BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar
Belakang MSDM
Manajemen sumber daya
manusia, disingkat MSDM, adalah suatu ilmu atau cara bagaimana mengatur
hubungan dan peranan sumber daya (tenaga kerja) yang dimiliki oleh individu
secara efisien dan efektif serta dapat digunakan secara maksimal sehingga
tercapai tujuan (goal) bersama perusahaan, karyawan dan masyarakat menjadi
maksimal. MSDM didasari pada suatu konsep bahwa setiap karyawan adalah manusia
- bukan mesin - dan bukan semata menjadi sumber daya bisnis. Kajian MSDM
menggabungkan beberapa bidang ilmu seperti psikologi, sosiologi, dll.
Manajemen sumber daya
manusia juga menyangkut desain dan implementasi sistem perencanaan, penyusunan
karyawan, pengembangan karyawan, pengelolaan karier, evaluasi kinerja, kompensasi
karyawan dan hubungan ketenagakerjaan yang baik. Manajemen sumber daya manusia melibatkan
semua keputusan dan praktik manajemen yang memengaruhi secara langsung sumber
daya manusianya.
Merekrut tenaga tingkat
manajerial merupakan aktivitas yang tidak murah. Tak jarang perusahaan harus
menggunakan konsultan tenaga kerja dari luar untuk melaksanakan rekrutmen dan
seleksi calon pegawai yang cocok. Cara yang lebih jitu lagi meojaring calon
yang tepat adalah secara aktif mencari di dalam kalangan industri dan bila
perlu membajaknya dari perusahaan lain (”headhunting” dan “hijacking”). Semua,
tentu, dengan biaya yang tidak sedikit bagi perusahaan yang membutuhkan tenaga
manajer tersebut.
Usaha yang kompleks dan
tidak murah ini belum juga menjamin kesesuaian antara calon pegawai dengan
jabatan yang bakal diisinya. Ketidak cocokan bisa karena ternyata si calon itu
tidak memenuhi sejumlah syarat kerja, atau malah si calon itu sendiri yang —
setelah ia tahu lebih banyak mengenai pekerjaannya — merasa kurang pas dengan
kedudukan barunya.
Bila ini keadaannya,
maka dapat diperkirakan bahwa cepat atau lambat si pegawai itu akan “mental”
atau hengkang dari tempat kerja. Hal yang amat merugikan perusahaan sekiranya
pegawai tersebut sebenarnya termasuk pekerja yang baik dan penuh potensi.
Membuat Betah Gaji
tinggi, fasilitas lengkap, sertajabatan/ke-dudukan yang jelas tak selalu
menjamin betahnya seorang pegawai, apalagi untuk tingkat manajerial ke atas.
Sebagai orang baru, hal-hal itu tentu menjadi pertimbangan, namun, selang
beberapa waktu, tentu ada hal-hal lain yang bakal dicarinya.
Upaya untuk membuat
pegawai baru betah, apalagi bila diketahui ia tipe yang penuh inisiatif,
eneriik, dan ogah rutinitas, harusnya dimulai sejak awal, kala ia baru masuk.
Pada bulan pertama diperkenalkan kepada lingkungan kerjanya serta
tugas-tugasnya secara spesifik. Bersamaan dengan itu pula sang pegawai baru
di-expose pada budaya perusahaan, yakni pola perilaku segenap warga perusahaan
yang mencerminkan sistem nilai yang dianut perusahaan.
Untuk para manajer baru
yang tugasnya ber-hubungan dengan banyak unit lain dalam perusahaan, maka ada
baiknya ia pun mengenali fungsi dan tugas unit-unit itu. Beberapa perusahaan
besar bahkan mengharuskan para manajer tersebut untuk mengikuti hands-on training
di beberapa unit yang relevan. Ini pengalaman yang penting mengingat bahwa
dalam tugasnya kelak sang manajer bakal berhubungan banyak dengan unit-unit
tersebut sehingga perlu memahami pola kerjanya sedetail mungkin.
Dalam proses ini, yang
bisa saja berlangsung sampai setahun, trainee yang bakal menduduki jabatan
eselon manajemen ini berinteraksi dengan banyak pihak ; dengan kalangan
pelaksana, penyelia, manajer, dan tak jarang pula dengan pimpinan perusahaan.
Kerapkali momen sosialisasi seperti ini menjadi faktoryang turut mendu-kung
kemajuan karir trainee tersebut.
Selain itu, pelatihan
dalam bidang organisasi, komunikasi, maupun bidang-bidang lain yang menunjang
ketrampilan manajemen, merupakan masukan berharga bagi calon manajer. Apa¬lagi
bila materi pelatihan disajikan oleh praktisi-praktisi yang mengenai betul
kondisi dan iklim kerja di perusahaan. Memang, sekali lagi, ini bentuk
perhatian pada calon-calon manajer yang harganya tentu mahal.
Tetapi ini harus
dipandang sebagai investasi perusahaan untuk memiliki jajaran manajer yang
trampil, mampu, dan punya wawasan yang sejalan dengan cita-cita dan falsafah
perusahaan. Dari sudut si calon manajer sendiri, ini merupakan perlakuan yang
tentunya memperkaya pengetahuan dan kemampuan individualnya, yang pada
gilirannya bisa berperan besar dalam menumbuhkan loyalitasnya pada perusahaan.
Ibarat bayi yang baru
lahir dan memasuki dunia baru, maka enam bulan pertama seorang pegawai baru
adalah masa-masa kritis yang menentukan sikap dan pandangannya terhadap perusahaan
maupun pekerjaannya.
Betah dan Berprestasi
Bagi pegawai baru yang dipersiapkan untuk menduduki jabatan manajerial,
tentunya ada harapan bahwa ia diberi kesempatan untuk menunjukkan kemampuannya.
Percuma mereka sekolah tinggi-tinggi (seringkali sampai tingkat MBA) bila
kesempatan itu tak kunjung tiba. Oleh karena itu, suatu kesalahan besar bila
pada saat ia masuk ia langsung diantar ke meja atau ruangannya, lantas
didiamkan. Perusahaan mungkin menganggap bahwa pasti pegawai baru itu akan
segera bersibuk diri dalam pekerjaan. Dugaan yang cenderung meleset karena
siapa pun juga dan sehebat apa pun orangnya butuh tuntunan dalam orientasi
pekerjaan. Lantas ia butuh kesempatan untuk mempraktekkan sega-la pengetahuan
sekolahnya secara konkrit di tempat kerja.
Hal lain yang dapat
membuat “orang baru” dalam perusahaan semakin betah adalah apabila dalam
bulan-bulan pertama ia sudah dilibatkan dalam beberapa persoalan perusahaan
yang cukup penting. Ini kesempatan pula baginya untuk menyumbangkan pikirannya
dalam rangka pemecahan masalah. Syukur-syukur bila sumbang sarannya benar-benar
diperhatikan dan — kalau memang itu usul yang pantas — diterapkan. Secara
psikologis hal ini dapat diterangkan sebagai proses daur pengalaman yang
menguatkan perilaku tertentu yang dikehendaki. Dalam proses seperti ini,
urutan-urutan kejadian adalah sebagai berikut:
Ø ada
pegawai baru dalam perusahaan,
Ø sebagai
orang baru ia akan mengacu pada atasannya dalam perusahaan,
Ø bila
atasan atau pimpinan perusahaan itu memberi kesempatan padanya untuk berpe-ran
aktif dalam suatu pemecahan persoalan, maka,
Ø pegawai
baru tersebut akan memperoleh rasa puas yang sifatnya menguatkan keputusan-nya
semula untuk masuk dalam perusahaan.
Untuk menciptakan
kondisi kerja seperti itu, maka perusahaan sebenarnya dapat merancangnya sejak
awal. Selain tugas-tugas yang relatif rutin yang dibebankan pada manajer baru
tersebut, maka dapat pula disisipkan beberapa tugas lain yang sifatnya khusus.
Misalnya, ia si manajer baru dapat dimasukkan ke dalam sua¬tu tim yang menangani
proyek tertentu. Tentunya tugas-tugas khusus yang diberikan itu harus sesuai
dengan bidang keahliannya. Selain itu, tingkat kesulitan yang dihadapi dalam
tugasnya hendaknya proporsional dengan statusnya seba¬gai orang baru. Jangan
sampai orang baru ini mendapat “daging yang terlalu besar dan alot baginya
untuk dikunyah”.
Banyak pula perusahaan
yang menggunakan sistem mentor dalam program orientasi tenaga manajerial baru.
Yang biasa dikaryakan untuk tugas mentor ini adalah para eksekutif senior.
Cara ini memungkinkan
manajer baru untuk lebih cepat mengenal medan. la pun akan menyerap
informasi-informasi (dan “trick-trick”) dalam tugasnya yang mungkin tak bisa
diperoleh melalui pola orientasi lain. Mentor akan memberi tahu titik-titik
bahaya yang perlu dihindari, kesempatan-kesempatan mana yang bakal muncul dan
dimanfaatkan, serta 100 hal-hal lain (kecil maupun besar) yang bisa membuat
manajer baru lebih efektif lebih cepat.
Yang penting, si mentor
memberi informasi tidak berdasarkan kerangka teoritis belaka tetapi sudah
dicampurnya dengan unsur pengalaman dan kebijaksanaan yang diperoleh melalui
proses kerja bertahun-tahun.
Tentunya perusahaan
harus selektif dalam memilih mentor. Gunakan eksekutif-eksekutif atau tenaga
senior lainnya yang benar-benar kompeten dan punya keinginan untuk membimbing
tunas baru. Ini penting karena yang ditangani adalah kader-kader calon penerus
perusahaan. Sikap dan cara kerja yang akan tumbuh pada mereka bisa banyak
ditentukan oleh pengalaman dini yang dilewati semasa di bawah pengawasan dan
bimbingan mentor.
Penting pula bagi
manajer baru yang sedang dalam masa orientasi seperti di atas untuk memperoleh
umpan balik yang cukup. Performance appraisal (penilaian karya) terhadap
aktivitas kerjanya tiap 3 bulan selama satu atau dua tahun dinilai banyak ahli
perusahaan sebagai tidak berlebihan. Tak perlu terlalu repot melaksanakan ini,
cukup satu session tatap muka untuk mengutarakan apa yang telah dilakukan
selama ini, mana yang dianggap benar atau efektif, mana yang kurang tepat, dan
kira-kira apa yang bakal dihadapinya dalam waktu yang akan datang.
Memang, tampaknya cukup
rumit untuk mengurusi orang yang baru memasuki sebuah perusahaan. Tetapi bila
ini menyangkut tenaga yang dipandang penting oleh perusahaan (”bintang”
begitu), maka mau tak mau upaya ini harus ditelusuri. Betapa tidak. Dalam
suasana kompetitif seperti sekarang, Tenaga kerja yang baik pada dasarnya tak
bisa dibeli; paling-paling hanya bisa “disewa” beberapa tahun saja. Oleh karena
itu penting menumbuhkan rasa betah dan loyal pada dirinya, agar penyewaan
terha-dapnya berlangsung terus.
1.2.
Latar
Belakang Masalah
Masalah sumber daya
manusia masih menjadi sorotan dan tumpuhan bagi perusahaan untuk tetap dapat
bertahan di era globalisasi. Sumber daya manusia merupakan faktor penentu
keberhasilan pelaksanaan organisasi yang efektif. Walaupun didukung dengan
sarana dan prasarana serta sumber daya yang berlebihan, tetapi tanpa dukungan
sumber daya manusia yang handal dan mempunyai kinerja yang optimum kegiatan
perusahaan tidak akan terselesaikan dengan baik.
Ricky W. Griffin (2003:414) semakin pentingnya
sumber daya manusia berakar dari meningkatnya kerumitan hukum, kesadaran bahwa
sumber daya manusia merupakan alat berharga bagi peningkatan produktivitas dan
kesadaran mengenai biaya yang berkaitan dengan manajemen sumber daya manusia
yang lemah. Hal ini menunjukkan bahwa sumber daya manusia merupakan kunci pokok
yang harus diperhatikan dengan segala kebutuhannya. Sebagai kunci pokok, sumber
daya manusia akan menentukan keberhasilan pelaksanaan kegiatan perusahaan.
Tuntutan perusahaan untuk memperoleh, mengembangkan dan mempertahankan sumber
daya manusia berkualitas semakin mendesak sesuai dengan dinamika lingkungan
yang selalu berubah.
Sumber daya manusia
merupakan penggerak utama dalam suatu organisasi. Kunci sukses sebuah perubahan
adalah pada sumber daya manusia yaitu sebagai inisiator, pemberi tenaga,
kreativitas dan usaha mereka kepada organisasi untuk meningkatkan kemampuan
perubahan organisasi secara terus-menerus (T. Hani Handoko, 2003:233). Selain
itu,manusia juga disebut dengan salah satu unsur pengendali yaitu faktor paling
penting dan utama didalam segala bentuk organisasi yang sifatnya sangat komplek
sehingga perlu mendapatkan perhatian, penanganan dan perlakuan khusus disamping
faktor manfaat yang lain.
Menurut H. Hadari
Nawawi (2003:40) sumber daya manusia tersebut diartikan sebagai karyawan
pengelola dan pelaksana suatu perusahaan yang dipercaya oleh perusahan dalam
melaksanakan tugas kegiatan. Perusahaan mempunyai kesempatan yang baik untuk
bertahan dan maju jika mempunyai karyawan yang tepat, sehingga membutuhkan
usaha yang terus-menerus untuk mencari, memilih, dan melatih calon atau
karyawan. Sebaliknya, karyawan membutuhkan perusahaan sebagai tempat untuk mencari
nafkah dan memenuhi kebutuhan hidupnya.
Partisipasi karyawan
sangat dibutuhkan oleh setiap perusahaan untuk menghadapi perubahan. Sumber
daya manusia dalam suatu perusahaan merupakan faktor dominan dalam pencapaian
suatu tujuan perusahaan. Melihat pentingnya sumber daya manusia, ada banyak
karyawan yang bekerja dengan sungguh-sungguh atau berperilaku baik (etis) dalam
suatu perusahaan, tetapi ada juga yang bekerja di luar kontrol sehingga dapat
membawa karyawan kearah perilaku yang tidak baik atau perilaku tidak etis.
Menurut Ricky W.Griffin dan Ronald J. Ebert (2006:58), 3 perilaku etika (etis)
adalah perilaku seseorang yang sesuai dengan norma-norma sosial yang diterima
secara umum sehubungan dengan tindakan-tindakan yang benar dan baik. Perilaku
etika dapat dianggap sebagai penentu kualitas individu tersebut.
Norma dan peraturan
yang telah ditetapkan dalam suatu perusahaan dapat digunakan untuk mengetahui
apakah seseorang berperilaku etis atau tidak etis. Disamping itu, menurut Ricky
W. Griffin (2006:58) perilaku tidak etis merupakan perilaku yang tidak sesuai
dengan norma sosial yang diterima secara umum. Perilaku tidak etis muncul
karena karyawan merasa tidak puas dan kecewa dengan hasil yang di dapat dari
perusahaan. Kasus-kasus yang terjadi akibat kekecewaan karyawan, banyak para
karyawan melakukan demo penuntutan kenaikan gaji, kasus pencurian sampai
korupsi. Seperti halnya pada PT Adi Satria Abadi Yogyakarta, dalam perusahaan
ini sering terjadi tindakan yang tidak etis yang dilakukan oleh karyawan yaitu
terjadinya pencurian barang hasil produksi. Selain itu, dalam PT Adi Satria
Abadi sistem absensi karyawan masih menggunakan kartu hadir. Hal ini dapat
mendorong karyawan untuk melakukan kecurangan atas keterlambatan karyawan
dengan adanya sistem mesin dengan kartu hadir.
Adanya peningkatan
kesadaran perusahaan mengenai pentingnya perilaku etis dan tidak etis, banyak
perusahaan telah menekankan kembali perilaku etis pada diri karyawan (Griffin,
2003:105).
Penekanan ini dapat
berupa berbagai macam bentuk, tetapi setiap usaha untuk meningkatkan perilaku
etis harus dimulai dari manajer puncak, yaitu dengan menciptakan budaya
organisasi dan mendefinisikan perilaku mana yang dapat dan tidak dapat
diterima. Selain itu, untuk mengatasi perilaku yang tidak etis perlu
mengembangkan kode etik (code of ethics) formal pernyataan tertulis dan formal
mengenai nilai dan standar etika untuk memandu tindakan perusahaan.
Perilaku tidak etis
timbul dalam suatu perusahaan disebabkan oleh lemahnya pengawasan manajemen
yang dapat membuka keleluasaan karyawan untuk melakukan tindakaan yang dapat
merugikan perusahaan.
Selain itu permasalahan
pokok lainnya adalah kurang efektifnya pengawasan dan pengendalian dalam
pengelolaan sumber daya alam yang ada.
Adanya permasalahan ini
menunjukkan bahwa masih banyaknya pengendalian intern perusahaan yang masih
perlu perbaikan agar pengendalian intern dapat lebih bermanfaat bagi perusahaan
untuk mencegah terjadinya tindakan yang tidak etis yang dilakukan oleh para
karyawan perusahaan.
Kerugian dari
kecurangan yang terjadi dalam suatu perusahaan dapat mengakibatkan menurunnya
nilai perusahaan. Dalam departemen personalia (kepegawaian) harus lebih teliti
dan ketat dalam hal penerimaan karyawan baru agar dapat mengurangi
tindakan-tindakan yang tidak etis yang dapat dilakukan oleh karyawan.
Demikian juga mengenai
ketentuan kesejahteraan sosial para karyawan harus ditetapkan kebijakan terkait
5 dengan sistem dan prosedur yang didukung dengan catatan-catatan yang sesuai
dengan peraturan yang berlaku pada perusahaan tersebut.
Selain itu, perusahaan
harus mempunyai sistem manajemen yang baik dan setiap aktivitas-aktivitas
karyawan di dalam perusahaan harus mendapatkan pengawasan yang ketat dari
manajer perusahaan. Setiap organisasi juga perlu menelusuri berbagai pengaruh
aktivitas atas sumber daya yang berada di bawah pengawasannya. Informasi
tentang para pelaku yang terlibat dalam aktivitas-aktivitas tersebut penting
untuk menetapkan tanggung jawab dari tindakan yang diambil. Oleh sebab itu, perusahaan
membutuhkan adanya pengendalian intern.
Pengendalian intern
adalah proses yang dirancang untuk memberikan kepastian yang layak mengenai
pencapaian tujuan manajemen tentang reliabilitas pelaporan keuangan,
efektivitas dan efisiensi operasi, dan kepatuhan terhadap hukum dan peraturan
yang berlaku (Arens, 2006:412).
Pengendalian intern
merupakan faktor yang menentukan dapat dipercaya atau tidaknya laporan yang
dihasilkan perusahaan. Akan tetapi, pengendalian intern dapat memberikan
keyakinan memadai bagi manajemen dan dewan komisaris perusahaan berkaitan
dengan pencapai tujuan pengendalian intern. Kemungkinan pencapaian tersebut
dipengaruhi oleh keterbatasan bawahan yang melekat dalam pengendalian intern.
Hal ini dapat mencakup keyakinan bahwa manusia dalam mempertimbangkan
pengambilan keputusan dapat salah dan sistem pengendalian intern dapat rusak
karena adanya suatu kegagalan yang bersifat manusiawi, seperti kekeliruan dan
kesalahan. Disamping itu, pengendalian dapat tidak efektif karena adanya kolusi
diantara dua orang atau lebih dalam manajemen perusahaan yang sengaja
mengesampingkan pengendalian intern. Hal ini dapat menunjukkan pentingnya
perusahaan untuk menerapkan sistem pengendalian intern untuk mencegah
terjadinya pencurian dan tindak kecurangan atau perilaku tidak etis yang dapat
merugikan perusahaan, serta penerapan sistem pengendalian intern secara baik
yang diharapkan dapat memotivasi dan meningkatkan kinerja karyawan.
Selain pengendalian
intern faktor yang dapat mempengaruhi perilaku etis karyawan adalah kepatuhan.
Kepatuhan merupakan suatu spesifikasi, standar atau hukum yang telah diatur
dengan jelas yang biasanya diterbitkan oleh lembaga atau organisasi yang
berwenang dalam suatu bidang tertentu (Khristina, 2011). Kepatuhan ini harus ditanamkan
dalam diri karyawan terhadap semua peraturan-peraturan atau kode etik yang
telah ditetapkan di dalam perusahaan. Hal ini bertujuan agar semua peraturan
dan kegiatan yang ada dalam perusahaan dapat dijalankan oleh semua karyawan dan
digunakan untuk menilai karyawan apakah karyawan berperilaku sesuai dengan
peraturan yang ditetapkan perusahaan atau menilai perilaku etis atau tidaknya
karyawan dalam suatu perusahaan.
Selain itu, faktor yang
lainnya yang dapat mempengaruhi perilaku etis karyawan dalam perusahaan yaitu
dengan adanya kompensasi manajemen. Kompensasi manajemen adalah berbagai bentuk
imbalan yang diberikan organisasi kepada karyawan atas waktu, pikiran dan
tenaga yang telah dikontribusikannya kepada organisasi. Kompensasi manajemen
merupakan salah satu unsur penting dalam sistem pengendalian manajemen karena
sistem kompensasi dapat mempengaruhi anggota organisasi (Abdul Halim, 2003).
Adanya sistem
kompensasi dalam perusahaan bertujuan dapat mendorong dan meningkatkan kinerja
karyawan, serta memberikan kepuasan terhadap prestasi kerja. Namun
ketidaksesuaian pemberian kompensasi yang diberikan oleh karyawan dapat membuat
karyawan untuk berperilaku tidak etis dan memicu karyawan untuk melakukan
kecurangan.
Adanya kasus tersebut
dan pentingnya Pengendalian Intern, Kepatuhan, Kompensasi Manajemen dan
Perilaku Etis Karyawan dalam setiap kegiatan perusahaan, maka mendorong penulis
untuk melakukan penelitian dengan mengambil judul “Pengaruh Pengendalian
Intern, Kepatuhan dan Kompensasi Manajemen Terhadap Perilaku Etis Karyawan”
(Studi Kasus PT Adi Satria Abadi Yogyakarta)
BAB II
IDENTIFIKASI
MASALAH
2.1
Masalah
Yang Terjadi Di PT ASA (Adi Satria Abadi)
Berdasarkan uraian
dalam latar belakang di atas, maka dapat di identifikasi permasalahan sebagai
berikut :
Ø Kurangnya
sistem pengendalian intern yang ada dalam PT Adi Satria Abadi Yogyakarta
sehingga dapat memicu karyawan untuk bertindak curang (perilaku tidak etis) dan
berdampak dapat merugikan perusahaan.
Ø Lemahnya
sistem pengawasan dari pihak manajemen PT Adi Satria Abadi Yogyakarta dapat
mengakibatkan karyawan bertindak tidak sesuai dengan peraturan yang ditetapkan
oleh perusahaan (tidak adanya kepatuhan dari karyawan terhadap peraturan
perusahaan).
Ø Ketidaksesuaian
pemberian kompensasi manajemen dapat memicu karyawan untuk bertindak curang dan
berperilaku tidak etis dalam perusahaan.
Ø Masih
rendahnya kesadaran etika karyawan pada PT Adi Satria Abadi Yogyakarta,
sehingga dapat mengakibatkan perilaku karyawan menjadi tidak etis apabila
dihadapkan dengan kebutuhan yang mendesak pada diri karyawan.
Ø Adanya
kekecewaan dan ketidakpuasan dari karyawan mengakibatkan karyawan bertindak
secara tidak etis (tidak sesuai dengan aturan) dengan melakukan pencurian atau
kecurangan yang dilakukan di dalam perusahaan.
BAB III
LANDASAN TEORI
3.1.
Pengertian
Manajemen Sumber Daya Manusia
Manajemen sumber daya
manusia adalah suatu proses menangani berbagai masalah pada ruang lingkup
karyawan, pegawai, buruh, manajer dan tenaga kerja lainnya untuk dapat
menunjang aktivitas organisasi atau perusahaan demi mencapai tujuan yang telah
ditentukan.
Bagian atau unit yang
biasanya mengurusi sdm adalah departemen sumber daya manusia atau dalam bahasa
inggris disebut HRD atau human resource department. Menurut A.F. Stoner manajemen
sumber daya manusia adalah suatu prosedur yang berkelanjutan yang bertujuan
untuk memasok suatu organisasi atau perusahaan dengan orang-orang yang tepat
untuk ditempatkan pada posisi dan jabatan yang tepat pada saat organisasi
memerlukannya.
Manajemen sumber daya
manusia juga menyangkut desain sistem perencanaan, penyusunan karyawan,
pengembangan karyawan, pengelolaan karier, evaluasi kinerja, kompensasi
karyawan dan hubungan ketenagakerjaan yang baik. Manajemen sumber daya manusia
melibatkan semua keputusan dan praktik manajemen yang memengaruhi secara
langsung sumber daya manusianya.
Berikut
ini adalah pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) menurut para ahli:
Ø Menurut
Melayu SP. Hasibuan.
MSDM adalah ilmu dan
seni mengatur hubungan dan peranan tenaga kerja agar efektif dan efisien
membantu terwujudnya tujuan perusahaan, karyawan dan masyarakat.
Ø Menurut
Henry Simamora
MSDM
adalah sebagai pendayagunaan, pengembangan, penilaian, pemberian balasan jasa
dan pengelolaan terhadap individu anggota organisasi atau kelompok bekerja.
MSDM
juga menyangkut desain dan implementasi system perencanaan, penyusunan
personalia, pengembangan karyawan, pengeloaan karir, evaluasi kerja, kompensasi
karyawan dan hubungan perburuhan yang mulus.
Ø Menurut
Achmad S. Rucky
MSDM adalah penerapan
secara tepat dan efektif dalam proses akusis, pendayagunaan, pengemebangan dan
pemeliharaan personil yang dimiliki sebuah organisasi secara efektif untuk
mencapai tingkat pendayagunaan sumber daya manusia yang optimal oleh organisasi
tersebut dalam mencapai tujuan-tujuannya.
Ø Menurut
Mutiara S. Panggabean
MSDM adalah proses yang
terdiri dari perencanaan, pengorganisasian, pimpinan dan pengendalian
kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan analisis pekerjaan, evaluasi pekerjaan,
pengadaan, pengembngan, kompensasi, promosi dan pemutusan hubungan kerja guna
mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Dari definisi di atas,
menurut Mutiara S. Panggabaean bahwa, kegiatan di bidang sumber daya manusia
dapat dilihat dari dua sudut pandang, yaitu dari sisi pekerjaan dan dari sisi
pekerja.
Dari sisi pekerjaan
terdiri dari analisis dan evaluasi pekerjaan. Sedangkan dari sisi pekerja
meliputi kegiatan-kegiatan pengadaan tenaga kerja, penilaian prestasi kerja,
pelatihan dan pengembangan, promosi, kompensasi dan pemutusan hubungan kerja.
Dengan definisi di atas
yang dikemukakan oleh para ahli tersebut menunjukan demikian pentingnya
manajemen sumber daya manusia di dalam mencapai tujuan perusahaan, karyawan dan
masyarakat.Unsur manajemen (Tool of management), biasa dikenal
Market/marketing, (pasar)
1.2.
2.2.
3.2.
Model
Manajemen Sumber Daya Manusia
Di dalam memahami
berbagai permasalahan pada manajelen sumber daya manusia dan sekaligus dapat
menentukan cara pemecahannya perlu diketahui lebih dahulu model-model yang
digunakan oleh perusahaan kecil tidak bias menerapkan model yang biasa
digunakan oleh perusahaan besar. Demikian pula sebaliknya. Dalam perkembangan
model-model ini berkembang sesuai dengan situasi dan kondisi serta tuntutannya.
Untuk
menyusun berbagai aktifitas manajemen sumber daya manusia ada 6 (enam) model
manajemen sumber daya manusia yaitu:
1.
Model Klerikal
Dalam model ini fungsi
departemen sumber daya manusia yang terutama adalah memperoleh dan memelihara
laporan, data, catatan-catatan dan melaksanakan tugas-tugas rutin. Fungsi
departemen sumber daya manusia menangani kertas kerja yang dibutuhkan, memenuhi
berbagai peraturan dan melaksanakan tugas-tugas kepegawaian rutin.
2.
Model Hukum
Dalam model ini,
operasi sumber daya manusia memperoleh kekutannya dari keahlian di bidang
hukum. Aspek hukum memiliki sejarah panjang yang berawal dari hubungan
perburuhan, di masa negosiasi kontrak, pengawasan dan kepatuhan merupakan
fungsi pokok disebabkan adanya hubungan yang sering bertentangan antara manajer
dengan karyawan.
3.
Model Finansial
Aspek pinansial
manajemen sumber daya manusia belakangna ini semakin berkembang karena para
manajer semakin sadar akan pengaruh yang besar dari sumber daya manusia ini
meliputi biaya kompensasi tidak langsung seperti biaya asuransi kesehatan,
pension, asuransi jiwa, liburan dan sebagainya, kebutuhan akan keahlian dalam
mengelola bidang yang semakin komplek ini merupakan penyebab utama mengapa para
manajer sumber daya manusia semakin meningkat.
4.
Model Manjerial
Model manajerial ini
memiliki dua versi yaitu versi pertama manajer sumber daya manusia memahami
kerangka acuan kerja manajer lini yang berorientasi pada produktivitas. Versi
kedua manajer ini melaksanakan beberpa fungsi sumber daya manusia. Departemen
sumber daya manusia melatih manajer lini jdalam keahlian yang diperlukan untuk
menangani fungsi-fungsi kunci sumber daya manusia seperti pengangkatan,
evaluasi kinerja dan pengembangan. Karena karyawan pada umumnya lebih senang
berinteraksi dengan manajer mereka sendiri disbanding dengan pegawai staf, maka
beberapa departemen sumber daya manusia dapat menunjukan manajer lini untuk
berperan sebagai pelatih dan fsilitator.
5.
Model Humanistik
Ide sentral dalam model
ini adalah bahwa, departemen sumber daya manusia dibentuk untuk mengembangkan
dan membantu perkembangan nilai dan potensi sumber daya manusia di dalam
organisasi. Spesialis sumber daya manusia harus memahami individu karyawan dan
membantunya memaksimalkan pengembangan diri dan peningkatan karir.
Model
ini menggabarkan tumbuhnya perhatian organisasi terhadap pelatihan dan
pengembangan karyawan mereka.
6.
Model Ilmu Perilaku
Model ini menganggap
bahwa, ilmu perilaku seperti psikologi dan perilaku organisasi merupakan dasar
aktivitas sumber daya manusia. Prinsipnya adlah bahwa sebuah pendekatan sains
terhadap perilaku manusia dapa diterpkan pada hampir semua permasalahan sumber
daya manusia bidang sumber daya manusias yang didasarkan pada prinsip sains
meliputi teknik umpan balik, evaluasi, desain program dan tujuan pelatihan
serta manajemen karir.
3.3
Fungsi
Manajemen
1.
Perencanaan
Perencanaan adalah
usaha sadar dalam pengambilan keputusan yang telah diperhitungkan secara matang
tentang hal-hal yang akan dikerjakan di masa depan dalam dan oleh suatu
organisasi dalam rangka pencapaian tujuan yang telah dilakukan sebelumnya.
2.
Rekrutmen
Menurut Schermerhorn,
1997 Rekrutmen (Recruitment) adalah proses penarikan sekelompok kandidat untuk
mengisi posisi yang lowong. Perekrutan yang efektif akan membawa peluang
pekerjaan kepada perhatian dari orang-orang yang berkemampuan dan
keterampilannya memenuhi spesifikasi pekerjaan.
3.
Seleksi
Seleksi tenaga kerja
adalah suatu proses menemukan tenaga kerja yang tepat dari sekian banyak
kandidat atau calon yang ada. Tahap awal yang perlu dilakukan setelah menerima
berkas lamaran adalah melihat daftar riwayat hidup / cv / curriculum vittae
milik pelamar.
Kemudian dari cv
pelamar dilakukan penyortiran antara pelamar yang akan dipanggil dengan yang
gagal memenuhi standar suatu pekerjaan. Lalu berikutnya adalah memanggil
kandidat terpilih untuk dilakukan ujian test tertulis, wawancara kerja / interview
dan proses seleksi lainnya.
4.
Orientasi, Pelatihan dan Pengembangan
Pelatihan (training)
merupakan proses pembelajaran yang melibatkan perolehan keahlian, konsep,
peraturan, atau sikap untuk meningkatkan kinerja tenga
kerja.(Simamora:2006:273). Menurut pasal I ayat 9 undang-undang No.13 Tahun
2003.
Pelatihan
kerja adalah keseluruhan kegiatan untuk memberi, memperoleh, meningkatkan,
serta mengembangkan kompetensi kerja, produktivitas, disiplin, sikap, dan etos
kerja pada tingkat ketrampilan dan keahlian tertentu sesuai dengan jenjang dan
kualifikasi jabatan dan pekerjaan.
Pengembangan
(development) diartikan sebagai penyiapan individu untuk memikul tanggung jawab
yang berbeda atau yang Iebih tinggi dalam perusahaan, organisasi, lembaga atau
instansi pendidikan, Menurut (Hani Handoko:2001:104) pengertian latihan dan
pengembangan adalah berbeda. Latihan (training) dimaksudkan untuk memperbaiki
penguasaan berbagal ketrampilan dan teknik pelaksanaan kerja tertentu, terinci
dan rutin. Yaitu latihan rnenyiapkan para karyawan (tenaga kerja) untuk
melakukan pekerjaan-pekerjaan sekarang.
Sedangkan pengembangan
(Developrnent) mempunyai ruang lingkup Iebih luas dalam upaya untuk memperbaiki
dan meningkatkan pengetahuan, kemampuan, sikap dlan sifat-sifat kepribadian.
5.
Evalauasi Kinerja
Evaluasi sama
pentingnya dengan fungsi-fungsi manajemen lainnya, yaitu perencanaan,
pengorganisasian atau pelaksanaan, pemantauan (monitoring) dan pengendalian.
Terkadang fungsi monitoring dan fungsi evaluasi, sulit untuk dipisahkan. Penyusunan
sistem dalam organisasi dan pembagian tugas, fungsi serta pembagian peran
pihak-pihak dalam organisasi, adakalanya tidak perlu dipisah-pisah secara
nyata. Fungsi manajemen puncak misalnya, meliputi semua fungsi dari perencanaan
sampai pengendalian.
Oleh karena itu,
evaluasi sering dilakukan oleh pimpinan organisasi dalam suatu rapat kerja,
rapat pimpinan, atau temu muka, baik secara reguler maupun dalam menghadapi
kejadian-kejadian khusus lainnya.
Sebagai bagian dari
fungsi manajemen, fungsi evaluasi tidaklah berdiri sendiri. Fungsi-fungsi
seperti fungsi pemantauan dan pelaporan sangat erat hubungannya dengan fungsi
evaluasi. Di samping untuk melengkapi berbagai fungsi di dalam fungsi-fungsi
manajemen, evaluasi sangat bermanfaat agar organisasi tidak mengulangi
kesalahan yang sama setiap kali.
6.
Komensasi
Pemberian balas jasa
langsung dan tidak langsung berbentuk uang atau barang kepada karyawan sebagai
imbal jasa( output) yang diberikannya kepada perusahaan. Prinsip Kompensasi
adalah adil dan layak sesuai prestasi dan tanggung jawab.
7.
Pengintegrasian
Kegiatan untuk
mempersatukan kepentingan perusahaan dan kebutuhan karyawan, sehingga tercipta
kerjasama yang serasi da saling menguntungkan.
8.
Pemeliharaan
Kegiatan untuk
memelihara atau meningkatkan kondisi fisik, mental dan loyalitas karyawan agar
tercipta kerjasama yang panjang.
9.
Pemberhentian
Pemutusan hubungan
kerja adalah pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal tertentu yang
mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antar pekerja dan pengusaha. Sedangkan
menurut Moekijat mengartikan bahwa Pemberhentian adalah pemutusan hubungan
kerjas seseorang karyawan dengan suatu organisasi perusahaan.
3.4.
4
(Empat) Tujuan Manajemen SDM
a.
Tujuan Sosial
Tujuan sosial manajemen
sumber daya manusia adalah agar organisasi atau perusahaan bertanggungjawab
secara sosial dan etis terhadap keutuhan dan tantangan masyarakat dengan
meminimalkan dampak negatifnya.
b.
Tujuan Organisasional
Tujuan organisasional
adalah sasaran formal yang dibuat untuk membantu organisasi mencapai tujuannya.
c.
Tujuan Fungsional
Tujuan fungsional
adalah tujuan untuk mempertahankan kontribusi departemen sumber daya manusia
pada tingkat yang sesuai dengan kebutuhan organisasi.
d.
Tujuan Individual
Tujuan individual
adalah tujuan pribadi dari tiap anggota organisasi atau perusahaan yang hendak
mencapai melalui aktivitasnya dalam organisasi.
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1
Sistem
MSDM Di PT ASA (Adi Satria Abadi)
Studi menunjukkan bahwa
industri yang telah bersertifikasi ISO 9000:2000 telah memiliki Sistem Manajemen
Mutu yang baik. Hal ini ditunjukkan dengan adanya personel yang ditetapkan
sebagai Wakil Manajemen yang mempunyai wewenang terhadap Sistem Manajemen Mutu
serta adanya kebijakan dan sasaran mutu.
Hal ini tidak akan
mungkin terjadi tanpa adanya komitmen pimpinan yang kuat. Secara umum pihak PT
ASA dengan konsisten telah menerapkan aturan-aturan yang ada di dalam manual
ISO 9000:2000. Dalam berbagai kunjungan, kami melihat adanya pemisahan ruang
kerja antara masing-masing unit kerja.
Dan dalam wawancara
yang kami lakukan, setiap pekerja dari tiap-tiap unit kerja memiliki pedoman
terstruktur yang berbeda dan disesuaikan untuk tiap unit. Hal ini membuktikan
adanya segregasi tugas yang jelas serta adanya peraturan yang komprehensif.
Adapun hal yang dirasa kurang adalah kurangnya kesadaran dari pihak pekerja
untuk mengenakan perlengkapan kerja seperti sarung tangan dan sepatu guna
menghindari bahaya dalam bekerja.
Komitmen pimpinan dan
keteraturan Sistem Manajemen Kualitas di atas juga tampak mendasari Program
Manajemen Lingkungan PT. ASA. Program Manajemen Lingkungan PT. ASA terlihat
baik. Hal ini ditunjukkan dengan:
1.
Adanya poster-poster pencegahan
kecelakaan kerja sebagai bentuk peningkatan kesadaran karyawan akan keselamatan
kerja.
2.
Adanya keterbukaan untuk memberikan
informasi seputar Manajemen Pengolahan Limbahnya kepada instansi lain.
Walaupun demikian
terdapat hal yang perlu mendapat peningkatan perhatian dari PT. ASA berkaitan
dengan Manajemen Lingkungan, yaitu kesesuaian limbah cair dengan baku mutu limbah
sebagaimana ditentukan dalam Keputusan Gubemur 238 Kepala Daerah Istimewa
Yogyakarta No. 281/KPTS/1998 tentang Baku Mutu Limbah Cair bagi Kegiatan
Industri di PropinsiDIY. Dalam regulasi tersebut, konsentrasi Krom Total yang
diperbolehkan adalah sebesar 0,4 mg/I. Aspek hukum yang menjadi dasar
rekomendasi ini adalah Peraturan Daerah Propinsi DIY Nomor 03 Tahun 1997
Tentang Pengendalian Pembuangan Limbah Cair khususnya Pasal 15 yaitu bahwa
setiap pemegang izin diwajibkan untuk mentaati baku mutu Iimbah cair
sebagaimana ditentukan.
Berdasarkan pengukuran Iimbah
cair yang dilepaskan keIingkungan masih di atas baku mutu yang ada. Hal ini
lebih disebabkan karena konsentrasi Krom yang digunakan sangat tinggi. Hal ini
bisa terlihat dari tingginya kandungan Krom mumi yang telah dipisahkan dari
Iimbah cair serta kandungan Krom pada limbah campuran.
Oleh karena itu,
meskipun FO instalasi pengoIahan limbah PT. ASA sangat tinggi (30.840), namun
belum mampu menurunkan konsentrasi Krom sampai di bawah baku Prosiding Seminar
Nasional Teknologi Pengolahan Limbah VI Pusat Teknologi Limbah Radioaktif-BATAN
Pusat Penelitian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi-R/STEK ISSN 1410-6086 1996,
Quality mutu yang ditetapkan.
Meskipun demikian
perbaikan terlihat selalu dilakukan dalam rangka meningkatkan kapasitas
instalasi pengolahan limbahnya. Kesadaran untuk melakukan perbaikan terus
menerus ini juga diyakini sebagai implikasi dari diterimanya sertifikat ISO
9000 oleh PT.ASA. Studi menunjukkan bahwa PT BAS belum memiliki dokumen standar
prosedur operasi dan dokumentasi atas operasi bisnisnya.
Alasan ketiadaan
dokumentasi mengenai struktur organisasi, visi-misi perusahaan, job
description, tata tertib, maupun prosedur-prosedur teknis operasi bisnis adalah
kurangnya sumber daya.
Di sisi lain, manajemen
belum merasakan kebutuhan atas pendokumentasian sehingga tidak dilakukan
perekrutan personel baru yang bertugas khusus di bidang pendokumentasian yang
merupakan hal penting dalam ISO 9000. Instalasi pengelolaan limbah yang mampu
menghasilkan limbah ramah lingkungan membutuhkan biaya yang besar.
Hal ini menjadi batasan
besar bagi perusahaan sehingga instalasi yang ada pada PT BAS kurang sesuai
dengan standar yang ditetapkan. Misalnya kolam aerasi yang tidak maksimal.
Selain itu limbah padat yang dihasilkan tidak diolah lebih lanjut melainkan
hanya digunakan sebagai bahan perata tanah di pabrik. Namun konsentrasi Krom di
sekitar pabrik tidak terdeteksi. Hal ini dimungkinkan karena rendahnya
penggunaan Krom dalam proses produksinya.
PT. BAS Ditinjau dari
sisi keselamatan kerja, komitmen pimpinan juga tidak tampak dalam meningkatkan
keselamatan kerja karyawan. Sebagian besar karyawan bekerja tidak menggunakan
sarung tangan dan masker.
Walaupun perusahaan
telah menganjurkan untuk selalu memakai sarung 239 tangan dan masker ketika
bekerja namun masih banyak karyawan yang tidak mengindahkan Praturan tersebut.
Sebagian besar karyawan
mengeluhkan rasa risih ketika menggunakan sarung tangan sehingga malah dirasa
mengurangi produktivitas. Selain latar belakang pendidikan karyawan yang kurang
juga belum adanya upaya khusus dari manajemen untuk memberikan penyuluhan
mengenai keselamatan kerja. Uraian tadi menggambarkan bahwa dengan tidak
dimilikinya sertifikat ISO 9000 oleh PT. BAS menyebabkan tidak adanya komitmen
pimpinan terhadap Sistem Manajemen Lingkungan dan Keselamatan Kerja.
BAB V
PENUTUP
5.1
Kesimpulan
dan Rekomendasi
Dalam kehidupan
sekarang ini mencari manajemen yang cocok dengan sebuah perusahaan memang harus
sangat cermat untuk kesetabilan hubungan antara atasan dan bawahan sehingga
proses produksi tidak terganggu. seperti halnya yang dilakukan PT ASA, sejauh
ini memang perusahaan kulit tersebut sudah memenuhi standar ISO untuk membuat
karyawannya nyaman dalam melaksanakan pekerjaannya akan tetapi dalam lapangan
nyatanya masih terdapat beberapa masalah, yakni.
Ø Kurangnya
sistem pengendalian intern yang ada dalam PT Adi Satria Abadi Yogyakarta
sehingga dapat memicu karyawan untuk bertindak curang (perilaku tidak etis) dan
berdampak dapat merugikan perusahaan.
Ø Lemahnya
sistem pengawasan dari pihak manajemen PT Adi Satria Abadi Yogyakarta dapat
mengakibatkan karyawan bertindak tidak sesuai dengan peraturan yang ditetapkan
oleh perusahaan (tidak adanya kepatuhan dari karyawan terhadap peraturan
perusahaan).
Ø Ketidaksesuaian
pemberian kompensasi manajemen dapat memicu karyawan untuk bertindak curang dan
berperilaku tidak etis dalam perusahaan.
Ø Masih
rendahnya kesadaran etika karyawan pada PT Adi Satria Abadi Yogyakarta,
sehingga dapat mengakibatkan perilaku karyawan menjadi tidak etis apabila
dihadapkan dengan kebutuhan yang mendesak pada diri karyawan.
Ø Adanya
kekecewaan dan ketidakpuasan dari karyawan mengakibatkan karyawan bertindak
secara tidak etis (tidak sesuai dengan aturan) dengan melakukan pencurian atau
kecurangan yang dilakukan di dalam perusahaan.
Dan
untuk menyelesaikan masalah tersebut PT ASA perlu melakukan sidak untuk membenahi
manajemen yang kurang terkontrol tersebut.
DAFTAR PUSTAKA