BAB
I
PENDAHULUAN
1.1.Latar
belakang
Demokrasi
adalah salah satu tuntutan terciptanya penyelenggaraan pemerintah di Kabupaten
yang mencerminkan peranan rakyat. Salah satunya adalah peranan lembaga
perwakilan rakyat yang dikenal dengan sebutan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
(DPRD). Adapun salah satu indikatornya adalah peranan DPRD dalam pelaksanaan
fungsi pengawasan terhadap Pemerintah Kabupaten. Dalam hal ini dapat disimak
pendapat Bagir Manan dalam bukunya Menyongsong Fajar Otonomi Daerah yang menyatakan
bahwa : “Demokrasi memang menuntut agar DPRD dapat berperan secara wajar dan
menuntut keterbukaan. Kepala Daerah dan jajarannya bukan alat kekuasaan
sentralisme yang lebih menampakkan diri sebagai penggerak dengan simbol-simbol
dan tingkah laku otoratian, melainkan sebagai penyelenggara pemerintahan yang
bertanggung jawab dan harus tunduk pada pengawasan publik untuk mewujudkan
kesejahteraan umum didaerahnya.
DPRD,
khususnya dalam pemerintahan diatur dalam Undang-Undang Nomor.32 Tahun 2004
Pasal 40 yaitu DPRD merupakan lembaga perwakilan rakyat daerah dan berkedudukan
sebagai unsur penyelenggaraan pemerintah daerah. kedudukan yang sejajar dan
menjadi mitra Pemerintah Daerah ini bertujuan untuk menjamin pelaksanaan tugas
dan wewenang dapat berlangsung seimbang. Berkaitan dengan tugas dan wewenang
dibidang pengawasan diharapkan sebagai lembaga perwakilan pemilik kekuasaan
(rakyat) DPRD Khususnya Kabupaten harus mampu memainkan perananya secara
optimal dengan mengemban fungsi kontrol terhadap jalannya pemerintahan di
Kabupaten. Tujuannya adalah terwujudnya pemerintahan daerah yang efisien.
Efektif, bersih berwibawa dan terbebas dari berbagai praktik yang berindikasi
KKN
Berlandaskan
kepada undang-undang, secara teoritis gambaran ideal peranan DPRD Kabupaten
Ogan Ilir dalam pelaksanaan fungsi pengawasan terhadap Pemerintahan Kabupaten
tentulah semua berlaku bagi setiap DPRD di seluruh Wilayah Negara Republik
Indonesia. Sebab, undang-undangnya memang sama. Namun didalam praktek
penyelenggaraan pemerintah daerah, optimalisasi peranan DPRD di masing-masing
daerah bisa berbeda. Undang-undang bukanlah satu-satunya faktor penentu, tetapi
masih banyak faktor lain yang dapat mempengaruhi, baik yang bersumber dari
faktor internal daerah terkait ataupun eksternal dalam arti luas (menyangkut
berbagai aspek kehidupan berbangsa dan bernegara).
Menurut
salah satu sumber dalam media elektronik menungkapkan bahwa fungsi DPRD
sebagai wakil rakyat untuk mengawasi pembangunan yang
dilaksanakan oleh eksekutif, yakni pemerintah kabupaten (pemkab), dinilai
masih lemah. Hal itu diungkapkan sendiri oleh salah satu anggota DPRD Seruyan,
Yulhaidir Menurutnya, pengawasan dari para DPRD terhadap pelaksanaan
pemerintahan masih sangat lemah, termasuk pengawasan dalam hal proyek
pembangunan fisik. Ia menambahkan, ada beberapa faktor yang membuat fungsi
pengawasan DPRD lemah. “Karena ada kepentingan dari para DPRD itu sendiri dan
adanya unsur politik,”. Anggota DPRD berasal dari berbagai partai. Setiap
partai pasti memiliki kepentingan masing-masing.
Selain
itu, individu dari para DPRD itu juga sangat memengaruhi. “Apa sebenarnya
tujuan menjadi anggota dewan? Apakah untuk mewakili rakyat atau yang lainnya?
Bisa dinilai sendiri.” ucap politisi dari partai Hanura itu. Meski begitu,
sebagai salah satu anggota Badan Anggaran (Banggar), ia akan berusaha secara
intensif untuk mengawasi proyek-proyek yang dilakukan pemerintah. “Saya akan
berusaha maksimal mengawasi jalannya proyek. Sebelumnya saya juga sudah
mengimbau kepada para rekanan atau kontraktor agar memasang papan proyek.
Sehingga proyek yang dilaksanakan bisa transparan.”
Dari
fenomena yang di ungkapkan sendiri oleh salah satu anggota DPRD RI dapat di
pahami bahwa peranan DPRD dalam pelaksanaan fungsi pengawasan terhadap
Pemerintah Kabupaten tentulah tidak sederhana membaca undang-undang. Sementara
pengetahuan dimana sangat diperlukan oleh masyarakat luas agar dapat diketahui
sejauh mana pemerintah di Kabupaten sebagai salah satu prestasi era reformasi
dapat dipetik manfaatnya oleh rakyat.
1.2. Perumusan
Masalah
Berdasarkan
uraian latar belakang masalah diatas, maka masalah yang menyangkut peranan DPRD
dalam pelaksanaan fungsi pengawasan terhadap Pemerintah di Kabupaten dapat
dirumuskan :
1. Bagaimanakah peranan Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah (DPRD) dalam pelaksanaan fungsi pengawasan terhadap Pemerintah
Kabupaten.
2. Apakah faktor penghambat dalam pelaksanaan
fungsi pengawasan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) terhadap Pemerintahan
Kabupaten.
1.3. Tujuan Penulisan
Penulisan
makalah ini dilakukan dengan tujuan-tujuan yang dapat ditegaskan sebagai
berikut :
1. Mengetahui peranan dan hasil pelaksanaan
fungsi pengawasan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) terhadap Pemerintah
Kabupaten.
2. Mengetahui faktor penghambat pelaksanaan
fungsi pengawasan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) terhadap Pemerintah
Kabupaten serta dapat memberi alternatif pemecahannya.
BAB II
KAJIAN TEORI
2.1. Pengertian
DPRD
DPRD
adalah Lembaga Politik Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang dibentuk di setiap
propinsi dan kabupaten/ kota pada umumnya dipahami sebagai lembaga yang
menjalankan kekuasaan legilsatif, dan karena itu biasa disebut dengan lembaga
legilsatif di daerah.
2.2. Tugas Dan
Wewenang DPRD
Secara
tegas tugas dan wewenang DPRD dapat dilihat dari ketentuan pasal 42 ayat (1)
Undang-Undang Nomor.32 tahun 2004, sebagai berikut :
1. Membentuk perda yang dibahas dengan Kepala
Daerah untuk mendapat persetujuan bersama.
2. Membahas dan menyetujui Rancangan Peraturan
Daerah tentang APBD bersama dengan Kepala Daerah.
3. Melaksanakan pengawasan terhadap
pelaksanaan Peraturan Daerah dan peraturan Perundang-undangan lainnya,
Peraturan Kepala Daerah, APBD, kebijakan Pemerintah Daerah dalam melaksanakan
program pembangunan daerah, dan kerja sama Internasional di Daerah.
4. Mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian
Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah kepada presiden melalui Menteri Dalam Negeri
bagi DPRD Povinsi dan kepada Menteri Dalam Negeri melalui Gubernur bagi DPRD
kabupaten/kota.
5. Memilih Wakil Kepala Daerah dalam hal
terjadi kekosongan jabatan Wakil Kepala Daerah.
6. Memberikan pendapat dan pertimbangan kepada
Pemerintah Daerah terhadap rencana perjanjian Internasional di daerah.
7. Memberikan persetujuan terhadap rencana
kerja sama Internasional yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah.
8.
Meminta laporan keterangan pertanggung jawaban Kepala Daerah dalam
penyelenggaraan Pemerintah Daerah.
9. Membentuk panitia pengawas Pemilihan Kepala
Daerah
10.
Melakukan pengawasan dan meminta laporan KPUD dalam penyelenggaraan pemilihan
Kepala Daerah.
11. Memberikan persetujuan terhadap rencana kerja
sama antar daerah dan dengan pihak ketiga yang membebani masyarakat dan daerah.
2.3 Teori-Teori Lembaga Perwakilan
Terkait
dengan pembahasan lembaga legislatif secara teori, maka akan merujuk pada
kelembagaan perwakilan politik dalam sebuah sistem politik demokrasi. Karena
konsep perwakilan politik yang ideal memang hanya ada pada negara yang menganut
sistem demokrasi. Beberapa teori perwakilan politik yang dimaksudkan adalah
sebagai berikut:
1.Teori
Mandat
Seorang
wakil dianggap duduk di lembaga Perwakilan karena mendapat mandat dari rakyat
sehingga disebut mandataris. Yang memberikan teori ini dipelopori oleh Rousseau
dan diperkuat oleh Petion. Teori mandat ini dapat dibagi menjadi tiga kelompok
pendapat :
•
Mandat Imperatif, menurut teori ini bahwa seorang wakil yang bertindak di
lembaga perwakilan harus sesuai dengan perintah (intruksi) yang diberikan oleh
yang diwakilinya. Si wakil tidak boleh bertindak di luar perintah, sedangkan
kalau ada hal-hal atau masalah/persoalan baru yang tidak terdapat dalam
perintah tersebut maka sang wakil harus mendapat perintah baru dari yang
diwakilinya. Dengan demikian berarti akan menghambat tugas perwakilan tersebut,
akibatnya lahir teori mandat baru yang disebut mandat bebas.
•
Mandat Bebas, teori ini berpendapat bahwa sang wakil dapat bertindak tanpa
tergantung pada perintah (intruksi) dari yang diwakilinya. Menurut teori ini
sang wakil adalah merupakan orang-orang yang terpercaya dan terpilih serta
memiliki kesadaran hukum dari masyarakat yang diwakilinya sehingga sang wakil
dimungkinkan dapat bertindak atas nama mereka yang diwakilinya. Ajaran ini
dipelopori oleh Abbe Sieyes di Perancis dan Block Stone di Inggris. Dalam
perkembangan selanjutnya teori ini berkembang menjadi teori Mandat
Representatif.
•
Mandat Representative, teori ini mengatakan bahwa sang wakil dianggap bergabung
dalam lembaga perwakilan, dimana yang diwakili memilih dan memberikan mandat
pada lembaga perwakilan, sehingga sang wakil sebagai individu tidak ada
hubungan dengan pemilihnya apalagi untuk minta pertanggungjawabannya. Yang
bertanggung jawab justru adalah lembaga perwakilan kepada rakyat pemilihnya.
2.
Teori Organ
Ajaran
ini lahir di Prancis sebagai rasa ketidakpuasan terhadap ajaran teori mandat.
Para sarjana mencari dan membuat ajaran/teori baru dalam hal hubungan antara
wakil dengan yang diwakilinya. Teori Organ diungkapkan oleh Von Gierke
(Jerman), bahwa negara merupakan satu organisme yang mempunyai alat-alat
perlengkapannya seperti : eksekutif, parlemen dan rakyat, yang semuanya itu
mempunyai fungsinya sendiri-sendiri namun antara satu dengan lainnya saling
berkepentingan.
Dengan
demikian maka setelah rakyat memilih lembaga perwakilan mereka tidak perlu lagi
mencampuri lembaga perwakilan tersebut dan lembaga ini bebas menjalankan
fungsinya sesuai dengan kewenangan yang diberikan oleh Undang-Undang Dasar.
3.
Teori Sosiologi
Ajaran
ini menganggap bahwa lembaga perwakilan bukan merupakan bangunan politis, akan
tetapi merupakan bangunan masyarakat (sosial). Para pemilih akan memilih
wakil-wakilnya yang dianggap benar-benar ahli dalam bidang kenegaraan yang akan
bersungguh-sungguh membela kepentingan para pemilih. Sehingga lembaga
perwakilan yang terbentuk itu terdiri dari golongan-golongan dan kepentingan
yang ada dalam masyarakat. Artinya bahwa lembaga perwakilan itu tercermin dari
lapisan masyarakat yang ada. Yang membahas teori ini dipelopori oleh Rieker.
4.
Teori Hukum Obyektif
Leon
Duguit mengatakan bahwa hubungan antara rakyat dan parlemen dasarnya adalah
solidaritas. Wakil-wakil rakyat dapat melaksanakan dan menjalankan tugas
kenegaraannya hanya atas nama rakyat. Sebaliknya rakyat tidak akan dapat
melaksanakan tugas kenegaraannya tanpa memberikan dukungan kepada
wakil-wakilnya dalam menentukan wewenang pemerintah. Dengan demikian ada
pembagian kerja antara rakyat dan parlemen (Badan Perwakilan Rakyat). Keinginan
untuk berkelompok yang disebut solidaritas adalah merupakan dasar dari hukum
dan bukan hak-hak yang diberikan kepada mandataris yang membentuk lembaga
perwakilan tersebut.
2.4. SIFAT LEMBAGA PERWAKILAN
Jika
seseorang duduk dalam lembaga perwakilan melalui pemilihan umum, maka sifat
perwakilannya disebut Perwakilan Politik (Political Representation). Adapun
tugas dan fungsinya dalam masyarakat kalau yang bersangkutan menjadi anggota
lembaga perwakilan melalui pemilihan umum maka yang bersangkutan tetap disebut
sebagai perwakilan politik.
2.5 JENIS SISTEM LEMBAGA PERWAKILAN RAKYAT
Lembaga
Perwakilan Rakyat yang dikenal di dunia terdiri dari dua sistem,yaitu :
1.
Sistem dua kamar (Bicameral system), biasanya dipakai oleh negara-negara yang
menganut sitem federasi/federal, misalnya Amreika dan Inggris.
2.
Sistem satu kamar (one cameral system), sistem ini banyak dipakai oleh nega
kesatuan , antara lain Indonesia, Denmark, New Zeland, Finlandia, Israel dan
Spanyol.
Terbaginya
sistem ini terjadi sebagai konsekuensi logis dari dianutnya demokrasi tidak
langsung . Yang dimaksud demokrasi tidak langsung adalah suatu demokrasi dimana
pelaksanaan secara langsung oleh rakyat, akan tetapi melalui lembaga-lembaga
perwakilan rakyat.
2.6. FUNGSI BADAN LEGISLATIF /BADAN
PERWAKILAN
1.
Fungsi Menentukan Policy (Kebijaksanaan) dan Perundang - Undangan
Yang
dimaksud fungsi perundang-undangan adalah membentuk undang-undang, untuk
melaksanakan fungsi ini DPR diberi hak inisiatif, hak untuk mengadakan
amandemen terhadap rancangan undang-undang yang disusun oleh pemerintah, dan
hak budget.Dalam hal membuat undang-undang biasa seperti : undang-undang
kewrganegaraan, Undang-Undang Pajak dan Undang-Undang tentang APBN, selain itu
meratifikasi perjanjian-perjanjian dengan luar negeri dan sebagainya.
2.
Fungsi Pengawasan
Ialah
fungsi yang dilakukan oleh lembaga perwakilan/legilslatif (DPR) untuk mengawasi
atau mengontrol eksekutif/pemerintah. Hal ini dimaksudkan agar pemerintah dapat
berfungsi sesuai dengan undang-undang yang dibentuk oleh lembaga perwakilan dan
untuk melaksanakan fungsi dari lembaga perwakilan maka lembaga ini mempunyai
beberapa hak seperti :
a.
Hak meminta Keterangan (interpelasi)
b.
Hak mengadakan penyelidikan (angket)
c.
Hak bertanya
d.
Hak mengadakan perubahan RUU (amandemen)
e.
Hak mengajukan rancangan undang-undang (usul inisiatif)
f.
Hak Mengajukan /menganjurkan seseorang bila ditentukan oleh peraturan
perundang-undangan
g.
Hak protokol dan Hak keuangan/administrasi
h.
Hak pernyataan pendapat
3.
Fungsi Sebagai Sarana Pendidikan
Yang
dimaksud dengan sarana pendidikan politik, artinya bahwa rakyat dididik untuk
mengetahui persoalan yang menyangkut kepentingan umum melalui
pembahasan-pembahasan, pembicaraan-pembicaraan serta kebijakan-kebijakan yang
dilakukan oleh lembaga perwakilan yang dimuat dalam media massa atau melalui
pemberitaan di media elektronik, agar rakyat mengetahui dengan sadar akan hak
dan kewajiban serta tanggung jawabnya sebagai warga negara.
BAB III
PEMBAHASAN
3.1. Tujuan,peran,dan fungsi pemerintahan
Tujuan
fundamental dari pemerintahan adalah pemeliharaan keamanan dan keteraturan umum
agar individu-individu dapat menemukan
kebahagiaan.
Peran
pemerintah adalah menciptakan keamanan dasar hingga perhatian dalam urusan
keagamaan dan kepercayaan serta mengontrol ekonomi dan menjamin keamanan
kehidupan sosial.
Fungsi
pemerintah adalah
Ø pelayanan
Ø pemberdayaan
Ø pembangunan
berkaitan
dengan tujuan pemerintah dalam kontek kybernologi berpendapat bahwa pemerintah
bertujuan melindungi hak- hak asasi
manusia ,melestarikan lingkungan ,dan memenuhi kebutuhan dasar melalui proses
interaksi.
3
peran yakni
meningkatkan
nilai sumber daya yang ada dan menciptakan sumber daya baru,sebagai peran
subkultur ekonomi atau SKE.
mengontrol
SKE memberdayakan dan mendistribusikan nilai-nilai yang telah berhasil
ditingkatkan melalui pelayanan kepada pelanggan oleh subkultur kekuasaan.
mengontrol
subkultur kekuasaan oleh peran subkultur
pelanggan .jika tujuan tersebut tercapai pemerintahan akan berkualifikasi baik.
3.2. Pengertian Pemerintah
Pemerintah
bisa kita artikan sebagai orang atau sekelompok orang yang memiliki kekuasaan
untuk memerintah, atau lebih simpel lagi adalah orang atau sekelompok orang
yang memberikan perintah. Namun secara keilmuan, Pemerintah diartikan dalam beberapa
definisi, antara lain ada yang mendefinisikan sebagai lembaga atau badan public
yang mempunyai fungsi dan tujuan Negara, ada pula yang mendefinisikan sebagai
sekumpulan orang-orang yang mengelola kewenangan-kewenangan, melaksanakan
kepemimpinan dan koordinasi pemerintahan serta pembangunan masyarakat dari
lembaga-lembaga dimana mereka ditempatkan. Dalam ilmu pemerintahan dikenal
adanya dua definisi pemerintah yakni dalm arti sempit dan arti luas, dalam arti
luas pemerintah didefinisikan sebagai Suatu bentuk organisasi yang bekerja
dengan tugas menjalankan suatu sistem pemerintahan, sedangkan dalam arti sempit
didefinisikan sebagai Suatu badan persekumpulan yang memiliki kebijakan
tersendiri untuk mengelola,memanage,serta mengatur jalannya suatu sistem
pemerintahan. Pemerintah secara tidak langsung mengatur hidup kita dari sejak
dalam kandungan hingga setelah meninggalpun... Pemerintahan, secara awan bisa
didefinisikan sebagai suatu kegiatan yang didalamya terdapat aturan-aturan yang
harus dijalankan yg bersumber dari pemerintah, atau lebih simpel lagi yaitu
pemerintahan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah.
Seperti halnya pemerintah, pemerintahan juga memiliki definisi secara keilmuan
menurut Prof. Ermana Suradinata (Dosen abay waktu kuliah ) Pemerintah adalah
lembaga atau badan-badan publik dalam menjalankan fungsinya untuk mencapai
tujuan Negara. Klo menurut C.F Strong gini, Pemerintahan dalam arti luas adalah
segala kegiatan badan-badan publik yang meliputi kegiatan legislatif, eksekutif
dan yudikatif dalam usaha mencapai tujuan negara. Pemerintahan dalam ari sempit
adalah segala kegiatan badan-badan publik yang hanya meliputi kekuasaan
eksekutif.
3.3. Fungsi Badan Eksekutif
Badan
eksekutif adalah lembaga yang melaksanakan undang-undang yang dibuat oleh badan
legislatif. Badan ini memiliki ruang lingkup tugas dan fungsi yang luas serta
perangkat institusi pendukung dalam berbagai aspek dan keahlian yang dapat
memberi dukungan bagi percepatan pelayanan masyarakat dan pencapaian tujuan
pembangunan nasional. Badan eksekutif di Indonesia dikepalai oleh seorang
Presiden yang dibantu oleh wakil presiden dan para menteri di Kabinet.
Tugas
badan eksekutif menurut Trias Politika hanya terbatas pada melaksanakan
kebijaksanaan dan undang-undang yang telah ditetapkan oleh badan legislatif.
Namun dalam pelaksanaannya dewasa ini, wewenang badan eksekutif jauh lebih luas
daripada hanya melaksanakan undang-undang. Seperti yang terjadi di Indonesia
dimana badan eksekutif juga terlibat dalam proses legislasi.
Karena
penyelenggaraan kesejahteraan rakyat merupakan tugas pokok dari setiap Negara,
apalagi jika tergolong Negara kesejahteraan (Welfare State), maka kegiatan
badan eksekutif mempengaruhi semua aspek kehidupan masyarakat meliputi
pendidikan, pelayanan kesehatan, perumahan, pekerjaan, dan lain sebagainya.
Kekuasaan
badan eksekutif mencakup beberapa bidang yaitu :
1. Diplomatik, yaitu menyelenggarakan
hubungan diplomatik dengan Negara-negara lain.
2.
Administratif, yaitu malaksanakan undang-undang serta peraturan lain dan
menyelenggarakan administrasi Negara.
3. Militer, yaitu mengatur angkatan
bersenjata, menyelenggarakan perang serta keamanan dan pertahanan Negara.
4. Yudikatif, yaitu member grasi, amnesty,
dan sebagainya.
5. Legislatif, yaitu merencanakan undang-undang
dan membimbingnya dalam badan perwakilan rakyat sampai menjadi undang-undang.
3.4. Permasalahn Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah (DPRD) dalam Pelaksanaan fungsi pengawasan
Kepemerintahan
daerah yang baik (good local governance) merupakan issue yang paling mengemuka
dalam pengelolaan administrasi publik dewasa ini. Tuntutan gagasan yang
dilakukan masyarakat kepada pemerintah untuk pelaksanaan penyelenggaraan
pemerintahan daerah yang baik adalah sejalan dengan meningkatnya pengetahuan
masyarakat di samping adanya globalisasi pergeseran paradigm pemerintahan dari
“rulling government” yang terus bergerak menuju “good governance” dipahami
sebagai suatu fenomena berdemokrasi secara adil. Untuk itu perlu memperkuat
peran dan fungsi DPRD agar eksekutif dapat menjalankan tugasnya dengan baik.
DPRD
yang seharusnya mengontrol jalannya pemerintahan agar selalu sesuai dengan
aspirasi masyarakat, bukan sebaliknya merusak dan mengkondisikan Eksekutif
untuk melakukan penyimpangan-penyimpangan terhadap aturan – aturan yang
berlaku, melakukan kolusi dalam pembuatan anggaran agar menguntungkan dirinya,
serta setiap kegiatan yang seharusnya digunakan untuk mengontrol eksekutif,
justru sebaliknya digunakan sebagai kesempatan untuk “memeras” eksekutif
sehingga eksekutif perhatiannya menjadi lebih terfokus untuk memanjakan anggota
DPRD dibandingkan dengan masyarakat keseluruhan.
Dengan
demikian tidak aneh, apabila dalam beberapa waktu yang lalu beberapa anggota
DPRD dari berbagai Kota/Kabupaten ataupun provinsi banyak yang menjadi
tersangka atau terdakwa dalam berbagai kasus yang diindikasikan korupsi. Hal
ini yang sangat disesalkan oleh semua pihak, perilaku kolektif anggota dewan
yang menyimpang dan cenderung melanggar aturan-aturan hukum yang berlaku.
Walaupun
maraknya korupsi di DPRD ini secara kasat mata banyak diketahui masyarakat
namun yang diadili dan ditindak lanjuti oleh aparat penegak hukum, sangatlah
sedikit. Faktor ini dapat memicu ketidakpuasan masyarakat terhadap supremasi
hukum di Negara kita. Elite politik yang seharusnya memberikan contoh dan
teladan kepada masyarakat justru melakukan tindakan-tindakan yang tidak
terpuji, memperkaya diri sendiri, dan bahkan melakukan pelanggaran hukum secara
kolektif. Lemahnya penegakan hukum ini dapat memicu terjadinya korupsi secara
kolektif oleh elite politik terutama anggota DPRD ini.
Walaupun
pada kenyataannya masih terdapat permasalahan dan kelemahan yaitu masih
rendahnya peranan lembaga legislatif dalam hal ini DPRD dalam keseluruhan proses
atau siklus anggaran, baik dalam tahap perencanaan, pelaksanaan, pelaporan
maupun pengawasan program kerja lembaga eksekutif (Pemerintah Daerah).
Akibatnya program kerja yang ada dalam anggaran daerah belum sesuai dengan
prioritas dan preferensi daerah. Program kerja tersebut cenderung merupakan
arahan dari pemerintah atasan, yaitu Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah
Propinsi.
Kelemahan
yang terjadi atas peranan legislatif dalam pengawasan keuangan daerah dapat
mungkin terjadi karena kelemahan sistem politiknya ataupun individu sebagai
pelaku politik. Dalam pendekatan behaviorisme, individulah yang dipandang
secara aktual melakukan kegiatan politik, sedangkan perilaku lembaga politik
pada dasarnya merupakan perilaku individu dengan pola tertentu. Oleh karena itu
untuk menjelaskan perilaku suatu lembaga yang perlu ditelaah bukan lembaganya,
melainkan latar belakang individu yang secara aktual mengendalikan lembaga.
3.5. Faktor penghambat dalam pelaksanaan
fungsi pengawasan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) terhadap Pemerintahan
Kabupaten.
Fungsi utama DPRD adalah untuk
mengontrol jalannya pemerintahan di daerah, sedangkan berkenaan dengan fungsi
legislatif, posisi DPRD bukanlah aktor yang dominan. Pemegang kekuasaan yang
dominan di bidang legislatif itu tetap Gubernur atau Bupati/Walikota. Bahkan
dalam UU No.22/1999, Gubernur dan Bupati/Walikota diwajibkan mengajukan
rancangan Peraturan Daerah dan menetapkannya menjadi Peraturan Daerah dengan
persetujuan DPRD. Artinya, DPRD itu hanya bertindak sebagai lembaga pengendali
atau pengontrol yang dapat menyetujui atau bahkan menolak sama sekali ataupun
menyetujui dengan perubahan-perubahan tertentu, dan sekali-sekali dapat
mengajukan usul inisiatif sendiri mengajukan rancangan Peraturan Daerah.
Dari
fungsi utama DPRD dapat dimengerti bahwa sebenarnya, lembaga parlemen itu
adalah lembaga politik, dan karena itu pertama-tama haruslah dipahami sebagai
lembaga politik. Sifatnya sebagai lembaga politik itu tercermin dalam fungsinya
untuk mengawasi jalannya pemerintahan, sedangkan fungsi legislasi lebih
berkaitan dengan sifat-sifat teknis yang banyak membutuhkan prasyarat-prasyarat
dan dukungan-dukungan yang teknis pula. Sebagai lembaga politik, prasyarat
pokok untuk menjadi anggota parlemen itu adalah kepercayaan rakyat, bukan
prasyarat keahlian yang lebih bersifat teknis daripada politis. Meskipun
seseorang bergelar Prof. Dr. jika yang bersangkutan tidak dipercaya oleh
rakyat, ia tidak bisa menjadi anggota parlemen. Tetapi, sebaliknya, meskipun
seseorang tidak tamat sekolah dasar, tetapi ia mendapat kepercayaan dari
rakyat, maka yang bersangkutan paling ‘legitimate’ untuk menjadi anggota
parlemen.
Perannya
sebagai wakil rakyat yang secara aktif mengawasi jalannya pemerintahan di
daerah masing-masing umumnya masih
mempunyai kelemahan-kelemahan antara lain sebagai berikut :
1.Faktor-faktor
langsung personal background, political background, dan pengetahuan dewan
tentang pengawasan,
2.
faktor-faktor tidak langsung adalah partisipasi masyarakat, dan transparansi
kebijakan publik.
3.Kurang
memiliki pengetahuan dan pemahaman yang memadai, selain itu seringkali kurang
diback up data atau informasi yang akurat.
4.Belum
jelasnya kriteria untuk mengevaluasi kinerja Eksekutif, karena Daerah belum
sepenuhnya menerapkan anggaran kinerja dengan indikator keberhasilan yang
jelas.
5.Hal
tersebut mengakibatkan penilaian yang subjektif.
6.Terkadang
pengawasan berlebihan dan/atau KKN dengan Eksekutif.
Serta
hal lain yang paling mempengaruhi lemahnya pengawasan DPRD terhadap pemerintah
daerah adalah kelahiran Undang-undang 32 tahun 2004 menegaskan bahwa
pertanggungjawaban tersebut hanya sebatas "menginformasikan" saja.
Sejauh mana respons masyarakat memengaruhi kinerja dan karier kepala daerah,
belum ada kejelasan. Kenyataan seperti ini, berimbas pada pola hubungan yang
terjadi antara DPRD dengan kepala daerah. Dalam pola hubungan seperti ini, DPRD
tidak dapat menjatuhkan kepala daerah, dan sebaliknya kepala daerah tidak
memiliki akses untuk membubarkan DPRD.
Peran
dan kemampuan DPRD dalam menjalankan fungsinya tidak saja ditentukan oleh
kualitas tetapi juga dipengaruhi oleh perilaku dan sikap anggotanya. Adapun
beberapa faktor yang mempengaruhi sikap, perilaku, dan peran legislatif yaitu
institusi politik, partai politik, karakteristik personal (latar belakang,
sosialisasi, nilai dan ideologi), pengalaman politik dan sifat pemilih. DPRD
akan dapat memainkan peranannya dengan baik apabila pimpinan dan
anggota-anggotanya berada dalam kualifikasi ideal, dalam arti memahami benar hak, tugas, dan wewenangnya dan mampu
mengaplikasikannya secara baik.
BAB IV
KESIMPULAN DAN
SARAN
4.1 Kesimpulan.
DPRD
yang seharusnya mengontrol jalannya pemerintahan agar selalu sesuai dengan
aspirasi masyarakat, bukan sebaliknya merusak dan mengkondisikan Eksekutif
untuk melakukan penyimpangan-penyimpangan terhadap aturan – aturan yang
berlaku, melakukan kolusi dalam pembuatan anggaran agar menguntungkan dirinya,
serta setiap kegiatan yang seharusnya digunakan untuk mengontrol eksekutif, justru
sebaliknya digunakan sebagai kesempatan untuk “memeras” eksekutif sehingga
eksekutif perhatiannya menjadi lebih terfokus untuk memanjakan anggota DPRD
dibandingkan dengan masyarakat keseluruhan
Lemahnya
pengawasan DPRD terhadap eksekutif daerah di dasarkan oleh beberapa alasan
yaitu:
1.
kurang memiliki pengetahuan dan pemahaman yang memadai, selain itu seringkali
kurang diback up data atau informasi yang akurat.
2. Belum jelasnya kriteria untuk mengevaluasi
kinerja Eksekutif.
4.2. Saran
Agar
dapat mengimbangi gerak langkah kepala daerah dan unsur pelaksananya, terutama
untuk memperkuat fungsi pengawasan adalah dengan
1.Mengembangkan
prosedur dan teknik-teknik pengawasan,
karena dengan keberhasilan fungsi ini akan memberikan kredibilitas yang
tinggi kepada DPRD. Dapat dipikirkan pula apakah pengawasan akan masuk pada
soal-soal administratif,
2.Penguatan
fungsi legislatif tersebut dapat dilaksanakan dengan konsisten dan terprogram,
dapat diharapkan adanya peningkatan performance DPRD.
DAFTAR PUSTAKA
H.A.
Kartiwa, Good Local Governance : Membangun Birokrasi Pemerintah yang Bersih dan
Akuntabel, (makalah), 2006.
Indra
Perwira, Tinjauan Umum Peran dan Fungsi DPRD, KPK Jakarta, 2006.
Undang-Undang
Nomor.32 tahun 2004 Tentang Pemerinthan Daerah.
Diposkan
oleh kaula gusti di 01.43
0 komentar:
Posting Komentar