum-hukum syara’ yang bersifat amaliah yang dikaji dari dalil-dalil yang terinci (Abu Zahrah, Ushul Fiqh, Dar-al-Fikr al-Arabi, Cairo, 1958, hal. 6).

Dua objek kajian fiqh, yaitu hukum-hukum syara’ yang bersifat amaliah dan dalil-dalil terperinci dari al-Qur’an dan Sunnah yang menunjuk suatu kejadian tertentu atau menjadi rujukan bagi kejadian-kejadian tertentu. Seperti riba haram hukumnya karena telah ditetapkan dalam surat al-Baqarah ayat 279. Pengetahuan itu didasarkan pada dalil tafsili. Dan fiqh digali dan ditemukan melalui penalaran para mujtahid. Hasil pemahaman dan penalaran mujtahid terhadap hukum syara’ dituangkan dalam bentuk ketentuan terperinci tentang tingkah laku para mukallaf yang disebut fiqh. Pemahaman terhadap hukum syara’ senantiasa mengalami perubahan sesuai dengan perubahan situasi dan kondisi yang menjalaninya. Karena fiqh adalah refleksi dari perkembangan kehidupan masyarakat sesuai kondisi zaman, perubahan waktu dan situasi setiap masyarakat.

Pada hakekatnya fiqh adalah :
1. Ilmu yang menerangkan hukum syara’ dari setiap aktifitas mukallaf, baik yang wajib, haram, makruh, mandub dan mubah.
2. Objek kajian fiqh adalah hal-hal yang bersifat amaliah.
3. Pengetahuan hukum syari’ah didasarkan pada dalil tafsili.
4. Fiqh digali dan ditemukan melalui penalaran (nazhar) dan ta’amul yang diistinbatkan dari ijtihad.
5. Fiqh sebagai ilmu merupakan seperangkat cara kerja, cara berpikir, terutama cara berpikir taksonomi dan cara berpikir logis untuk memahami kandungan ayat dan hadits hukum.
6. Fiqh adalah seperangkat norma yang mengatur hubungan antar manusia dalam hidup bermasyarakat
(Abdul Manan, Reformasi Hukum Islam, Rajawali Grasindo, Jakarta, 2007, hal. 45).
Qanun (hukum) adalah produk manusia melalui campur tangan kekuasaan negara dalam menyelesaikan perkara tertentu. Qanun wadh’iyah (undang-undang) adalah peraturan yang dibuat oleh pihak penguasa yang diperuntukan untuk masyarakat atau untuk menata dengan baik segala sesuatu dalam kehidupan masyarakat. (Oxford Advanced Learner’s Dictionary Current English, Oxford, The University Press, 1964, hal. 476).

Qanun adalah undang-undang yang berisi hukum Islam dengan tetap mempergunakan prosedur / metodologi hukum Islam dalam menemukan hukum, seperti istihsan, urf, maslahah dan siyasah syar’iyah. A.A. Fyzee, (Outlines of Muhammadan law,1955) mengartikan “Canon Law of Islam” adalah hukum Islam, yakni keseluruhan perintah Tuhan yang meliputi seluruh tingkah laku manusia.

Karakter Hukum Islam
Al-Qur’an yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW hanya berisi sedikit ayat yang mengandung doktrin hukum, sekitar 80 dari 500 ayat-ayat hukum yang dapat dikatergorikan sebagai kode hukum.( Tahir Mahmood, Law in the al-Qur’an: A. Draft Code, 1987). Oleh karena itu diperlukan sunnah untuk dapat memahami pesan-pesan al-Qur’an yang berhubungan erat dengan problem hukum keseharian.

Sunnah merupakan informasi yang kaya mengenai sabda dan perilaku Nabi yang mencakup pula perintah, larangan, dan persetujuan Nabi mengenai kasus-kasus tertentu yang muncul di kalangan sahabat pada saat itu. Sunnah adalah refleksi pemahaman Rasul mengenai dialektika (seni berpikir secara teratur logis dan teliti yang diawali dengan tesis, antitesis, dan sintesis) teks suci al-Qur’an dan konteks sejarah pada masa hidupnya Nabi Muhammad SAW.

Semua permasalahan hukum yang muncul pada saat itu di bawa kepada Nabi untuk mendapatkan pemecahan. Nabi dalam menyelesaikan masalah yang diadukan umat Islam senantiasa berpegang pada teks suci al-Qur’an untuk menjawabnya. Jika dalam al-Qur’an tidak ditemukan solusi pemecahan dalam kasus-kasus tertentu, maka Nabi berperan menjadi pemecah masalah hukum. Oleh karena itu dalam hukum Islam dikenal Allah sebagai satu-satunya pembuat hukum dan Nabi dipahami sebagai legislator (al-Syari’) setelah Allah.

Nabi dipercayai memiliki sifat sakral yang berfungsi sebagai garansi terhadap keputusan-keputusan hukum yang dikeluarkannya. Tanpa karakter sakral ini, maka doktrin yang mewajibkan umat Islam untuk mengikuti keputusan-keputusan Nabi dalam menafsirkan al-Qur’an tidak akan mungkin terformulasikan/terumuskan dalam bentuk yang tepat.(Daniel Brown, Retheinking Tradition in Modern Islamic Thought, Cambridge Univ.Press,1996).

Karakteristik hukum Islam adalah sempurna (ta’amul), harmonis (wasathiyah), dan dinamis (harakah). Muhammad Ali al-Sayis mengatakan bahwa karakteristik hukum Islam yang paling menonjol ada tiga hal, yaitu 1. Tidak menyusahkan dan selalu menghindari kesusahan dalam pelaksanaannya, 2. Menjaga kemaslahatan manusia dan, 3. Selalu melaksanakan keadilan dalam penerapannya (Muhammad Ali al-Sayis, Tarikh al-Fiqh al-Islam, Qoriah, Mesir, tt, hal.25). Karakter-karakter di atas sesuai dengan prinsip-prinsip yang terkandung dalam surat al-‘Araf ayat 157, yaitu tidak susah, sedikit beban, berangsur-angsur, ada kelonggaran dan sesuai dengan kemaslahatn umum.

Perkembangan sumber hukum Islam
Al-Qur’an dan Sunnah merupakan sumber utama hukum Islam, dan itu tetap bertahan dalam waktu lama. Akan tetapi karena permasalahan hukum semakin kompleks di wialayah Islam, maka umat Islam memerlukan metodologi yang mapan untuk memecahkan permaslahan-permasalahan hukum yang muncul berdasarkan sumber-sumber utama hukum Islam.
Para yuris Islam merespon kebutuhan ini dengan mengembangkan prosedur ijma’ dan qiyas yang menekankan pentingnya akal dalam pengambilan keputusan hukum. Qiyas terdiri dari dua macam, yaitu qiyas ‘illah (causative inference) dan qiyas dalalah (indicative inference). Dengan ijma’ pemikiran para ahli hukum dapat diaplikasikan dalam proses penetapan hukum suatu kasus, dan melalui qiyas kasus-kasus yang timbul dapat dipecahkan melalui deduksi analogi.
Beberapa sumber hukum lain muncul seagai metodologi baru untuk merespon masalah-masalah hukum baru yang tidak mampu dipecahkan melalui sumber-sumber hukum yang ada (al-Qur’an, Sunnah, Ijma’ dan Qiyas), yaitu Istishab, Istislah atau maslahah al-mursalah atau istihsan, ‘amal ahl al-Madinah, shar’ man qablana dan ‘urf yang dapat dipergunakan untuk memecahkan problem hukum yang muncul belakangan.

Istishab adalah presumsi hukum (legal presumption) yang mencakup semua presumsi yang diterima hukum, seperti presumsi tidak bersalah dan presumsi semua benda adalah halal kecuali jika secara eksplisit dilarang (Abdur Rahman I Doi, Shariah: The Islamic Law, 1990).
Istislah, maslahah musrasalah dan istihsan adalah sumber hukum yang menekankan pentingnya merujuk kepada kepentingan umum (interes publik) sebagai alat penguji terhadap keabsahan suatu solusi hukum. Dengan istislah berarti preferen juristik (juristic preference) yang didasarkan pada apa yang dipandang sebagai yang terbaik bagi kepentingan publik.

Sedang maslahah mursalah juristic preferencenya dilandasi oleh kepentingan kemakmuran publik, dan istihsan berarti preferen juristik yang melibatkan pertimbangan pemilihan satu aturan hukum ketimang aturan yang lain, karena faktor lingkungan, sebagai bagian interes publiknya.
Amal ahl al-Madinah merupakan terma yang menunjuk kepada perilaku masyarakat Madinah yang hidup dalam waktu yang lama bersama Nabi. Shar’u man qablana esensinya adalah hukum yang dibuat oleh masarakat sebelum Nabi Muhammad SAW, seperti ajaran hukum Nabi Musa dalam kitan Taurat dan Isa dalam Injil. ‘Urf adalah sumber hukum yang mendasarkan diri pada adat kebiasaan masyarakat setempat (Abd al-Wahhab Khallaf, ‘Ilm Ushul al-Fiqh,1956).

Dari ‘Urf ini para yuris Islam membuat kaidah hukum (formulasi maksim) al-‘adah muhakkamah (adat menjadi dasar penetapan hukum). Agar adat yang dijadikan dasar penetapan hukum itu tidak melanggar ajaran dasar al-Qur’an dan Sunnah, maka ditentukan syarat-syarat validitas sebagai berikut:
1. Adat itu harus secara umum dipraktikkan oleh masyarakat atau sebagian tertentu dari masyarakat;
2. Adat harus betul-betul menjadi kebiasaan pada waktu akan ditetapkan sebagai rukujukan hukum;
3. Adat harus dipandang batal ab initio jika ternyata bertentangan dengan sumber utama hukum Islam;
4. Dalam kasus perselisihan, adat akan diterima sebagai sumber hukum hanya jika tidak ada pihak bersangkutan yang menolak adat tersebut. (Tahir Mahmood, Custom as a Source of Law in Islam, 1965).

Tujuan Hukum
         Hukum Islam mempunyai tujuan untuk kebahagiaan, kesejahteraan dan keselamatan umat manusia di dunia dan akhirat. Hukum Islam bersendi dan berasaskan hikmah dan kemaslahatan dalam hidup. Syari’at Islam adalah keadilan, rahmat (kasih sayang), kemaslahatan dan kebijaksnaan. Hukum Islam itu adil dan menempatkan keadilan Allah di tengah-tengah hambanya, kasih sayang Allah diantara makhluk-makhluknya (Ibnu Qayyim, I’lmu al-Muwaqqi’in, Makatabah Tijariyah al-Qahirah, Mesir, 1955, hal. 14-15).
Hukum sebagai alat rekayasa sosial yang dapat mempengaruhi moral masyarakat harus memberi manfaat bagi masyarakat. Tujuan syari’at atau penetapan hukum menurut para ahli fiqh (Yuris Islam) adalah:
1. Mendidik individu agar menjadi sumber kebajikan bagi masyarakat;
2. Menetapkan keadilan, dan
3. Menciptakan kemaslahatan yang dikaitkan dengan lima pokok kunci pemeliharaan dalam syari’at Islam, yaitu, agama, nyawa, akal, keturunan, dan harta milik.
Kemaslahatan itu bertingkat-tingkat cara pemenuhannya, yaitu:
1. Kemaslahatan yang bersifat primer (dlorury) yang diharuskan adanya lima pokok di atas;
2. Kemaslahatan yang bersifat penting/sekunder (Hajji) yang adanya merupakan keringanan/dispensai (rukhsakh);
3. Kemaslahatan yang bersifat asoseris (tahsini), yaitu suatu kebutuhan yang sifatnya hanya sebagai pelengkap,yang bisa diabaikan jika menyangkut hal-hal pokok.
Mohammad Salam Madkur menjelaskan bahwa untuk menjaga kelima kebutuhan pokok di atas, Islam telah mengadopsi dua strategi, yaitu: (1) penanaman kesadaran agama dan jiwa manusia dan pengembangan keasadaran kemanusiaan melalui pendidikan moral, dan (2) penggunaaan prinsip hukuman pencegahan (deterrent punishment) sebagai asas hukum pidana Islam (M. Salam Madkur, Human Rights from an Islamic Worldview: An Outline of Hudud, Ta’zir & Qisas).
Sedang menurut teori ilmu hukum modern tujuan hukum dapat dikaji dalam tiga sudut pandang, yaitu:
1. Pandangan falsafah hukum (teori etis) yang menitikberatkan tujuan hukum untuk merealisir atau mewujudkan keadilan baik yang bersifat distributif atau keadilan proporsional maupun keadilan kumulatif yang memastikan setiap orang memperoleh hak yang sama;
2. Pandangan sosiologi hukum (teori Utilitis) yang menakankan bahwa tujuan hukum adalah memberikan kemanfaatan atau kebahagiaan yang sebesar-besarnya bagi warga masyarakat; dan
3. Pandangan ilmu hukum normatif (aliran yuridis dogmatik) yang menekankan tujuan hukum dengan terwujudnya kepastian hukum.
Menurut Sudikno Mertokusumo (1999:145) dalam upaya menegakkan hukum, maka ketiga unsur tujuan hukum di atas harus diperhatikan. Kepastian hukum merupakan perlindungan yustiabel terhadap tindakan sewenang-wenang. Masyarakat menghendaki adanya suatu kepastian hukum agar masyarakat lebih tertib. Masyarakat juga mengharapkan kemanfaatan dari penegakan hukum.

Substansi Hukum Islam
Hukum Islam mengatur seluruh aspek kehidupan manusia agar selamat di dunia dan di akhirat. Hukum Islam mengontrol, mengatur dan meregulasi (pengaturan) semua perilaku privat maupun publik seseorang.
Tingkah laku manusia diatur dan dibagi dalam dua klasifikai besar yang terpisah tapi saling mempengaruhi. Pertama adalah hubungan Allah dengan manusia yang diatur melaluihukum kewajiban ibadah. Ibadah merupakan refleksi atas ketundukan manusia kepada Allah, seperti. Kedua adalah hubungan antara sesama manusia, yaitu aturan hukum yang mengatur segala aktivitas dalam kehidupan manusia sehari-hari.

Hukum Islam memberi aturan yang spesifik tentang shalat, puasa, zakat, dan haji serta bantuan-bantuan sosial seperti infak dan shadaqah, tetapi juga berisi aturan tentang barbagai hal seperti makanan halal, diet, perkawinan, hubungan seksual, pemeliharaan anak dan masalah-masalah domestik lainnya. Hukum Islam juga mengatur tatanan tentang bagaimana sesorang harus harus bertingkah laku dalam kehidupan bermasyarakat dan berinteraksi dengan kelompok lain, aturan tentang transaksi bisnis, penyelesaian konflik bahkan aturan perang (Sohail H.Hashmi, Saving and Taking Life in War Three Modern Muslim Views 89, 1999).

Perkembangan substantif hukum Islam senantiasa menyambut positif nilai-nilai dari luar yang dipandang masih masuk dalam batas ajaran Islam. Aspek-aspek substantif hukum yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW sudah mengalamai percampuran antara ide hukum yang suci (sakral) dengan tradisi setempat, yaitu hukum adat masyarakat Arab.

Dalam hukum keluarga misalnya, Islam tetap mempertahankan perkawinan sebagai lembaga sakral. Perkawinan dalam Islam bertujuan untuk menjaga kemurnian dan kebersihan hubungan genealogis ras manusia. Nabi telah melakukan penghapusan beberapa praktik adat Arab yang bertentangan dengan hukum Islam, seperti poliandri, hubungan seksual di luar nikah, adopsi, perceraian berulang-ulang, dan lain sebagainya. Nabi juga terus melakukan modifikasi dalam masalah poligami dan mahar.

Perkawinan dalam Islam mengandung tiga unsur penting; legal, sosial, dan agama. Secara legal, perkawinan merupakan sebuah kontrak, ia dilakukan atas persetujuan kedua belah pihak dan tanpa persetujuan untuk memutus hubungan tersebut. Secara sosial, perkawinan telah memberi penghormatan kepada wanita karena ia memperoleh status lebih tinggi dibanding sebelum nikah terlebih pada masyarakat Arab pada masa pra-Islam yang dipandang sebagai makhluk tanpa hak. Secara agama, perkawinan harus dilakukan menurut tata cara yang dibenarkan oleh agama, seperti telah memenuhi syarat rukunnya, wali, saksi, ijab, qabul, dan mahar. Hukum perkawinan Islam telah memadukan antar aspek ibadah dan aspek muamalah.

Perkawinan Islam masih mempertahankan praktik poligami yang secara umum ditemukan dalam masyarakat Arab, kemudian oleh Islam dibatasi hanya empat isteri dengan syarat suami dapat membuktikan kemampuannya berlaku adil terhadap isteri-isterinya. Mahar dalam adat Arab merupakan pembayaran yang diberikan kepada ayah si pengantin perempuan atau keluarganya, maka Nabi memperbaiki masalah mahar ini dengan cara mahar tersebut adalah hadiah perkawinan yang diberikan oleh si suami kepada isterinya untuk dimiliki sebagai hak milik pribadi si isteri tersebut.
Hukum waris dalam Islam menganut prinsip-prinsip: (1) suami dan isteri saling mewarisi; (2) keturunan dari jalur laki-laki/ayah dan saudara sama-sama dapat mewarisi; (3) orang tua dan kakek-nenek dapat mewarisi meskipun ada keturunan laki-laki; (4) seorang perempuan mendapat bagian setengah dibanding seorang laki-laki.

Hukum waris Islam dapat dikategorikan sebagai sistem warisan nir wasiat (intestate disposition) dalam arti harta warisan tidak dapat dibagikan sesuai dengan kemauan pewarisnya, melankan si pewaris harus tunduk mengikuti aturan-aturan Allah dalam al-Qur’an. Dalam hukum waris tradisi Arab, si pewaris bebas memberikan dan menentukan kepada siapa dan berapa banyak harta yang akan diwariskan (testamentary disposition).

Hukum pidana Islam membedakan tiga kategori kriminal.

Kategori pertama terdiri dari beberapa tindak kriminal yang disebut hudud yang hukumannya telah ditentukan dalam al-Qur’an dan Sunnah. Yang termasuk dalam kelompok ini adalah murtad, pencurian, hubungan seksual di luar nikah, menuduh orang bebuat zina. Kelompok

Kategori kedua adalah qisas, yaitu kejahatan yang hukumannya lebih didasarkan balas dendam. Perbuatan kriminal yang masuk dalam kategori ini adalah semua jenis tindakan kriminal yang bertentangan dengan prinsip kehidupan manusia, seperti pembunuhan, penyerangan, dan semua kejahatan yang mengaharuskan hukuman retalisasi atau retribusi oleh si pelaku kepada korban atau keluarganya. Bentuk hukumannya bisa berupa pembayaran diyat. Qisas pada dasarnya memberikan hak penentuan hukuman kepada keluarga korban, apakah mereka menginginkan agar si pelaku dihukum seberat-beratnya atau memberikan ampunan sepenuhnya kepada pelaku kajehatan.

Kategori ketiga adalah ta’zir, yaitu semua jenis tindakan kriminal yang secar umum dipandang ofensif atau merusak sistem masyarakat (kriminal ringan/ minor felonies), sehingga bentuk humannya pun tidak ditentukan secara pasti. Hakim diberi hak untuk menentukan jenis hukuman sesuai dengan besar kecilnya kejahatan yang dilakukan, sesuai dengan prinsip-prinsip keadilan. 

Dengan ta’zir ini hukuman tidak semata-mata dibatasi pada asumsi pencegahan (deterrence) atau balasan (retribution) sebagaimana diatur dalam hadd dan qisas, tetapi mengikuti perkembangan pemikiran filsafat hukum modern.

Bisnis adalah salah satu alat yang diperlukan untuk melangsungkan kehidupan manusia di dunia ini, yang merupakan persiapan untuk kehidupan di akhiratn nanti. Prinsip utama bisnis Islam adalah melarang semua bentuk manipulasi pasar, eksploitasi dan penipuan. Islam juga mencegah terjadinya berbagai bentuk transaksi yang mengandung unsur ketidakpastian (gharar) karena dapat menimbulkan penipuan dan perselisihan. Islam melarang praktik riba (bunga) sebagai respon atas praktik ketidakadilan sosial ekonomi yang tertjadi pada masa pra-Islam.

Prinsip keuangan Islam harus memenuhi empat kriteria, yaitu: (1) pelarangan praktik riba, (2) bagi hasil dan kerugian, (3) pelarangan tindakan spekulasi, dan (4) kesakralan kontrak perjanjian (Zamir Iqbal, Islamic Banking Gains Momentum, Expands Market and Competes with Conventional Banking in Arab States, 1998).

Hukum Islam di Indonesia

Islam datang ke Indonesia jauh sebelum pengaruh Barat datang, ada yang mengatakan abad ke-11 ada pula yang berpendapat abad ke-13. Tetapi masyarakat nusantara pada saat itu telah memiliki warisan dari agama Budha dan Hindu yang sangat kuat. Dengan demikian Islam datang ke Indonesia dengan kondisi masyarakat yang sangat beragam (plural) dalam hal tradisi dan nilai-nilai keagamaan.

Karena masyarakat Indonesia yang sangat beragam, maka pendekatan sufisme menjadi pilihan yang tepat bagi para pendakwah Islam di masa-masa awal melalui para wali. Para walisongo lah yang menjadi pelaku utama gerakan dakwah dan memperoleh banyak pengikut. Dalam berdakwah para wali itu tidak menolak nilai-nilai agama yang sudah dianut oleh masyarakat pada waktu itu, bahkan sering menyatukan praktik keagamaan masyarakat pribumi dengan ajaran Islam (lihat: Idrus H.A., Kitab Asrar Walisongo, CV.Bahagia, Pekalongan, 1999).

Dalam proses Islamisasi pada saat itu Ppara wali menerapkan konsep mewarnai, bukan menentang masyarakat dalam berdakwah. Pola seperti itu mendapat respon positif dari masyarakat. Dengan memanfaatkan Sinkretisme (penyesuaian/keseimbangan) antara dua aliran, Islam dan budaya lokal, maka terciptalah berbagai elemen dari bebagai tradisi menjadi sebuah bentuk baru. (Lihat Clifford Geertz, The Religion of Java, New Haven: Yale University Press, 1968).

Masyarakat pribumi mengenal agama Islam di awal sejarah melalui tradisi heterodoksi (menyimpang dari kepercayaan resmi). Islam disebarkan secara damai ke berbagai daerah dan kepulauan yang praktik agama Budha/Hindu dan tradisi animisme maupun dinamisme masih menjadi kepercayaan yang dominan. Kemampuan para wali dalam mengadopsi dan menyesuaikan dengan adat dan praktik lokal yang bukan Islam, serta praktik ibadah dan cara pandang mereka sangat cocok dengan gerakan massa rakyat.

Sufi telah menjadi bagian integral (tak terpisahkan) dari praktik keagamaan masyarakat serta spiritualitas Islam. Berkat perjuangan merekalah gerakan penyebaran Islam di Nusantara memperoleh hasil yang sangat mengagumkan bagi perkembangan karakter Islam di Indonesia.
Hukum Islam Indonesia terbentuk dari hasil usaha untuk memasukkan ajaran hukum Islam ke dalam situasi yang berbeda dari situasi dan kondisi tempat asal hukum Islam lahir. Umat Islam Indoensia berusaha melakukan domestikasi (penjinakan) tradisi hukum yang berasal dari ajaran Islam dan mempraktikannya dengan cara mengintergasikan hukum itu dalam korpus (lingkungan kumpulan) hukum Indonesia yang lebih luas (Kelompok realis-kontekstual).

Di lain pihak muncul kelompok konservatif-literal yang mengritik praktik keagamaan yang selama ini berlangsung. Kelompok konservatif-literal ini cenderung melihat hukum Islam sebagai hukum ideal yang tidak boleh diubah, meskipun telah terjadi perubahan masa dan keadaan. Menurut mereka kinerja hukum suci harus baku dan abadi, dan orang wajib menerima kebakuan hukum tersebut.

Untuk mencapai terwujudnya hukum Islam versi Indonesia perlu dilakukan dengan memfokuskan usaha untuk mereformulasikan teori hukum Islam (ushul al-fiqh) sesuai dengan kebutuhan hukum masyarakat Indonesia melalui penalaran hukum secara mandiri (ijtihad) dengan berbagai metodologi dan pendekatan baru yang bisa berfungsi sesuai dengan pemahaman hukum masyarakat Indonesia (Lihat Ahmad Hasan, Al-Boerhan, Persis, Bandung, 1928).

Substansif hukum Islam Indonesia cenderung mengakomodasi aturan-aturan non-Islam yang masuk ke dalam sistem hukum agama melalui rekayasa hukum. Hukum perkawinan misalnya, semua agama yang ada di Nusantara selalu melibatkan pemimpin/tokoh komunitas (ulama, tetua adat, sesepuh) dalam upacara pernikahan. Pernikahan bukan lagi menjadi sebuah kontrak individu antara suami dan isteri tetapi lebih banyak melibatkan pihak-pihak yang terkait yang sifatnya komunal. Di era modern, inisiasi maupun pemutusan hubungan pernikahan adalah objek regulasi kantor pemerintah (KUA-Catatn Sipil) dan Pengadilan (Agama-Negeri).

Dalam hukum perceraian, konsep Islam tentang ta’liq talaq diubah. Institusi ini awalnya bernama djanji dalem (janji mulia) yang dikenal dalam kebudayaan Jawa abad ke-17 ketika Raja Mataram membuat ketentuan diputus bila kedapatan melakukan tindakan yang selah terhadap isteri (Jan Prins, Adat Law and Muslim Religious Law in Modern Indonesia, 1951). Tujuan utama institusi ini adalah fokus untuk menjaga hak-hak tradisional isteri dalam pernikahan, sehingg setiap pelanggaran hukum yang dilakukan oleh suami otomatis akan memutus hubungan pernikahan.
Dua pendekatan

Dalam budaya hukum di Indonesia terdapat tiga tradisi normatif hukum; yaitu hukum adat pribumi, hukum Islam dan hukum sipil Belanda. Hukum adat adalah tradisi hukum yang iikuti oleh masyarakat pribumi, ia terbentuk berdasarkan nilai-nilai normatif yang mengakar sejak lama dan dianggap memenuhi rasa keadilan dan harmoni masyarakat itu. Hukum adat terbentuk berdasarkan sikap hidup masyarakat komunal dan hukumnya pun bersifat komunal.

Hukum Islam dan hukum sipil Belanda merupakan dua tradisi hukum yang diimpor dari luar yang masuk Nusantara melalui penyebaran Islam dan kolonialisasi Belanda, namun hukum adat dan hukum Islam kadang begitu menyatu dalam satu wilayah hukum, sebagian wilayah hukum adat dianggap sebagai wilayah hukum Islam (Franz dan Keebet von Badan-Beckmann, Adat and Islam und Staat- Rechtspluralismus in Indonesia, 2005).Proses asimilasi dan akulturasi (percampuran) budaya dalam waktu lama dan terus menerus antara masyarakat pribumi dengan norma dan nilai-nilai asing menyebabkan terjadinya pluralisme hukum di Indonesia.

Hukum Islam yang berlaku di Indonesia dapat dibagi menjadi dua bagian ; pertama, hukum Islam berlaku secara yuridis formal, yakni sebagian dari hukum Islam yang mengatur hubungan manusia dengan manusia lainnya dan berada dalam masyarakat (mu’amalah) dan sebagian telah menjadi hukum positif berdasarkan peraturan perundang-undangan. Kedua, hukum Islam berlaku secara normatif, yaitu hukum Islam yang mempunyai sanksi atau padanan hukum masyarakat muslim mengenai normatif hukum Islam dan bersifat normatif seperti pelaksanaan ibadah shalat, puasa, zakat, dan haji yang termasuk dalam kategori ibadah murni (ibadah mahdah).

Kedua hukum di atas (yuridis formal dan normatif) telah menjadi hukum yang hidup (living law) dalam masyarakat Indonesia. Secara sosiologis dan kultural, hukum Islam di Indonesia telah mengalir dan berurat-akar di masyarakat. Hal ini menandakan bahwa hukum Islam memang fleksibel dan elastis dapat menyesuaikan dengan budaya dan lingkungan setempat.
Fonemena hukum Islam sebagai hukum yang hidup di masyarakat telah melahirkan satu teori credo atau syahadah di kalangan pemerhati hukum Islam seperti H.A.R. Gibb yang mengatakan bahwa orang yang telah menerima Islam sebagai agamanya berarti ia telah menerima otoritas hukum Islam atas dirinya.

Prof. Rifyal Ka’bah menengarai terdapat perbedaan dari segi pendekatan tentang penegakan syari’at Islam di Indonesia. Ada yang cenderung menggunakan pendekatan struktural dan ada pula yang cenderung menggunakan pendekatan kultural.

Pendekatan struktural menginginkan penegakkan syari’at tersutruktur dalam sistem hukum Nasioanl dengan hukum subtansial da hukum acara yang jelas dan penegakan yang jelas melalui lembaga penegakkan hukum. Bila penegakan syari’at tidak terstruktur, dikhawatirkan tidak efektif dalam mewujudkan tujuan syari’at, yaitu menjega kepentingan umum dengan sebaik-baiknya.

Kecenderungan ini mendapat dukungan dalam bidang politik melalui sejarah Piagam Jakarta, Departemen Agama, MPR, DPR, pendirian Pengadilan Agama/Mahkamah Syar’iyah, pendirian bank-bank syari’ah, Badan Arbitrasi Syari’ah, Dewan Syari’ah Nasional, dan lain-lain.

Undang-undang yang bernafaskan hukum Islam semakin banyak dilahirkan oleh parlemen. Seperti Undang-undang No. 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat, Undang-undang Nomor 17 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Haji, Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan atas UU Nomor 7 Tahun 1989, Undang-undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syari’ah, Undang-undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi.

Sementara pendekatan kultural menginginkan penegakan syari’at tumbuh dari pembiasaan masyarakat melalui usaha persuasif seperti, pendidikan, percontohan yang baik, dan lain-lain sesuai dengan penegertian agama.