BAB
II
TINJUAN
PUSTAKA
1.1
Pengertian Implementasi
Implementasi
merupakan sebuah penempatan ide, konsep, kebijakan, atau inovasi dalam suatu
tindakan praktis sehingga memberikan dampak, baik berupa perubahan pengetahuan,
keterampilan maupun sikap. Dalam Oxford advance leaner dictionary dikemukakan
bahwa implementasi adalah put something into effect yang artinya adalah
penerapan sesuatu yang memberikan efek tau dampak Susilo (dalam Iril Fahmi
2013: 9).
Menurut
Inu Kencana Syafiie (2008:56) implementasi adalah apa yang terjadi setelah
peraturan perundang – undangan ditetapkan, yang memberikan otorisasi pada suatu
program, kebijakan, manfaat atau suatu bentuk hasil (output) yang jelas
(tangible). Istilah implementasi menunjuk pada sejumlah kegiatan yang mengikuti
pernyataan maksud tentang tujuan – tujuan program dan hasil – hasil yang diinginkan
oleh para pejabat pemerintah.
Menurut
Merilee S. Grindle (Winarno 2012:149) mengatakan bahwa ”implementasi adalah
membentuk suatu kaitan (linkage) yang memudahkan tujuan – tujuan kebijakan
biasa direalisasikan sebagai dampak dari suatu kegiatan pemerintah dimana
sarana – sarana tertentu telah dirancang dan dijalankan dengan harapan sampai
pada tujuan yang diinginkan.
Menurut
Dunn (2000:109) menyatakan bahwa “pelaksanaan atau implementasi dari suatu
kebijakan atau program merupakan rangkaian pilihan yang kurang atau lebih
berhubungan (termasuk keputusan untuk bertindak) yang dibuat oleh badan dan
pejabat pemerintah yang diformulasikan dalam bidang – bidang baik kesehatan,
kesejahteraan sosial, ekonomi, administrasi dan lain – lain.
Lebih
lanjut dijelaskan oleh Solichin Abdul Wahab (2001:108), bahwa tahapan–tahapan
dalam implementasi ditinjau dari:
a.
Keluaran kebijakan (keputusan) Merupakan penterjemahan atau penjabaran dalam
bentuk peraturan – peraturan khusus, prosedur pelaksanaan yang baru ataupun
tetap memproses kasus – kasus tertentu, keputusan penyelesaian sengketa
(menyangkut perizinan dan sebagainya), serta pelaksanaan keputusan penyelesaian
sengketa.
b.
Kepatuhan kelompok sasaran Merupakan suatu sikap ketaatan secara konsisten dari
para pelaksana atau pengguna (aparat pemerintah dan masyarakat) terhadap
keluaran kebijakan yang telah ditetapkan.
c.
Dampak nyata kebijakan Adalah hasil nyata antara perubahan prilaku antara
kelompok sasaran dengan tercapainya tujuan yang telah digariskan, hal ini
berarti bahwa keluaran kebijakan sudah berjalan dengan undang – undang,
kelompok sasaran benar – benar patuh, tidak ada upaya penggerogotan terhadap pelaksanaan
serta peraturan tersebut memiiki dampak kausalitas (sebabakibat) yang tinggi.
d.
Persepsi terhadap dampak. Yaitu penilaian atau perubahan yang akan didasarkan
pada nilai – nilai tertentu yang dapat diatur atau dirasakan manfaatnya oleh
kelompok – kelompok masyarakat dan lembaga – lembaga tertentu terhadap dampak
nyata pelaksanaan kebijakan, yang kemudian menimbulkan upaya – upaya untuk mempertahankan
atau mendukung, bahkan merubah serta merevisi kebijakan tersebut.
Lebih
jauh menurut mereka implementasi mencakup banyak macam kegiatan, yaitu:
a.
Badan – badan pelaksana yang ditugasi oleh undang – undang dengan tanggung
jawab menjalankan program harus mendapat sumber – sumber yang dibutuhkan agar
implementasi berjalan lancar. Sumber – sumber ini meliputi personil, peralatan,
lahan tanah, bahan – bahan mentah dan uang
b.
Badan – badan pelaksana mengembangkan bahasa anggaran dasar menjadi arahan –
arahan konkret, regulasi, serta rencana – rencana dan desain program.
c.
Badan – badan pelaksana harus mengorganisasikan kegiatan – kegiatan mereka
dengan menciptakan unit – unit birokrasi dan rutinitas untuk mengatasi beban
kerja.
Maksudnya
adalah badan – badan pelaksana memberikan keuntungan atau pembatasan kepada
para kelompok – kelompok target.Mereka juga memberikan pelayanan atau batasan –
batasan tentang kegiatan yang bisa dipandang sebagai wujud dari keluaran yang
nyata dari suatu program.
Menurut
Leester dan Stewart (dalam Winarno 2012:148) menjelaskan bahwa “Implementasi
dipandang secara luas mempunyai makna pelaksanaan undang– undang dimana
berbagai actor, organisasi, prosedur, dan teknik bekerja bersama – sama untuk
menjalankan kebijakan dalam upaya untuk meraih tujuan – tujuan kebijakan atau
program – program.
Selanjutnya,
Van Meter dan Horn (Winarno, 2012:149 -150) membatasi implementasi kebijakan
sebagai “tindakan – tindakan yang dilakukan oleh individu – individu (atau
kelompok – kelompok) pemerintahan yang diarahkan untuk mencapai tujuan yang
telah ditetapkan dalam keputusan – keputusan kebijakan sebelumnya “maksudnya
adalah tahap implementasi kebijakan tidak akan dimulai sebelum tujuan – tujuan
dan sasaran – sasaran ditetapkan oleh keputusan. Dengan demikian, tahap implementasi
terjadi hanya setelah undang – undang ditetapkan dan dana disediakan untuk
membiayai pelaksanaan program tersebut.
Implementasi
merupakan aspek yang penting dalam keseluruhan proses kebijakan dan merupakan
suatu upaya untuk mencapai tujuan tertentu dengan sarana dan prasarana tertentu
dalam urutan waktu tertentu. Pada dasarnya implementasi kebijakan adalah upaya
untuk mencapai tujuan yang sudah ditentukan melalui program-program agar dapat
terpenuhi pelaksanaan kebijakan itu.
1.2
Kebijakan Publik
Kebijakan
sebagai salah satu instrument dalam sebuah pemerintahan menjadi penting untuk
dibicarakan karena dengan mengetahui kebijakan yang dikeluarkan oleh
pemerintah, kita dapat mengetahui kinerja pemerintah.
Menurut
Thomas R. Dye, (dalam Harbani Pasolong 2010: 39) kebijakan publik adalah apa
pun juga yang dipilih pemerintah, apakah mengerjakan sesuatu ia atau tidak
mengerjakan ( mendiamkan) sesuatu itu.
Menurut
Willy N. Dunn, (dalam Harbani Pasolong 2010: 39) kebijakan publik adalah suatu
rangkaian pilihan – pilihan yang saling berhubungan yang dibuat oleh lembaga
atau pejabat pemerintah pada bidang – bidang yang menyangkut tugas pemerintahan,
seperti pertahanan keamanan, energi, kesehatan, pendidikan, kesejahteraan
masyarakat, kriminalitas, perkotaan, dan lain – lain.
Menurut
Chandler dan Plano (dalam harbani Pasalong 2010 : 38), kebijakan public adalah
pemanfaatan yang strategis terhadap sumber – sumber daya yang ada untuk
memecahkan masalah public atau pemerintah.
Menurut
Chaizi Nasucha (dalam harbani pasalong 2010 : 39), Kebijakan Publik adalah
kewenangan pemerintah dalam pembuatan suatu kebijakan yang digunakan kedalam
perangkat peraturan hukum.
Dan
pengertian di atas dapat jelaskan bahwa kebijakan publik adalah suatu keputusan
yang dibuat oleh pemerintah untuk melakukan atau tidak melakukan dan diimplementasikan
oleh badan berwenang untuk mengatasi masalah dunia nyata yang terdiri dari
beberapa pilihan tindakan atau strategi yang berorientasi pada tujuan negara.
kebijakan publik biasanya merupakan tindakan untuk memecahkan masalah sosial
sehingga tercapainya kesejahteraan sosial. Kebijakan yang di buat pada umumnya
berupa peraturan perundang – undangan yang terbentuk implementasi program
kebijakan untuk mengatur sesuatu yang dianggap mendorong prosespembangunan dan
pemberdayaan masyarakat itu sendiri.
Menurut
Inu Kencana (2001, 146) Ada beberapa model yang dipergunakan dalam pembuatan
public policy,sebagai berikut:
1)
Model Elit
Yaitu
pembentukan public policy hanya berada pada sebagian kelompok orang – orang
tertentu yang sedang berkuasa. Walaupun pada kenyataannya mereka sebagai preferensi
dari nilai – nilai elit tertentu tetapi mereka sebagai preferensi dari nilai –
nilai elit tertentu tetapi mereka masih saja berdalih merefleksikan tuntutan –
tuntutan rakyat banyak. Oleh karena itu
mereka
cenderung mengendalikan dengan kontinyu, dengan perubahan – perubahan hanya
bersifat tambal sulam. Masyarakat banyak dibuat sedemikian rupa tetap miskin
informasi.
2)
Model Kelompok
Berlainan
dengan model elit yang dikuasai oleh kelompok tertentu yang berkuasa, maka pada
model ini terdapat beberapa kelompok kepentingan (interest group) yang saling
berebutan mencari posisi dominan.
3)
Model Kelembagaan
Yaitu
pembentukan Public Policy yang dikuasai oleh lembaga – lembaga pemerintah, dan
sudah barang tentu lembaga tersebut adalah satu – satunya yang dapat memaksa
serta melibatkan semua pihak.
4)
Model Proses
Model
ini merupakan rangkaian kegiatan politik mulai dari identifikasi masalah,
perumusan usul, pengesahan kebijaksanaan, pelaksanaan, dan evaluasinya.
5)
Model Rasialisme
Model
ini dimaksudkan untuk mencapai tujuan secara efesien, dengan demikian dalam
model ini segala sesuatu dirancang dengan tepat, untuk menghasilkan hasil
bersihnya.
6)
Model Inkrimentalisme
Model
ini berpatokan pada kegiatan masa lalu, dengan sedikit perubahan. Artinya model
ini tidak banyak berususah payah, tidak banyak resiko, perubahan – perubahannya
tidak radikal, tidak ada konflik yang meninggi, kestabilan terpelihara, tetapi
tidak berkembang (konsertatif) karena hanya menambah dan mengurangi yang sudah
ada.
7)
Model Sistem
Model
ini beranjak dari memperlihatkan desakan – desakan lingkungan, antara lain
berisi tuntutan, dukungan, hambatan, tantangan, rintangan, gangguan, pujian,
kebutuhan atau keperluan, dan lain sebagainya yang mempengaruhi public policy.
1.3
Kemiskinan
Adapun
yang menjadi tujuan dilaksanakannya program rumah layak huni adalah membantu
masyarakat miskin agar dapat tetap dapat memenuhi kebutuhan dasarnya, mencegah
penurunan taraf kesejahteraan masyarakat miskin akibat kesulitan ekonomi oleh
karena itu yang menjadi sasaran program adalah keluarga atau rumah tangga
miskin.
Menurut
Edi Suharto (2009:16) pengertian kemiskinan pada hakikatnya menunjuk pada
situasi kesengsaraan dan ketidak berdayaan yang dialami seseorang, baik akibat
ketidak mampuannya memenuhi kebutuhan hidup, baik maupun akibat ketidak mampuan
negara atau masyarakat memberikan perlindungan social kepada warganya.
Menurut
Oos M. Anwas (2013: 84) secara umum kemiskinan dapat digolongkan dalam empat
jenis yaitu kemiskinan absolut, kemiskinan relatif, kemiskinan structural dan
kemiskinan kultural. Kemiskinan absolut merupakan tingkat ketidakberdayaan
individu atau masyarakat dalam memenuhi kebutuhan minimum mulai pangan,
sandang, kesehatan, perumahan dan pendidikan yang diperlukan untuk bisa hidup
dan bekerja. Kemiskinan relative adalah terkait dengan kesenjangan distribusi
pendapatan dengan rata – rata distribusi, dimana pendapatannya berada pada
posisi diatas garis kemiskinan, namun relatif lebih rendah dibanding pendapatan
masyarakat sekitarnya.
Kemiskinan
struktural adalah kondisi miskin yang disebabkan kebijakan pemerintah dalam
pembangunan yang belum menjangkau seluruh masyarakat sehingga menyebabkan
kesenjangan pendapatan. Kemiskinan kultural terkait dengan faktor sikap
individu atau masyarakat yang disebabkan oleh faktor budaya, seperti malas boros,
tidak kreatif sehingga menyebabkan miskin.
Menurut
I.L Pasaribu dan B.Simandjuntak (dalam Iril Fahmi, 2013:17) kemiskinan lazimnya
dilukiskan sebagai kurangnya pendapatan untuk memenuhi kebutuhan hidup yang
pokok. Mereka dikatakan berada dibawah garis kemiskinan apabila pendapatan
tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup yang paling pokok.
Kebutuhan
pokok dapat diterjemahkan dalam suatu paket barang dan jasa yang diperlukan
setiap orang untuk bisa hidup secara manusiawi terdiri dari komposisi pangan
bernilai gizi cukup, keperluan air bersih, tingkat pendidikan, tingkat
kesehatan dan yang terutama tempat tinggal. Garis kemiskinan yang ditentukan
oleh batas – batas minimum pendapatan untuk memenuhi kebutuhan pokok biasanya
dipengaruhi oleh:
a.
Persepsi manusia terhadap kebutuhan pokok yang diperlukan
b.
Posisi manusia dalam lingkungan sekitarnya
c.
Kebutuhan obyektif manusia biasa hidup secara manusiawi
Secara
garis besar kemiskinan dapat dibedakan menjadi 3 dimensi yaitu
kemiskinan
ekonomi, kemiskinan social dan kemiskinan politik. Ketiga dimensi kemiskinan
ini walaupun secara teoritis dapat dibedakan namun dalam kenyataannya satu sama
lain sangat mempengaruhi.
Kemiskinan
sosial adalah suatu kondisi masyarakat yang masih kekurangan jaringan sosial
yang dapat mendukung gerak langkah atau mobilitas untuk mendapat kesempatan
bagi pengembangan diri sehingga dapat meningkatkan produktifitasnya.
Sedangkan
kemiskinan politik adalah menuju pada derajat akses terhadap kekuatan yang
dapat menentukan alokasi sumber daya secara baik dan dibina misalnya dibandingkan
dengan standar kehidupan umum yang berlaku dalam masyarakat.
1.4
Pembangunan
Di
Indonesia, kata pembangunan sudah menjadi kata kunci bagi segala hal. Pembangunan
dapat diartikan sebagai usaha untuk memajukan kehidupan masyarakat dan
warganya. Seringkali kemajuan yang dimaksud terutama adalah kemajuan materil.
Pembangunan diartikan sebagai kemajuan yang dicapai oleh sebuah masyarakat di
bidang ekonomi. Pembangunan sering dipakai dalam arti pertumbuhan ekonomi.
Sebuah masyarakat dinilai berhasil melaksanakan pembangunan jika pertumbuhan
ekonomi masyarakat tersebut cukup tinggi.
Menurut
Totok Mardikanto (2013:4) pembangunan adalah suatu proses atau rangkaian
kegiatan yang tidak pernah kenal berhenti, untuk terus menerus mewujudkan
perubahan – perubahan dalam kehidupan masyarakat dalam rangka mencapai
perbaikan mutu hidup, dalam situasi lingkungan kehidupan yang juga terus menerus
mengalami perubahan – perubahan.
Menurut
Arif Budiman (2000: 1) pembangunan diartikan sebagai usaha untuk memajukan
kehidupan masyarakat dan warga.
Menurut
Sondan P.Siagian (2001: 4) Pembangunan didefinisikan sebagai “rangkaian usaha
mewujudkan pertumbuhan dan perubahan secara terencana dan sadar yang ditempuh
oleh suatu negara bangsa menuju modernitas dalam rangka pembinaan bangsa
(nation-building). Maka tidak ada satu negara yang akan mencapai tujuan
nasionalnya tanpa melakukan berbagai jenis pembanguan. Pembangunan berorientasi
pada masyarakat berarti hasil pembangunan yang akan dicapai akan bermanfaat dan
berguna bagi masyarakat setempat, selain itu juga risiko yang akan ditimbulkan
oleh upaya pembangunan ini akan ditanggung juga oleh masyarakat setempat.
Berbagai bentuk partisipasi masyarakat yang merupakan bagian dalam perencanaan
program pembangunan dapat di bentuk atau di ciptakan. Hal ini sangat tergantung
pada kondisi masyarakat setempat, baik kondisi sosial, budaya, ekonomi, maupun
tingkat pendidikannya.
Menurut
Riady (2003 : 322) langkah – langkah di dalam mengajak peran serta masyarakat
secara penuh didalam masyarakat pembangunan dapat dilakukan dengan jalan:
a.
Merumuskan dan menampung keinginan masyarakat yang akan di wujudkan melalui
upaya pembangunan.
b.
Dengan dibantu oleh pendamping atau narasumber atau lembaga advokasi masyarakat,
dibuatkan alternatif perumusan dari berbagai keinginan tersebut.
c.
Merancang pertemuan seluruh masyarakat yang berminat dan berkepentingan yang
membicarakan cost dan benefit dari pelaksanaan pembangunan dilangsungkan
beberapa kali dan melibatkan seluruh instansi maupun pameran pembangunan yang
terkait.
d.
Melaksanakan program pembangunan disertai dengan pemantauan dan pengawasan
pelaksanaan pembangunan.
Menurut
Riady (2003 : 336) perencanan pembangunan daerah dalam konteks manajemen
pembangunan merupakan fungsi pertama yang harus di lakukan. Perencanaan
pembangunan daerah yang dikembangkan harus memiliki prinsip –prinsip ke –
indonesian dengan tetap memperhatikan perkembangunan global. Prinsip – prinsip
tersebut adalah:
a.
Perencanaan pembangunan daerah harus memiliki landasan filosofis yang kuat dan
mengakar dalam kultur / budaya masyarakat yang ada di daerah.
b.
Perencanaan pembangunan harus bersifat komprehensif, holistik atau menyeluruh,
sehingga mampu membangun aspek – aspek yang menjadi satu kesatuan dalam
pembangunan.
c.
Perencanaan pembangunan daerah harus mengakomodasikan keadaan struktur ruang
dari wilayah perencanaannya, seperti pusat perkotaan, pedesaan dan lain
sebagainya.
d.
Perencanaan pembangunan daerah harus bersifat menyongkong/memperkuat perencanaan
pembangunan secara nasional. Perencanaan pembangunan daerah harus dilaksanakan
secara harmonis dan mendukung proses pembangunan secara nasional dengan tetap
berlandaskan pada kekuatan, potensi, dan kebutuhan daerah itu sendiri.
Keterlibatan
masyarakat dalam pembangunan akan sangat menentukan tercapainya hasil
perencanaan yang baik. Karena masyarakat sebagai unsur dalam pembangunan,
tentunya dapat mengetahui sekaligus memahami apa yang dibutuhkannnya. Disamping
masyarakat seharusnya diberi kepercayaan oleh pemerintah dalam pembangunan,
sehingga mereka merasa bertanggung jawab dan merasa memiliki program
pembangunan tersebut.