Sinopsis
Cerita
ini yang berdasarkan pada sebuah kisah
nyata dari para pegiat perempuan ini yang bernama Alice Paul yang diperankan oleh Hillary Swank
dan Lucy Burns yang diperankan oleh
Frances O’Connor. Film PPGA-PM (IJA) Iron Jawed Angels.
Film
ini diawali oleh pertentangan pertemuan antara Alice Paul, Lucy Burns dengan
Anna Howard Showel yang menjabat sebagai ketua Asosiasi Emansipasi Wanita
Amerika Nasional (National American Woman Suffarace Assosiation / NAWSA). Alice
dan Paul berkeinginan untuk mendapatkan dukungan NAWSA dalam mengamandemen UU
(undang-undang) mengenai hak pilih perempuan.
Anggapan mengenai ketidakpantasan kaum perempuan berkiprah dalam politik
hampir terjadi di seluruh Negara bagian
Amerika Serikat pada saat itu. Hal ini terlihat dari sedikitnya Negara bagian
(hanya 9 negara bagian ) di AS yang
telah memberikan hak politik bagi perempuan untuk berpartisipasi dalam
pemilu. Pemberian hak politik bagi perempuan di 9 negara bagian ini memakan proses selama 64
tahun.
Ada
dialog yang menarik antara Alice dan Ben Weissman seorang wartawan Washington
Post mengenai misi Alice dalam salah satu scene. Dialog perdebatan tersebut
menceritakan perempuan apabila mereka diberi ruang untuk berubah dalam
berpolitik maka yang terjadi adalah muncul tuntutan-tuntutan yang cenderung
emosional. Tujuan yang ingin dicapai oleh Alice Paul sangat jelas yaitu tenteng
pemberian hak politik kepada perempuan Amerika untuk ikut berpartisipasi dalam
pemilu, terlepas apakah hak politik itu akan dipergunakan oleh perempuan untuk
tujuan tertentu. Namun yang pasti adalah mereka harus mendapatkan hak tersebut
karena mereka adalah warganegara yang mempunyai hak yang sama antara laki-laki
dan perempuan.
Hak
pilih yang dimiliki oleh seseorang akan memberikan akses untuk berpartisipasi
dalam menentukan kebijakan pemerintah. Harus disadari bahwa suara yang
diberikan pemilih, akan memunculkan seseorang yang berkuasa yang akan
menentukan masa depan mereka. Alice dan Lucy melakukan perekrutan simpatisan
untuk ikut bersama mereka melakukan aksi. Target mereka yang pertama adalah
kelompok buruh perempuan. Pada awalnya kelompok perempuan resis terhadap
mereka. Namun, kampanye Alice akhirnya menyadarkan mereka. Alice berkata,
“Kaum
Penguasa adalah pemilik suara, dan suara itulah hak pilih. (Jika kamu tidak
mempunyai hak pilih maka) tidak ada yang akan mendengarkan kamu”
Pemilihan
strategi, waktu dan tempat yang tepat untuk melakukan hal ini dipikirkan secara
matang oleh Alice Paul untuk menarik perhatian media. Strategi yang pertama
adalah pelaksanaan pawai yang bertepatan dengan pelantikan Presiden Woodrow
Wilson. Dengan berpakaian ala dewi-dewi Yunani, parade ini berhasil menarik
massa lebih banyak dibandingkan dengan pelantikan Presiden AS sendiri. Strategi
kedua yang digunakan oleh Alice Paul adalah dengan berdemo didepan Gedung
Putih. Spanduk yang dipergunakan dalam berdemo adalah bertuliskan pidato-pidato
yang dahulu pernah diucapkan oleh presiden-presiden AS sebelum masa Presiden
Wilson dan bahkan kalimat pidato Presiden Wilson sendiri. Usaha ini berhasil
menarik perhatian media dan masyarakat. Demo ini tidak bertentangan dengan
hukum karena dilakukan secara damai dan spanduk berisi kalimat-kalimat dari
penggalan pidato para pemimpin AS. Di satu sisi, aksi ini telah mengundang
perhatian media dan pemberitaan terhadap aksi berpengaruh terhadap pencitraan
AS di luar negeri, yaitu dimana AS adalah Negara yang mencitrakan dirinya
sebagai Negara demokratis. Di seperempat bagian terkahir film, diceritakan
mengenai penangkapan terhadap Alice Paul yang dilakukan atas nama kepentingan
AS. Namun, penangkapan ini justru semakin memperkuat posisi Alice dan
meningkatkan isu kemarjinalan perempuan dalam berpolitik di publik. Tekanan
rakyat menyebabkan Alice dapat keluar dari penjara dan mendorong Presdiden
Wilson untuk berpidato mengenai hak perempuan di depan Kongres. Akhirnya
Kongres menyepakati perubahan amandemen dalam konstitusi dan memberikan hak
pilih bagi warganegara perempuan untuk memilih
Alice
dan Lucy kemudian mendirikan National Woman’s Party (NWP) yang lebih focus
untuk memperjuangkan hak-hak wanita Amerika. Aksi-aksi mereka meski kebanyakan
dilakukan dengan damai, mendapat tentangan keras dari pihak pemerintah dan
masyarakat yang sangat ’laki-laki.’
Ribuan
wanita biasa –tidak melek politik- ikut dalam aksi ini. Mereka melancarkan aksi
di seluruh negeri. Tahun 1913, Alice Paul menggerakkan lebih 8.000 wanita untuk
berdemo, tepat dihari pelantikan presiden Woodrow Wilson. Aksi tersebut
berulang kembali tahun 1917 saat presiden Wilson dilantik untuk masa jabatan
kedua. Alice dan kawan-kawan juga secara bergantian menggelar aksi ‘berjaga’ di
depan gerbang Gedung Putih sambil menggelar spanduk-spanduk berisi tuntutan
persamaan hak.
Presiden
Amerika waktu itu, Woodrow Wilson, tidak tegas memutuskan pendapatnya atas
perjuangan NWP. Ia juga berada dibawah tekanan kongres. Pada saat yang sama,
Amerika menyatakan perang dengan Jerman, dimana perhatian pemerintah lebih
tersedot ke upaya memenangkan perang.
Perjuangan
Alice dan kawan-kawan tidak berhenti. Akhirnya puluhan wanita aktivis ini
ditangkapi dan dijebloskan ke dalam penjara tanpa tuntutan yang jelas. Dalam
persidangan, mereka menolak membayar denda dan memilih dipenjara 60 hari di
Penjara Occoquan.
Selama
di penjara, wanita-wanita ini mendapatkan perlakuan yang sangat buruk. Mereka
pun melakukan aksi mogok makan untuk mendukung perjuangan mereka. Akan tetapi
pihak penjara melakukan pemaksaan makan dengan cara memasukkan adonan susu dan
telur mentah melalui selang ke dalam mulut tahanan.
Perlakuan
buruk di penjara Occoquan akhirnya bocor ke media dan memperoleh tanggapan luas
di masyarakat. Perjuangan Alice Paul dan kawan-kawan semakin menggema meski
mereka masih dalam tahanan. Media menyebut wanita-wanita ini sebagai Malaikat
berahang besi (Iron Jawed Angels).
Tekanan
terhadap pemerintah semakin kuat. Akhirnya presiden Woodrow Wilson membebaskan
tahanan ini. Pengadilan juga memberikan dukungan dengan mengatakan bahwa
penahanan tersebut tidak sesuai UU.
Akhirnya
tanggal 26 Agustus 1920, Amandemen ke-19 Konstitusi Amerika, resmi menjadi UU
sehingga wanita Amerika pun secara resmi mendapatkan hak suara yang sama dengan
pria dalam pemilu. Itu terjadi 144 tahun setelah kemerdekaan Amerika.
Analisis
Menurut Easton
Dalam
sebuah sistem politik, jika suatu sistem itu ingin terus berlanjut (hidup) maka
ia harus bisa berubah dan beradaptasi dengan fluktuasi lingkungannya. Sebuah
sistem politik tidak bisa terus berupaya menutup diri dan berusaha
meminimalisir kontradiksi didalamnya apalagi jalan dengan kekerasan. Kemudian
Easton menjelaskan bahwa selain mengikuti pengaruh serta tekanan supaya sistem
mengikuti pengaruh serta tekanan supaya supaya sistem politik bisa terus
persistensi, sistem politik sebenarnya bisa juga melakukan perawatan diri
dengan mengatur diri sendiri mengacu pada usaha mempertahankan pola-pola
hubungan antara anggota sistem politik. Sistem akan dapat bertahan apabila para
anggotanya mampu mengambil tindakan untuk mengatasi segala tekanan, karena hakikatnya,
tekanan tersebut sangat membahayakan kelangsungan suatu sistem politik yang
akan mengakibatakan kerusakan total, yang diakibatkan adanya faktor internal
dan eksternal yang berinteraksi dengannya. Dalam sistem politik digunakan
sistem stabil dan sistem tidak stabil , sistem stabil menurutnya apabia peroses
perubahan tidak tetasa sedangkan sistem tidak stabil bila sistem tersebut tidak
berubah dengan sangat cepat sehingga para anggotanya menyadari sistem
politiknya telah mengalami perubahan. Ketika pihak yang berwenang dalam sistem
politik tersebut tidak mampu menghadapi atau memenuhi tuntutan dalam proporsi-
proporsi tertentu, apalagi tuntutan tersebut dirintangi dan dihalangi oleh para
penyelengara sistem, maka pada tingkatan tertentu anggota sistem politik bisa
meluapkan kekecewaan mereka dengan aksi kekerasan dan saparatis.
Tapi menurut
Easton tidak berarti semua tuntutan yang muncul dari para anggotanya itu harus
diakomodir oleh sistem politik, sebagian harus tetap tidak dipenuhi, tergantung
jumlah kuantitas dan kualitas dukungan anggota
terhadap kelangsungan sistem politik tersebut.
Easton menerangkan bahwa
tidak semua tuntutan dapat diinternalisasi kedalam sitem politik untuk menjadi
Output, karena sistem politik harus selektif dalam mempertimbangkan jumlah
dukungan para anggota pada sistem tersebut, maka menurut Eaton pada setiap
sistem yang kita temui akan terdapat rintangan kebudayaan tertentu sebuah upaya
mendorong pengendalian yang akan membantu menjaga sejumlah tuntutan agar tetap
selalu terkendali. Easton menjelaskan ada tiga bentuk penting tanggapan
terhadap dukungan, pertama, pengaturan struktural terhadap dukungan, suatu
tanggapan yang memaksa sistem politik untuk mengubah sasaran-sasaran dan
strukturannya sebagai alat mempertahankan nilai-nilai otoritatif, kedua
dukungan yang menyebar, sistem politik yang berusaha mempertahankan dukungan
yang diperoleh, karena tidak ada sistem poltik, yang berlangsung lama, maka
untuk mempertahankan sistem politik supaya dapat bertahan lama, sistem tersebut
harus membangaun dukungan dari anggotanya. Ketiga Output sebagai mekanisme
regulatif, sistem politik berusaha menampung segala tuntutan dari para
anggotanya untuk kemudian menjadi Output, sehingga sistem politik berhasil
mencerminkan kepuasan yang dirasakan oleh para anggotanya. Easton juga
menjelaskan isi sebuah umpan balik,
0 komentar:
Posting Komentar