Partai Politik di Masa Setelah Reformasi


            Era Reformasi yang melahirkan sistem multi-partai ini sebagai titik awal pertumbuhan partai yang didasari kepentingan dan orientasi politik yang sama di antara anggotanya. Kondisi yang demikian ini perlu dipertahankan, karena Partai Politik adalah alat demokrasi untuk mengantarkan rakyat menyampaikan artikulasi kepentingannya. Tidak ada demokrasi sejati tanpa Partai Politik. Fakta ini ditandai dengan partisipasi 48 partai yang mengikuti Pemilu 1999, 24 partai yang mengikuti Pemilu 2004, dan 40 partai politik yang mengikuti Pemilu 2009. Hal ini mengindikasikan suburnya demokrasi yang terjadi di Indonesia, terlepas dari tercapainya fungsi partai politik tersebut.
            Meski keberadaan Partai Politik saat ini dianggap kurang baik, bukan berarti dalam sistem ketata negaraan kita menghilangkan peran dan eksistensi Partai Politik. Partai politik jaman reformasi terkesan tidak memiliki ideologi yang mantap dalam menentukan jati diri dan tujuan partai politik. Ideologi bagi partai adalah suatu idealisme yang menjadi hal signifikan bagi kegiatan dan organisasi partai. Bisa jadi karena identitas yang kurang kuat, partai Indonesia secara umum masih mencari jati dirinya. Susahmembedakan partai-partai Indonesia selain dengan mengelompokkan mereka ke dalamkelompok partai agamis dan sekuler.
            Dari segi ini pun terkadang ada partai yang terlihat berusaha menggabungkan kedua unsur ini. Partai Amanat Nasional, misalnya, berusaha menggabungkan citra  nasionalisnya dengan kedekatannya terhadap Muhammadiyah. Selain itu, ciri partai politik pada jaman sekarang adalah penumpuan citra partai politik pada kharisma pemimpinnya. Sebagai contoh, PDI-Perjuangan yang memfokuskan kharisma Megawati Soekarnoputri dalam citra partai, Soesilo Bambang Yudhoyono yangmerepresentasi Partai Demokrat, Aburizal Bakrie dalam Partai Golkar, dan masih banyak contoh lainnya. Hal ini dapat menjadi keuntungan bagi partai politik karena kharisma yang dimiliki tokoh dapat menarik masyarakat untuk mengikutinya dan partai politiknya. Akan tetapi, akan lebih baik bila partai politik lebih menitikkan pada ideologi dan misi partaisebagai citra diri partai, bukan salah satu tokohnya. Dalam pemerintahan,
            sistem multipartai mempengaruhi jalannya pemerintahan, terutaman dalam kestabilan politik dan pembuatan kebijakan. Dalam pemerintahan sering terjadi tarik ulur dalam penawaran kursi eksekutif dan konstelasi koalisi. Sistem multi partai yang semacam ini akan menghambat pembentukan kebijakan yang efektif. Sebagai contoh, kasus Bank Century yang jelas terlihat adanya kesepakatan antar partai yang berdasarkankepentingan semata dan bukan bertujuan untuk menyelesaikan kasus dengan tuntas. Keadaan Partai Politik seperti sekarang ini hanyalah bagian dari proses demokrasi. Dalam kondisi kepartaian yang seperti ini, Pemilihan Umum 2004 digelar dengan bersandarkepada Undang-undang No. 31 Tahun 2002 tentang Partai Politik. Dalam perjalanannya, undang-undang ini di anggap belum mampu mengantarkan sistem kepartaian dan demokrasi perwakilan yang efektif dan fungsional. Undang-undang ini juga belum mampu melahirkan Partai Politik yang stabil dan akuntabel. Masyarakat juga masih belum percaya pada keberadaan Partai Politik, pada hal fungsi Partai Politik salah satunya adalah sebagai alat artikulasi kepentingan rakyat.


0 komentar: