Peluncuran Corruption Perception Index 2012


"Metode Berubah, Indonesia Masih di Jajaran Negara Bermasalah dengan Korupsi"
Kamis, 06 Desember 2012 11:07:55 | Siaran Pers | (2306 view)
Setiap tahun Transparency International (TI) meluncurkan Corruption Perception Index (CPI), sebuah indeks pengukuran tingkat korupsi global. CPI merupakan indeks agregat yang dihasilkan dari penggabungan beberapa indeks yang dihasilkan berbagai lembaga. Indeks ini mengukur tingkat persepsi korupsi sektor publik, yaitu korupsi yang dilakukan oleh pejabat negara dan politisi1. CPI yang pertama kali diluncurkan pada tahun 1995, digunakan oleh banyak pihak sebagai referensi untuk melihat sebuah gambaran yang sangat umum tentang situasi korupsi di suatu negara.

Perubahan Metode
Sebagai sebuah indeks pengukuran yang telah lama digunakan oleh publik, CPI telah beberapa kali mengalami perubahan metode. Pada tahun ini, CPI kembali melakukan perubahan terhadap metodenya. Perubahan yang dilakukan terhadap metode CPI selalu berorientasi perbaikan agar instrumen pengukuran ini makin bisa diandalkan.
Salah satu kelemahan metode CPI sebelum ini adalah indeks tidak dapat diperbandingkan antar waktu. Artinya, CPI dengan metode lama bukanlah instrumen yang tepat untuk mengukur perubahan situasi korupsi suatu negara (meskipun pada kenyataannya, banyak negara melakukan hal tersebut, termasuk Indonesia). Metode CPI yang baru memungkinkan perbandingan antar waktu, dengan melakukan agregasi terhadap skor dari indeks-indeks sumber dan bukan melakukan agregasi terhadap urutan (rank) dari negara-negara pada indeks sumber. Dengan metode yang lama, perubahan skor antar tahun sebuah negara bisa disebabkan karena perubahan yang terjadi di negara lain, dan bukan karena perubahan di negara itu sendiri. Hal ini menyebabkan skor suatu negara tidak bisa diperbandingkan antar tahun. Dengan metode yang baru, skor antar tahun suatu negara dapat diperbandingkan.Sehingga perubahan skor tersebut bisa diinterpretasikan sebagai representasi perbaikan atau kelemahan usaha pemberantasan korupsi.
Perubahan lain yang dilakukan adalah rentang skala dari CPI. Untuk menandai perubahan signifikan terhadap metode penghitungan CPI, dan membedakannya dengan metode yang lama, maka rentang indeks diubah. Rentang indeks CPI lama 0-10 (0 dipersepsikan sangat korup, 10 sangat bersih) diubah menjadi 0-100 (0 dipersepsikan sangat korup, 100 sangat bersih). Konversi skor CPI sebelum tahun 2012 ke rentang yang baru, tentunya tidak sesederhana mengkalikan skor lama dengan angka 10. Hal ini mengingat skor CPI pra 2012 dihasilkan dari penghitungan yang berbeda metodenya dengan CPI 2012 dan seterusnya. Hal ini penting, terutama bagi pihak-pihak yang sudah terlanjur menggunakan CPI menjadi indikator perubahan, seperti di Indonesia.

Skor CPI Indonesia dan konsekuensi perubahan
Secara global, 5 negara dengan skor tertinggi adalah Denmark (90), Finlandia (90), Selandia Baru (90), Swedia (88), dan Singapura (87). 5 negara terbawah adalah Somalia (8), Korea Utara (8), Afghanistan (8), Sudan (13) dan Myanmar (15).
Tahun ini skor Indonesia adalah 32, pada urutan 118 dari 176 negara yang diukur. Indonesia sejajar posisinya dengan Republik Dominika, Ekuador, Mesir dan Madagaskar. Di kawasan ASEAN posisi Indonesia bisa dilihat di bawah ini:

Negara
Skor CPI
Peringkat
Singapura
87
5
Brunei Darussalam
55
46
Malaysia
49
54
Thailand
37
88
Filipina
34
108
Indonesia
32
118
Vietnam
31
123
Myanmar
15
172
Secara regional Indonesia tidak banyak mengalami perubahan, masih di jajaran bawah apabila dibandingkan skor CPI-nya.
Skor 32 menunjukkan bahwa Indonesia masih belum dapat keluar dari situasi korupsi yang sudah mengakar. Mengantisipasi hal ini, TI-Indonesia akan terus dan memperkuat gerakan anti korupsi berbasis masyarakat dengan mengembangkan gerakan sosial anti korupsi yang melibatkan berbagai kelompok dalam masyarakat, serikat buruh dan pekerja, asosiasi profesi, asosiasi pengusaha. Di sisi lain, Strategi Nasional Pemberantasan Korupsi harus lebih banyak diimplementasikan secara konsekuen, dan bukan didiskusikan terus menerus dalam seminar.
Karena itu TI-Indonesia mendorong agar:
1.     Penyidikan dan penindakan kasus-kasus korupsi skala besar terus didorong.
2.   Kemandirian dan kredibilitas kejaksaan, kepolisian dan pengadilan dalam menangani kasus tindak pidana korupsi terus ditingkatkan.
3.   pelemahan terhadap KPK harus dihentikan
4.   Pelayanan publik dan perijinan usaha harus terus dipermudah.
5.   Sementara secara teknis, target capaian pemerintah yang tertuang di dalam strategi ini, yang salah satu indikatornya adalah CPI, harus direvisi dan disesuaikan dengan rentang indeks yang baru.

Jakarta, 5 Desember 2012

Natalia Soebagjo
Sekretaris Jenderal TI-Indonesia
1 CPI tidak mengukur korupsi yang terjadi di sektor swasta


0 komentar: