PENDAHULUAN
Salah
satu permasalahan yang dihadapi oleh pendidik adalah adanya jurang yang cukup
dalam antara yang diajarkan dengan apa yang sebenarnya terjadi (realita).
Materi yang diberikan oleh para pengajar umumnya adalah hanya mendasarkan
kepada body of knowledge bukan pada frontier areas .Kendati sudah ada upaya
untuk menerapkan link and match yang orientasinya kearah praktis atau aplikatis
keilmuan tetapi kerangka dasar konsep keilmuan tidak dijadikan landasan
methodologi pengembangan, tentulah kreativitas keilmuan tidak dapat
dikembangkan secara maksimal. Menyadari kelemahan yang ada maka sangat urgen
kiranya bagi pendidikan untuk mendalami filsafat, terutama filsafat ilmu,
sebagai landasan yang pakem meletakkan landasan yang benar bagi pengembangan
keilmuan itu sendiri.
Diakui
atau tidak umat Islam era sekarang ini sering terjebak dengan patron Islamisasi
ilmu, yang menurut Kuntowijoyo; menyatakan agar umat Islam berusaha untuk tidak
begitu saja meniru methode-methode dari luar dengan mengembalikan pengetahuan pada
pusatnya yaitu tauhid. Dari tauhid, akan ada tiga macam kesatuan,yaitu kesatuan
pengetahuan, kesatuan kehidupan dan kesatuan sejarah. Selama umat Islam tidak
mempunyai methodology sendiri maka umat Islam akan selalu dalam bahaya. Dalam
kontek sejarah perlu kiranya seorang pendidik mengetahui sejarah perkembangan
ilmu dan falsafahnya. Sinergi dengan pernyataan tentang kesatuan sejarah, yang
artinya bahwa pengetahuan harus mengabdi pada umat dan manusia. Disinilah
perlunya kita tinjau filsafat ilmu dan sejarah perkembangannya secara integral.
Dalam mempelajari sejarah perkembangan ilmu tentu saja kita tidak bisa
berpaling dari asal filsafat itu sendiri yaitu Yunani, dengan pembagian
klasifikasi secara periodik.
Karena
setiap periode mempunyai ciri khas tertentu dalam perkembangan ilmu
pengetahuan. Penemuan-penemuan demi penemuan yang diakukan oleh manusia hingga
zaman sekarang ini tidaklah terpusat di satu tempat atau wilayah tertentu.
Penemuan-penemuan itu menyebar dari babylonia, Mesir, China, India, Irak,
Yunani, hingga ke daratan Eropha.
PEMBAHASAN
A. Filsafat Ilmu
a. Pengertian Filsafat Ilmu
Istilah
filsafat dalam bahasa Indonesia memiliki padanan kata falsafah (Arab),
philosophy (Inggris), philosophia (Latin), philosophie (Jerman, Belanda, Perancis)
Semua istilah itu bersumber dari pada istilah Yunani philosophia. Istilah
Yunani philien berarti mencintai sedangkan philos berarti teman. Selanjutnya
istilah sophos berarti bijaksana, sedangkan Sophia berarti kebijaksanaan.
Sedangkan
kata ilmu merupakan terjemahan dari kata dalam bahasa Inggris; science. Kata
science berasal dari kata latin scienntia yang berarti pengetahuan. Kata
scientia ini berasal dari kata kerja scire yang artinya mempelajari,
mengetahui.
Namun
Jujun Suryasumantri mengemukakan bahwa ilmu adalah merupakan suatu
pengetatahuan yang mencoba menjelaskan rahasia alam agar gejala alamiah
tersebut tidak lagi merupakan misteri. Penjelasan ini memungkinkan kita untuk
meramalkan apa yang akan terjadi. Dengan demikian, penjelasan ini memungkinkan
kita untuk mengontrol gejala tersebut. Untuk itu ilmu membatasi ruang jelajah
kegiatan pada daerah pengalaman manusia. Artinya, obyek penjelajahan keilmuan
meliputi segenap gejala yang dapat ditangkap dengan oleh pengalaman manusia
lewat pancaindera.
Filsafat
ilmu adalah cabang dari ilmu filsafat. Kalau didefinisikan filsafat ilmu adalah
refleksi kegiatan secara mendasar dan integral, maka filsafat ilmu adalah
refleksi mendasar dan integral mengenai hakekat ilmu pengetahuan itu sendiri.
Filsafat ilmu (Philosophy of Sciensi, Wisssenchaftlehre, Wetenschapsleer)
merupakan penerusan dalam pengembangan filsafat pengetahuan, sebab pengetahuan
ilmiah tidak lain adalah a’higher level dalam perangkat pengetahuan manusia
dalam arti umum sebagaimana diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Oleh
karenanya obyek pengetahuan disana-sini sering berhimpitan, namun berbeda dalam
aspek dan motif pembahasannya.
b. Sejarah Perkembangan Filsafat Ilmu
Dalam sejarah perkembangannya
sebagaimana yang terjadi di dunia Islam dengan kelahiran mu’tazilah yang
mengedepankan akal (rasio) sekitar (abad 2 H/8M), di dunia Eropha juga lahir
gerakan Aufklarung (abad 11 H/17 M). kedua sisi ini hendak merasionalkan agama.
Mu’tazilah menolak adanya sifat-sifat Tuhan dan Aufklarung menolak trinitas
sebagai sifat Tuan. Alam Aufklarung inilah dalam perkembangannya telah membuat
peradaban Eropa menjurus pada pemujaan akal. Mereka berpendapat bahwa antara
ilmu dan agama terjadi pertentangan yang keras, ilmu pengetahuan berkembang
pada dunianya dan agama pada dunia yang lain. Dalam persoalan ini lahirlah
sikap sekuleristik dalam ilmu pengetahuan.
Liberalisasi, emensipasi, otonomi
pribadi, dan otoritas rasio yang begitu diagungkan merupakan nilai-nilai
kejiwaan yang selalu mewarnai sikap mental manusia Barat semenjak zaman
renaissance (abad 15) dan Aufklaerung (abad ke 18) yang memungkinkan mereka
melakukan tinggal landas mengarungi dirgantara ilmu pengetahuan yang tiada
bertepi dengan hasil-hasil sebagaimana mereka miliki hingga sekarang ini.
Tokoh-tokoh renaissance dan
Aufklaerung seperti Copernicus (1473- 1543), Kepler (1571-16300, Galilie
(1564-1642), Descrates (1596-1650), Newton (1643-1727), Immanuel
Kant(1724-1804), adalah sebagaian dari deretan panjang nama-nama yang dalam
sejarah kehidupan umat manusia meupakan pelopor dan peletak dasar ilmu
pengetahuan modern. Ilmu pengetahun sebagai pengejawantahan peradaban manusia
telah dan akan terus berkembang menurut proses dialektis, eksternalisasi,
tempat manusia membangun dunianya, menciptakan alam lingkungannya,
objektiivitas, tempat terciptanya hasil-hail karya manusia secara objektif
kemudian terlepas dan akan berkembang menurut hukum-hukumnya sendiri,
internalisasi , struktural dunia objektif ke dalam kesadaran subjektifnya.
Namun perkembangan fisafat ilmu
itu sendiri berbanding lurus dengan perkembangan ilmu pengetahuan. Tentang ilmu
terutama amat penting karangan-karangan dan buah pikiran Ibnu Rusyd (Averroism)
sangat berpengaruh atas perkembangan ilmu pada universitas-universitas yang
terkenal di Eropa, seperti Bologna, Napoli, Paris dan lain-lain sehingga
menjadi faktor yang penting dalam bangkitnya sikap pikiran ilmu manusia baru
dizaman renaissance.
Zaman perkembangan ilmu yang
palnig menentukan dasar kemajuan ilmu sekarang ini ialah sejak zaman sekarang
ini ialah sejak abad ke 17 dengan dorongan beberapa hal : pertama : untuk
mengembalikan keputusan dan pernyataan-pernyataan ilmiah lalu menonjolkan
peranan matematik sebagai sarana penunjang pemikiran ilmiah. Dalam angka inilah
mulainya menonjol peranan penggunaan angka Arab di Eropa (angka yang kita kenal
di dunia sekarang) karena dinilai lebih sederhana dan praktis dari pada angka
–angka Romawi. Adapun angka Arab itu sendiri dikembangkan dan berasal dari
kebudayaan India. Faktor yang kedua dalam revolusi ilmu di abad ke 17, ialah
makin gigihnya para ilmuwan menggunakan pengamatan dan eksperimen, dalam
membuktikan kebenaran-kebenaran preposisi ilmu.
Namun J.B.Bury menyangkal bahwa
kemajuan ilmu tidak terdapat pada abad pertengahan bahkan tidak terdapat pada
awal Renaissance ,tetapi baru abad ke -17, sebagai hasil dari rumusan Cartesius
tentang dua aksioma yaitu :
1) berkuasanya akal
manusia dan
2) tak
berubah-ubahnya hukum alam.
Perkembangan
pemikiran secara teoritis senantiasa mengacu kepada peradaban Yunani .Oleh
karena itu periodesasi perkembangan ilmu disusun mulai dari peradaban Yunani
kemudian diakhiri pada penemuan-penemuan pada zaman kontemporer. Secara singkat
periodesasi perkembangan ilmu dapat digambarkan sebagai berikut :
1. Pra Yunani Kuno (abad 15-7 SM)
Dalam
sejarah perkembangan peradaban manusia. Yakni ketika belum mengenal peralatan
seperti yang dipakai sekarang ini. Pada masa itu manusia masih menggunakan batu
sebagai peralatan. Masa zaman batu berkisar antara 4 juta tahun sampai 20.000
tahun sebelum masehi. Sisa peradaban manusia yang ditemukan pada masa ini
antara lain: alat-alat dari batu, tulang belulang dari hewan, sisa beberapa
tanaman, gambar-gambar digua-gua, tempat-tempat penguburan, tulang belulang
manusia purba. Evolusi ilmu pengetahuan dapat diruntut melalui sejarah
perkembangan pemikiran yang terjadi di Yunani, Babilonia, Mesir, China, Timur
Tengah dan Eropa.
2. Zaman Yunani kuno (abad-7-2 SM)
Zaman
Yunani kuno dipandang sebagai zaman keemasan filsafat, karena pada masa ini
orang memiliki kebebasan untuk mengeluarkan ide-ide atau pendapatnya, Yunani
pada masa itu dianggap sebagai gudangnya ilmu dan filsafat, karena Yunani pada
masa itu tidak mempercayai mitologi-mitologi. Bangsa Yunani juga tidak dapat
menerima pengalaman-pengalaman yang didasarkan pada sikap menerima saja
(receptive attitude) tetapi menumbuhkan anquiring attitude (senang menyelidiki
secara kritis).
Sikap
inilah yang menjadikan bangsa Yunani tampil sebagai ahli-ahli pikir yang
terkenal sepanjang masa. Beberapa tokoh yang terkenal pada masa ini antara lain
: Thales, Demokrates dan Aristoteles.
3. Zaman Pertengahan (Abad 2- 14 SM)
Zaman
pertengahan (middle age) ditandai dengan para tampilnya theolog di lapangan
ilmu pengetahuan. Ilmuwan pada masa ini adalah hampir semuanya para theolog,
sehingga aktivitas ilmiah terkait dengan aktivitas keagamaan. Atau dengan kata
lain kegiatan ilmiah diarahkan untuk mendukung kebenaran agama. Semboyan pada
masa ini adalah Anchila Theologia (abdi agama). Peradaban dunia Islam terutama
abad 7 yaitu Zaman bani Umayah telah menemukan suatu cara pengamatan stronomi,
8 abad sebelum Galileo Galilie dan Copernicus. Sedangkan peradaban Islam yang
menaklukan Persia pada abad 8 Masehi, telah mendirikan Sekolah kedokteran dan
Astronomi di Jundishapur. Pada masa keemasan kebudayaan Islam, dilakukan
penerjemahan berbagai karya Yunani. Dan bahkan khalifah Al_Makmun telah
mendirikan rumah Kebijaksanaan (House of Wisdom) / Baitul Hikmah pada abad 9.
Pada abad ini Eropa mengalami zaman kegelapan (dark age).
4. Masa Renaissance (14-17 M)
Zaman
Renaissance ditandai sebagai era kebangkitan kembali pemikiran yang bebas dari
dogma-dogma agama, Renaissanse adalah zaman peralihan ketika kebudayaan abad
pertengahan mulai berubah menjadi suatu kebudayaan modern. Tokoh-tokohnya
adalah : Roger Bacon, Copernicus, Tycho Brahe, yohanes Keppler, Galilio
Galilei. Yang menarik disini adalah pendapat Roger Bacon, ia berpendapat bahwa
pengalaman empirik menjadi landasan utama bagi awal dan ujian akhir bagi semua
ilmu pengetahuan. Matematik merupakan syarat mutlak untuk mengolah semua
pengetahuan. Menurut Bacon, filsafat harus dipisahkan dari theologi. Agama yang
lama masih juga diterimanya. Ia berpendapat bahwa akal dapat membuktikan adanya
Allah. Akan tetapi mengenai hal-hal yang lain didalam theology hanya dikenal
melalui wahyu. Menurut dia kemenangan iman adalah besar, jika dogma-dogma
tampak sebagai hal-hal yang tidak masuk akal sama sekali.
Sedangkan Copernicus adalah tokoh gereja
ortodok, yang menerangkan bahwa matahari berada di pusat jagat raya, dan bumi
memiliki dua macam gerak, yaitu perputaran sehari-hari pada porosnya dan
gerakan tahunan mengelilingi matahari. Teori ini disebut Heliosentrisme. Namun
teorinya ditentang kalangan gereja yang mempertahankan prinsip Geosentrisme
yang dianggap lebih benar dari pada prinsip Heliosentrisme. Setiap siang kita
melihat semua mengelilingi bumi. Hal ini ditetapkan Tuhan, oleh agama, karena
manusia menjadi pusat perhatian Tuhan, untuk manusialah semuanya, paham
demikian disebut Homosentrisme. dengan kata lain prinsip Geosentrisme tidak
dapat dipisahkan dari prinsip Homosentrisme.
5. Perkembangan Filsafat Zaman Modern (17-19
M)
Zaman
ini ditandai dengan berbagai dalam bidang ilmiah, serta filsafat dari berbagai
aliran muncul. Pada dasarnya corak secara keseluruhan bercorak sufisme Yunani.
Paham–paham yang muncul dalam garis besarnya adalah Rasionalisme, Idialisme,
dengan Empirisme. Paham Rasionalisme mengajarkan bahwa akal itulah alat
terpenting dalam memperoleh dan menguji pengetahuan. Ada tiga tokoh penting
pendukung rasionalisme, yaitu Descartes, Spinoza, dan Leibniz.
Sedangkan
aliran Idialisme mengajarkan hakekat fisik adalah jiwa., spirit, Para pengikut
aliran/paham ini pada umumnya, sumber filsafatnya mengikuti filsafat
kritisisismenya Immanuel Kant. Fitche (1762-1814) yang dijuluki sebagai
penganut Idealisme subyektif merupakan murid Kant. Sedangkan Scelling,
filsafatnya dikenal dengan filsafat Idealisme Objektif .Kedua Idealisme ini
kemudian disintesakan dalam Filsafat Idealisme Mutlak Hegel.
Pada Paham Empirisme mengajarkan bahwa tidak
ada sesuatu dalam pikiran kita selain didahului oleh pengalaman. ini bertolak
belakang dengan paham rasionalisme. Mereka menentang para penganut rasionalisme
yang berdasarkan atas kepastian-kepastian yang bersifat apriori. Pelopor aliran
ini adalah Thomas Hobes Jonh locke,dan David Hume.
6. Zaman Kontemporer
Yang dimaksud dengan zaman
kontemporer adalah dalam kontek ini adalah era tahun-tahun terakhir yang kita
jalani hingga saat sekarang. Hal yang membedakan pengamatan tentang ilmu pada
zaman sekarang adalah bahwa zaman modern adalah era perkembangan ilmu yang
berawal sejak sekitar abad ke-15, sedangkan kontemporer memfokuskan sorotannya
pada berbagai perkembangan terakhir yang terjadi hingga saat sekarang. Beberapa
contoh perkembangan ilmu kontemporer adalah : Santri, Priyayi, dan Abangan,
dalam kajian ilmu social keagamaan, penelitiannya Clifford Geert yang dalam
versi aslinya berjudul The Religion of Java.Teknologi rekayasa genetika,
teknologi Informasi, adanya teori Partikel Elementer dan kemajuan sains dan
teknologi dibidang-bidang lain .
Lebih lanjut Semenjak tahun 1960 filsafat ilmu
mengalami perkembangan yang sangat pesat, terutama sejalan dengan pesatnya
perkembangan ilmu dan teknologi yang ditopang penuh oleh positivisme-empirik,
melalui penelaahan dan pengukuran kuantitatif sebagai andalan utamanya.
Berbagai penemuan teori dan penggalian ilmu berlangsung secara mengesankan.
Pada periode ini berbagai
kejadian dan peristiwa yang sebelumnya mungkin dianggap sesuatu yang mustahil,
namun berkat kemajuan ilmu dan teknologi dapat berubah menjadi suatu kenyataan.
Bagaimana pada waktu itu orang dibuat tercengang dan terkagum-kagum, ketika
Neil Amstrong benar-benar menjadi manusia pertama yang berhasil menginjakkan
kaki di Bulan. Begitu juga ketika manusia berhasil mengembangkan teori rekayasa
genetika dengan melakukan percobaan cloning pada kambing, atau mengembangkan
cyber technology, yang memungkinkan manusia untuk menjelajah dunia melalui
internet. Belum lagi keberhasilan manusia dalam mencetak berbagai produk nano
technology, dalam bentuk mesin-mesin micro-chip yang serba mini namun memiliki
daya guna sangat luar biasa.
Semua keberhasilan ini kiranya semakin
memperkokoh keyakinan manusia terhadap kebesaran ilmu dan teknologi. Memang,
tidak dipungkiri lagi bahwa positivisme-empirik yang serba matematik, fisikal,
reduktif dan free of value telah membuktikan kehebatan dan memperoleh
kejayaannya, serta memberikan kontribusi yang besar dalam membangun peradaban
manusia seperti sekarang ini.
Namun, dibalik keberhasilan itu,
ternyata telah memunculkan persoalan-persoalan baru yang tidak sederhana, dalam
bentuk kekacauan, krisis dan chaos yang hampir terjadi di setiap belahan dunia
ini. Alam menjadi marah dan tidak ramah lagi terhadap manusia, karena manusia
telah memperlakukan dan mengexploitasinya tanpa memperhatikan keseimbangan dan
kelestariannya. Berbagai gejolak sosial hampir terjadi di mana-mana sebagai
akibat dari benturan budaya yang tak terkendali.
Kesuksesan manusia dalam
menciptakan teknologi-teknologi raksasa ternyata telah menjadi bumerang bagi
kehidupan manusia itu sendiri. Raksasa-raksasa teknologi yang diciptakan
manusia itu seakan-akan berbalik untuk menghantam dan menerkam si penciptanya
sendiri, yaitu manusia.
Berbagai persoalan baru sebagai
dampak dari kemajuan ilmu dan teknologi yang dikembangkan oleh kaum positivisme-empirik,
telah memunculkan berbagai kritik di kalangan ilmuwan tertentu. Kritik yang
sangat tajam muncul dari kalangan penganut “Teori Kritik Masyarakat”,
sebagaimana diungkap oleh Ridwan Al Makasary (2000:3). Kritik terhadap
positivisme, kurang lebih bertali temali dengan kritik terhadap determinisme
ekonomi, karena sebagian atau keseluruhan bangunan determinisme ekonomi
dipancangkan dari teori pengetahuan positivistik. Positivisme juga diserang
oleh aliran kritik dari berbagai latar belakang dan didakwa berkecenderungan
meretifikasi dunia sosial. Selain itu Positivisme dipandang menghilangkan
pandangan aktor, yang direduksi sebatas entitas pasif yang sudah ditentukan
oleh “kekuatan-kekuatan natural”. Pandangan teoritikus kritik dengan kekhususan
aktor, di mana mereka menolak ide bahwa aturan aturan umum ilmu dapat
diterapkan tanpa mempertanyakan tindakan manusia. Akhirnya “ Teori Kritik
Masyarakat” menganggap bahwa positivisme dengan sendirinya konservatif, yang
tidak kuasa menantang sistem yang eksis.
Senada dengan pemikiran di atas,
Nasution (1996:4) mengemukan pula tentang kritik post-positivime terhadap
pandangan positivisme yang bercirikan free of value, fisikal, reduktif dan
matematika.
Aliran
post-positivime tidak menerima adanya hanya satu kebenaran,. Rich (1979)
mengemukakan “There is no the truth nor a truth – truth is not one thing, - or
even a system. It is an increasing completely” Pengalaman manusia begitu
kompleks sehingga tidak mungkin untuk diikat oleh sebuah teori. Freire (1973) mengemukakan
bahwa tidak ada pendidikan netral, maka tidak ada pula penelitian yang netral.
Usaha untuk menghasilkan ilmu
sosial yang bebas nilai makin ditinggalkan karena tak mungkin tercapai dan
karena itu bersifat “self deceptive” atau penipuan diri dan digantikan oleh
ilmu sosial yang berdasarkan ideologi tertentu. Hesse (1980) mengemukakan bahwa
kenetralan dalam penelitian sosial selalu merupakan problema dan hanya
merupakan suatu ilusi. Dalam penelitian sosial tidak ada apa yang disebut
“obyektivitas”. “ Knowledge is a’socially contitued’, historically embeded, and
valuationally.
Namun ini tidak berarti bahwa hasil penelitian
bersifat subyektif semata-mata, oleh sebab penelitian harus selalu dapat
dipertanggungjawabkan secara empirik, sehingga dapat dipercaya dan diandalkan.
Macam-macam cara yang dapat dilakukan untuk mencapai tingkat kepercayaan hasil
penelitian. Jelasnya, apabila kita mengacu kepada pemikiran Thomas Kuhn dalam
bukunya The Structure of Scientific Revolutions (1962) bahwa perkembangan filsafat
ilmu, terutama sejak tahun 1960 hingga sekarang ini sedang dan telah mengalami
pergeseran dari paradigma positivisme-empirik, yang dianggap telah mengalami
titik jenuh dan banyak mengandung kelemahan, menuju paradigma baru ke arah
post-positivisme yang lebih etik.
Terjadinya perubahan paradigma ini dijelaskan
oleh John M.W. Venhaar (1999:) bahwa perubahan kultural yang sedang terwujud
akhir-akhir ini, perubahan yang sering disebut purna-modern, meliputi
persoalan-persoalan : (1) antihumanisme, (2) dekonstruksi dan (3) fragmentasi
identitas. Ketiga unsur ini memuat tentang berbagai problem yang berhubungan
dengan fungsi sosial cendekiawan dan pentingnya paradigma kultural, terutama
dalam karya intelektual untuk memahami identitas manusia.
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dari
pembahasan yang penulis paparkan maka dapatlah ditarik beberapa kesimpulan :
1. Bahwa filsafat ilmu mengalami sejarah yang
panjang sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan itu sendiri.
2. Bahwa perkembangan ilmu pengetahuan tidak
bisa lepas dari perkembangan pemikiran secara teoritis yaitu senantiasa mengacu
kepada peradaban Yunani .Oleh karena itu periodesasi perkembangan ilmu disusun
mulai dari peradaban Yunani kemudian diakhiri pada penemuan-penemuan pada zaman
kontemporer.
3. Penemuan-penemuan yang spektakuler terjadi
sepanjang zaman dari masa Pra Yunani kuno sampai pada masa kontemporer tentu
saja sangat dipengaruhi oleh tokoh pemikir (filosuf) yang hidup pada zaman
masing- masing dan menambah kekayaan khasanah ilmu pengetahuan khususnya cabang
filsafat yaitu filsafat ilmu.
B. SARAN
Dalam
hal ini penulis menyarankan bahwa :
1. Hendaknya kita mempelajari filsafat ilmu
sebagai landasan untuk menentukan kebenaran sebuah ilmu yang kita pelajari agar
ilmu yang kita pelajari dapat menjadi kontribusi yang ilmiah untuk pengembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi di masa kini dan masa yang akan datang .
2. Hendaknya kita kita selalu berusaha sekuat
tenaga untuk tetap belajar dan belajar sejauh masih diberi kesempatan, sebagai
mana telah dicontohkan oleh para ilmuwan yang telah lalu.
C. PENUTUP
Alahmdulillah
penulis telah dapat menyelesaikan makalah yang sangat sederhana
Ini,
Oleh karena itu kritik, saran dan masukan sangat penulis nantikan .
penulissangat menyadari keterbasan penulis. Akhirnya tiada gading yang tak
retak. Semoga bermanfaat bagi kita semua. Wallahu “alamu bishawab.