BAB
I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar belakang
Perkembangan
kehidupan masyarakat semakin hari semakin bertambah. Hal ini sejalan dengan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Manusia sebagai salah satu anggota
dan komponen yang amat berpengaruh dalam suatu gugusan masyarakat tertentu.
Kebutuhan yang bertambah itu akan membawa persoalan pemenuhannya. Kalau
sumber-sumber itu tersedia tidak banyak menimbulkan masalah akan tetapi jika
sumber itu mulai langka mulai timbul masalah bagi manusia dan masyarakat. Jika
persoalan itu manusia mengakumulasi menumpuk terus menerus dan menjadi
persoalan masyarakat dan kemudian jika mengkristal menjadi persoalan Negara
atau pemerintah mulailah manusia menyadari ketertiban birokrasi dan
administrasi Negara.
Etziomi
Amitai (1964) pernah berujur manusia hidup ini selalu membutuhkan organisasi
atau birokrasi pemerintah. Begitu manusia lahir dia membubuhkan catatan
keorganisasi pemerintah tentang akte kelahiran, masuk sekolah mendaftar
keorganisasi pemerintah dibidang pendidikan, mau nikah butuh pekerjaan urusan
agama, meninggal dunia pun masih membutuhkan upaya kantor pemerintah. Betapa
hebat dan menyeluruhnya urusan organisasi pemerintah itu mengintervensi
kehidupan dan kematian seseorang.
Gerald
Caiden (1982) pernah juga menyatakan bahwa pekerjaan organisasi pemerintah itu
tidak bisa dihindari oleh manusia ini. Ciri khas kegiatan organisasi atau birokrasi
pemerintah itu menelusup melalui relung-relung kehidupan manusia. Ciri ini yang
membedakan antara organisasi birokrasi pemerintah dengan organisasi non
pemerintah termasuk organisasi perusahaan. Hanya saja ciri yang khas ini
sekaligus menunjukan sifat monopoli yang menjadikan mau tidak mau orang harus
puas dengan pelayanan birokrasi pemerintah. Tidak peduli apakah pelayanan cepat
atau lambat, memuaskan atau menjengkelkan, menghargai manusia atau tidak peduli
kepada manusia yang dilayani. Perilaku system birokrasi itu memang sangat
memperdulikan sifat-sifat impersonal.
Max
Weber (1947) system birokrasi itu tidak mengenal perilaku personal, sangat
formal dan sesuai dengan orde-prosedural. Perilaku birokrasi Webrian itu selalu
berorientasi etatisme legalistic. Karena pendekatan birokrasi yang dianut oleh
banyak pemerintah itu orde-prosedural yang didasarkan pada aturan atau
peraturan menjadi sifat yang tidak bisa ditinggalkan.
Orde-prosedural
merupakan yang mengatur masyarakat ini untuk patuh terhadap ketentuan-ketentuan
dan perilaku kerja para birokrat dalam hubungan dengan masyarakat. Di sini
masnusia yang ada didalam masyarakat kota maupun desa tidak bisa mengajukan
alternative yang memihak kepadanya. Sehingga tatanan orde ini yang bersifat
mengatur dan menentukan struktur social yang tidak imbang, atau tidak sinergik
dengan keinginan dan aspirasi masyarakat yang diatur.
Lembaga
dan system birokrasi pemerintah orde baru ini terkenal dengan system yang
mempunyai monopoli kekuasaan yang besar diperkuat dengan mempunyai deskresi
atau kebebasan untuk memutus yang luar biasa. Akan tetapi tidak diikuti oleh
adanya rasa akontabilitas public dan diperkuat dengan tidak adanya sarana
control yang dilaksanakan masyarakat.
Birokrasi
seperti ini menurut Kliitgaart (1988) jelas akan menyubutkan korupsi. Selain
itu selama pemerintah orde baru birokrasi kita sangat besar dan mudah
memperoleh dana anggaran. Ketika itu setiap tahunnya, anggaran belanja Negara
untuk masing-masing departemen naik paling sedikit 10% dari dana tahun yang
lalu. Jadi dapat disimpulkan bahwa para birokratnya “keceh duwit”. Lembaga
birokrasi semacam itu perlu diperbaharui, jika kita ingin mengurangi atau
memberantas korupsi.
Kasus
yang menimpa Komisi Pemilihan Umum (KPU), suap di Komisi Yudisial dan Kejasaan
Agung semakin menguatkan upaya untuk melakukan reformasi birokrasi pemerintah
secara mendasar dan menyeluruh. Setelah kita memasuki era reformasi upaya
melakukan perbaikan birokrasi kita belum bisa dikatakan mendasar masih bersifat
parsialistik. Lembaga birokrasi pemerintah semenjak pemerintahan Presiden
Suharto berakhir, kondisi dan system yang dipakai belum berubah. Kejadian yang
menimpa KPU yang dipimpin Prof. Nazaruddin Samsuddin walau organisasi ini baru
saja dibentuk di jaman reformasi, namun karena organisasi birokrasi pemerintah
secara mendasar dan keseluruhan belum direformasi, maka seperti organisasi baru
seperti KPU ini terkontiminasi patologi birokrasi orde baru. Kalau KPK mau
jujur dan adil bukan hanya di KPU yang menjadi sasaran utama dan dibombardir,
melainkan semua lembaga birokrasi pemerintah melakukan hal yang sama yang
dilakukan oleh KPU.
Sekarang
masalah pengembalian dana yang dikemplang oleh konglomerat dengan model
korupsi, korupsi dipemerintahan daerah yang hampir melanda bupati-bupati dan
gubernur baru kurang pengetahuan dan pengalaman. Maka KPK jangan berhenti
ditempat yang kecil-kecil melainkan harus membongkar seluruh borok korupsi di
departemen. Barang kali pejabat yang sekarang memimpin KPK pernah juga
merasakan bagaimana lembaga birokrasi pemerintah tempat mereka bekerja dahulu
juga bertindak seperti ditempat yang sekarang dilanda korupsi.
1.2.
Rumusan Masalah
1. Apa
itu birokrasi pemerintahan?
2. Bagaimana
gambaran umum birokrasi pemerintah di Indonesia?
3. Bagaimana
penampilann birokrasi pemerintah di Indonesia?
4. Kelemahan
birokrasi pemerintah di Indonesia !
5. Harapan
birokrasi model kedepan !
1.3.
Tujuan Penulisan
1. Untuk
memenuhi tugas yang diberikan oleh Dosen Sosiologi Pemerintahan
2. Untuk
mengetahui Birokrasi Pemerintahan
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1.
Pengertian Birokrasi Pemerintahan
Menurut
Hegel :
Birokrasi
adalah medium yang mempertemukan kepentingan rakyat dan pemerintah, birokrasi
mengemban tugas yang besar berupa harmonisasi hubungan antara rakyat dan
pemerintah.
Menurut
blau :
Birokrasi
merupakan suatu lembaga yang sangat kuat dengan kemampuan untuk meningkatkan kapasitas-kapasitas
potensial terhadap hal-hal yang baik maupun buruk karena birokrasi merupakan
instrumen administrasi rasionalisme yang netral pada skala besar.
Menurut
Ali Mufiz :
Birokrasi
adalah intisari dari otorita legal nasional adalah birokrasi, jantung dari
birokrasi dalam system hubungan yang di rumuskan secara rasional oleh
aturan-aturan. Jadi, birokrasi pemerintah adalah sekumpulan tugas dan jabatan
yang terorganisasi secara formal, berkaitan dengan jenjang yang komplek dan
tunduk pada pembuat peran formal.
Makna
birokrasi di klasifikasikan dalam 3 kategori yaitu :
Ø Birokrasi
di pandang sebagai bentuk organisasi yang bengkak dan jumlah pegawai yang
besar.
Ø Birokrasi
di pandang sebagai perluasan kekuasaan pemerintah dengan maksud mengontrol kegiatan masyarakat.
Ø Birokrasi
di pandang sebagai rasionalisme prosedur pemerintahan dan aparat administrasi
public.
Dalam
kamus bahasa jerman arti kata birokrasi adalah kekuasaan dari berbagai
departemen pemerintahan dalam menentukan kebijakan system administrasi sipil
dalam kewarganegaraan. Dalam kamus besar bahasa Italia adalah kekuasaan pejabat
dalam administrasi pemerintah.
Blau
dan Meyer bapak ahli sosiologi mendefinisikan birokrasi adalah satu system
control dalam sebuah organisasi yang dirancang berdasarkan aturan-aturan
rasional dan sistematis yang bertujuan untuk mengkoordinasi dan mengarahkan
aktivitas-aktivitas kerja individu dalam rangka menyelesaikan tugas
administrasi
Birokrasi
pemerintah merupakan system pemerintah yang dilaksanakan oleh petugas
pemerintah karena telah berlandaskan hierarki dan jenjang jabatan. Birokrasi
juga dapat diartikan sebagai susunan cara kerja yang sangat lambat, dan menurut
pada tata aturan yang banyak likunya.
2.2.
Adapun fungsi dan peran birokrasi pemerintah yakni:
1. Melaksanakan
pelayanan public
2. Pelaksana
pembangunan yang profesional
3. Perencana,
pelaksanaan, dan pengawas kebijakan (manajemen pemerintah)
4. Alat
pemerintah untuk melayani kepentingan (abdi) masyarakat dan negara yang netral
dan bukan merupakan bagian dari kekuatan atau mesin politik (netral)
2.3.
Adapun tujuan birokrasi yakni:
1. Sejalan
dengan tujuan pemerintahan
2. Melaksanakan
kegiatan dan program demi tercapainya visi dan misi pemerintah dan negara
3. Melayani
masyarakat dan melaksanakan pembangunan dengan netral dan profesional
4. Menjalankan
manajemen pemerintahan, mulai dari perencanaan, pengawasan, evaluasi,
koordinasi, sinkronisasi dll.
2.4.
Adapun yang menjadi ciri ideal birokrasi adalah:
1. Adanya
pembagian kerja yang jelas;
2. Adanya
hierarki jabatan;
3. Adanya
pengaturan sistem yang konsisten;
4. Prinsip
formalistic impersonality;
5. Penempatan
berdasarkan karier; dan
6. Prinsip
rasionalitas (Max Weber dalam Batinggi, 1999).
2.5.
Gambaran Umum Birokrasi Pemerintah di Indonesia
Dalam
makalah ini kami mencoba untuk memaparkan secara jelas kondisi birokrasi di
Indonesia. Di Negara-negara berkembang, tipe birokrasi yang diidealkan oleh Max
Weber Nampak belum dapat berkembang dan berjalan dengan baik. Sebagai salah
satu Negara yang berkembang Indonesia tidak terlepas dari realita di atas.
Meski sudah mengenal birokrasi yang modern, namun jauh sebelum itu, masyarakat
Indonesia sudah mengenal dan menerapkan sejenis birokrasi kerajaan, sehingga
dalam upaya penerapan birokrasi yang modern, yang terjadi hanya bentuk luarnya
saja, belum tata nilainya. Sebagaimana yang telah ditetapkan di Indonesia lebih
mendekati pengertian Weber mengenai dominasi patrimonial, dimana jabatan dan
perilaku di dalam hirarki lebih didasarkan pada hubungan pribadi. Dalam model
Weber , tentang dominasi birokrasi patrimonial individu-individu dan golongan
yang berkuasa dan mengontrol kekuasaaan dan otoritas jabatan untuk kepentingan
ekonomi politik mereka.
Ciri-ciri
dominasi birokrasi patrimonial menurut Weber yang hampir secara keseluruhan
terjadi di Indonesia antara lain:
1. Pejabat-pejabat
disaring atas kinerja pribadi
2. Jabatan
dipandang sebagai sumber kekuasaan atau kekayaaan
3. Pejabat-pejabat
mengontrol, baik fungsi politik atau pun administrative
4. Setiap
tindakan diarahkan oleh hubungan pribadi dan politik
2.6.
Penampilan Birokrasi Pemerintah di Indonesia
Tidak
mudah mengidentifikasi penampilan birokrasi pemerintah di Indonesia. Namun,
perlu dikemukakan lagi, bahwa organisasi pada prinsipnya berintikan
rasionalitas dengan criteria-kriteria umum seperti efektifitas, efesiensi, dan
pelayanan yang sama kepada masyarakat.
Ada
beberapa aspek pada penampilan birokrasi di Indonesia yakni:
1. Sentralisasi
yang cukup kuat.
Sentralisasi
sebenarnya merupakan salah satu ciri umum yang melekat pada birokrasi yang
rasional. Di Indonesia, kecenderungan sentralisasi yang amat kuat merupakan slah
satu aspek yang menonjol dalam penampilan birokrasi pemerintahan. Hal ini
disebabkan karena birokrasi pemerintah bekerja dan berkembang dalam lingkungan
yang kondusif terhadap hidup dan berkembangnya nilai-nilai sentralisrik
terssebut.
2. Menilai
tinggi keseragaman dan struktur birokrasi
Sama
seperti sentralisasi, keseragaman dalam struktur juga merupakan salah satu
cirri umum yang sering melekat pada setiap organisasi birokrasi. Di Indonesia,
keseragaman atau kesamaan benetuk susunan, jumlah unit, dan nama tiap unit
birokrasi demikian menonjol dalam struktur birokrasi pemerintah.
3. Pendelegasian
wewenang yang kabur
Dalam
birokrasi Indonesia, nampaknya pendelegasian wewenang masih menjadi masalah.
Meskipun struktur birokrasi pada pemerintah di Indonesian sudah hirarkis, dalam
praktek perincian wewenang menurut jenjang sangat sulit dilaksanakan. Dalam
kenyataannya, segala keputusan sangat bergantung pada pimpinan tertinggi dalam
birokrasi. Sementara hubungan antar jenjang dalam birokrasi diwarnai oleh pola
hubungan pribadi.
4. Kesulitan
menyusun uraian tugas dan analisis jabatan
Meskipun
perumusan uraian tugas dalam birokrasi merupakan kebutuhan yang sangat nyata,
jarang sekali birokrasi kita memilikinya secara lengkap. Kalaupun ada sering
tidak dijalankan secara konsisten. Disamping hambatan yang berkaitan dengan
keterampilan teknis dalam penyusunannya, hambatan yang dirasakan adalah adanya
keengganan merumuskannya dengan tuntas. Kesulitan lain yang dihadapi birokrasi
di Indonesia adalah kesulitan dalam merumuskan jabatan fungsional. Secara
mendasar, jabatan fungsional akan berkembang dengan baik jika didukung oleh
rumusan tugas yang jelas serta spesialisasi dalam tugas dan pekerjaan yang telah dirumuskan secara jelas pula. Selai
itu masih banyak aspek-aspek lain yang menonjol dalam birokrasi di
Indonesia, diantarannya adalah
perimbangan dalam pembagian penghasilan, yaitu selisih yang amat besar antara
penghasilan pegawai pada jenjang tertinggi dan terendah.
Hal
lain yang cukup menarik dan dapat dijumpai dalam penampilan birokrasi
pemerintah di Indonesia adanya upacara-upacara yang bersifat formalitas dan
hubungan yang bersifat pribadi.hubungan yang bersifat pribadi sangat mendapat
tempat dalam budaya birokrasi di Indonesia, karena dengan adanya hubungan
pribadi dengan para key person banyak persoalan yang sulit menjadi mudah atau sebaliknya. Dapat
dikatakan bahwa birokrasi di Negara kita belum baik dan masih banyak yang perlu
diperbaiki.
2.7.
Kelemahan Birokrasi Pemerintah di Indonesia
Indonesia
umumnya bermuara pada penilaian bahwa birokrasi di Indonesia tidak netral.
Kenyataan tersebut tidak dapat dipungkiri, apalagi melihat praktek sehari-hari
dimana birokrasi terkait dengan lembaga lainnya. Oleh karena itu, birokrasi
pemerintah tidak mungkin dipandang sebagai lembaga yang berdiri sendiri,
terlepas dari lembaga-lembaga lainnya. Dalam realitanya, yang menggejala di
Indonesia saat ini adalah praktek buruk yang menyimpang dari teori idealismenya
Weber. Dalam prakteknya, muncul kesan yang menunjukan seakan-akan para pejabat
dibiarkan menggunakan kedudukannya dibirokrasi untuk kepentingan diri dan
kelompok. Ini dapat dibuktikan dengan hadirnya bentuk praktek birokrasi yang
tidak efesien dan bertele-tele.
2.8.
Harapan Birokrasi Model Kedepan
Kebutuhan
yang nyata saat ini dalam praktek birokrasi adalah bagaimana memenuhi kebutuhan
konkret dari masyarakat. Kebutuhan akan peningkatan kualitas kehidupan politik
menjadi suatu tuntutan yang tak terhindarkan. Kondisi birokrasi Indonesia yang
masih mencorak patrimonial, adalah merupakan benang sejarah yang perlu
diperhatikan dengan seksama. Dalam perkembangan kearah modernisasi menuntut
adanya peningkatan kualitas administrasi dan manajemen. Selain itu, dalam
mengahadapi kondisi saat ini dan menjawab tantangan masa sekarang, birokrasi
Indonesia diharapkan mempunyai kharakteristik yang mampu bersifat netral,
berorientasi pada masyarakat, dan mengurangi budaya patrimonial dalam birokrasi
tersebut sehingga dapat menjadikan suatu birokrasi yang berpihak dan mementingkan
pelayanan dan kebutuhan masyarakat.
BAB
III
PENUTUP
3.1.
Kesimpulan
Birokrasi
adalah kekuasaan yang didasarkan pada peraturan perundang-undangan dan prinsip
ideal bekerjanya suatu organinisasi. Pada umumnya birokrasi ini bersifat rigid dan
kaku. Namun, birokrasi memiliki fungsi dan peran yang amat penting didalam
masyarakat salah satunya adalah melaksanakan pelayanan public. Pelaksanaan
birokrasi dalam hal pelayanan public disetiap Negara tentunya berbeda, begitu
juga diantara Negara berkembang dengan Negara maju. Di Negara berkembang yaitu
Indonesia, pelayanan public yang diberikan pemerintah kepada masyarakat
sepertinya belum bisa dikatakan baik atau maksimal karena tidak sesui lapisan
masyarakat yang belum menikmati pelayanan yang ada birokrasinya sangat
berbelit-belit.
Dilihat
dari pelayanan transportasi public, Indonesia bias dikatakan kurang memadai,
seperti yang kita ketahui dalam penyediaan transportasi umum masih banyak
angkutan umum seperti bus atau angkutan perkotaan yang sebenarnya sudah tidak
layak untuk digunakan namau tetap digunakan karena alas an kekurangan biaya,
maka yang terjadi adalah banyak angkutan umum yang memaksakan muatan untuk
mengangkut penumpang sementara keselamatan keselamatan mereka cenderung
diabaikan. Contoh lain dari buruknya pelayanan transportasi adalah pelayanan
kereta api, meskipun sekarang sudah tidak seluruhnya milik pemerintah tetap
saja pelayanan kereta api kelas ekonomi masih kurang memadai karena banyak
masyarakat yang naik keatap kereta api
agar tetap bisa menggunakan kereta api sebagai transportasi umum.
Padahal sudah jelas, hal itu sangat membahayakan keselamatan para penumpang.
Mereka nekat melakukan ini karena harga karcis ekonomi sangat murah
dibandingkan dengan kereta jenis lain dan angkutan umum lain seperti bus.
3.2.
Saran
Kami
dari kelompok kedua sangat mengharapkan saran, kritik, masukan dari rekan-rekan,
Dosen maupun yang membaca isi makalah ini, yang bersifat membangun demi
kesempurnaan makalah ini.
0 komentar:
Posting Komentar