Etika
birokrasi berkaitan erat dengan moralitas dan mentalitas aparat birokrasi dalam
melaksanakan fungsi-fungsi pemerintahan itu sendiri yang tercermin dalam fungsi
pokok pemerintahan: fungsi pelayanan, pengaturan/regulasi dan fungsi
pemberdayaan masyarakat.
Etika penting dalam birokrasi.
Pertama, masalah yang ada dalam birokrasi semakin lama semakin komplek. Kedua,
keberhasilan pembangunan yang telah meningkatkan dinamika dan kecepatan
perubahan dalam lingkungan birokrasi. Birokrasi melakukan adjusment
(penyesuaian) yang menuntutdiscretionary power (kekuatan
pertimbangan/kebijaksanaan) yang besar.
Pemerintah memiliki pola prilaku
yang wajib dijadikan sebagai pedoman atau kode etik berlaku bagi setiap
aparaturnya. Etika dalam birokrasi harus ditimbulkan dengan berlandaskan pada
paham dasar yang mencerminkan sistem yang hidup dalam masyarakat harus
dipedomani serta diwujudkan oleh setiap aparat dalam hidup bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara. Secara umum nilai-nilai suatu etika yang perlu
dijadikan pedoman dan perlu dipraktekkan secara operasional antara lain:
1. Aparat wajib mengabdi kepada
kepentingan umum
2. Aparat adalah motor penggerak “head“
dan “heart“ bagi kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara
3. Aparat harus berdiri di tengah-tengah,
bersikap terbuka dan tidak memihak (mediator)
4. Aparat harus jujur, bersih dan
berwibawa
5. Aparat harus bersifat diskresif, bisa
membedakan mana yang rahasia dan tidak rahasia, mana yang penting dan tidak
penting
6. Aparat harus selalu bijaksana dan
sebagai pengayom.
Berbagai
sifat psikis, kepribadian (jatidiri), harga dirii, kejujuran yang diisyaratkan
oleh teori sifat pada hakikatnya merupakan kode etik bagi siapapun yang akan
bertugas sebagai aparat. Aparat seyogyianya tidak bekerja terkotak-kotak,
menganggap dialah yang penting atau menentukan, seharusnya aparatur bekerja
secara menyeluruh. Oleh sebab itu tidak hanya mementingkan bidangnya
sendiri-sendiri. Dalam kaitan itu dipandang penting pula koordinasi,
sinkronisasi, integrasi. Sehingga dapat berbuat dan bertindak sesuai dengan
tingkah laku dan perilaku aparatur yang terpuji.
Etika terbentuk dari aturan
pertimbangan yang tinggi. Yaitu benar vs tidak benar dan pantas vs tidak
pantas. Prilaku dan tindakan aparat birokrasi dalam melaksanakan fungsi dan
kerjanya, apakah ia menyimpang dari aturan dan ketentuan atau tidak, untuk itu
perlu aturan yang tegas dan nyata, sebab berbicara tentang etika biasanya tidak
tertulis dan sanksinya berupa sanksi sosial yang situasional dan kondisional
tergantung tradisi dan kebiasaan masyarakat tersebut. Maka dituntut adanya
payung hukum.
Peraturan
kepegawaian sebagai bagian dari penerapan etika birokrasi. Peraturan ini
tertuang dalam Kode Etik Pegawai Negeri. Akan tetapi kode etik ini belum
kentara hasil dan fungsinya. Namun, dengan kode etik ini mengupayakan aparat
birokrasi yang lebih jujur, bertanggung jawab, disiplin, rajin, memiliki moral
yang baik, tidak melakukan perbuatan tercela seperti korupsi, kolusi dan
nepotisme. Oleh karena itu, perlu usaha dan latihan serta penegakan sanksi yang
tegas dan jelas kepada mereka yang melanggar kode etik atau aturan yang
ditetapkan.
Ada
beberapa hal yang perlu dihindari oleh birokrasi, antara lain :
1. Ikut serta dalam transaksi bisnis pribadi
atau perusahaan swasta untuk keuntungan pribadi dengan mengatasnamakan jabatan
kedinasan,
2. Menerima segala sesuatu hadiah dari
pihak swasta pada saat ia melakukan transaksi untuk kepentingan dinas,
3. Membicarakan masa depan peluang kerja
diluar instansi pada saat ia berada dalam tugas-tugas sebagai pejabat
pemerintah,
4. Membocorkan informasi
komersial/ekonomis yang bersifat rahasia kepada pihak-pihak yang tidak berhak,
5. Terlalu erat berurusan dengan
orang-orang diluar instansi pemerintah yang dalam menjalankan bisnis pokoknya
tergantung izin pemerintah.
Selain
itu, ada beberapa upaya untuk membenahi praktek-praktek birokrasi yang kurang
menyenangkan, antara lain:
1. Pembenahan suatu institusi yang telah
berpraktek dalam jangka waktu lama tidaklah gampang. Waktu yang cukup lama
mutlak diperlukan. Yang cukup penting dimiliki adalah perilaku adaptif dari
birokrasi terhadap perkembangan yang tumbuh dan berkembang di masyarakat,
sehingga mampu membaca tuntutan dan harapan yang dibebankan ke pundaknya. Suatu
komuniti yang semakin kompleks dan rumit memerlukan bentuk-bentuk praktek
birokrasi yang luwes dan praktis. Pemotongan jalur-jalur hirarkis, merupakan
salah satu keinginan dari konsumen birokrasi.
2. Selaras dengan pemikiran Weber yang
menempatkan birokrasi dan birokrasi dapat bergandengan tangan. Menuntut
birokrasi sebagai institusi yang terbuka dan mampu untuk dipahami sesuai
fungsinya. Kebijaksanaan dan suasana demokratisasi sangat diperlukan, yakni
memberi hak yang lebih luas bagi masyarakat untuk ikut serta dalam proses
pemerintahan.
3. Selaras dengan akumulasi keinginan
pemotongan jalur-jalur hirarkis. Kebijaksanaan-kebijaksanaan menyangkut
desentralisasi juga diperlukan.
4. Faktor mental personal dari aparatur
birokrasi dan perilaku dari birokrat itu sendiri. Dituntut adanya keberanian
moral untuk menyingkirkan pandangan bahwa birokrasi adalah bureaucratic polity,
serta menempatkan prinsip-prinsip de-etatisme dan de-kontrolisasi pada
proposisinya.
Birokrasi
hendaklah merupakan rangkaian kegiatan sehari-hari yang dibutuhkan untuk
mencapai tujuan-tujuan organisasi didistribusikan melalui cara-cara yang telah
ditentukan dan dianggap sebagai tugas resmi. Diorganisasikan dalam suatu kantor
yang mengikuti prinsip hirarkis. Pelaksanaan tugasnya diatur oleh suatu sistem
peraturan perundang-undangan yang abstrak dan mencakup juga penerapan
aturan-aturan di dalam kasus-kasus tertentu. Dilaksanakan oleh pejabat yang
ideal melaksanakan tugas-tugasnya dengan semangat formal dan bersifat pribadi,
tanpa perasaan dendam atau nafsu. Pekerjaan birokratis didasarkan pada
klasifikasi teknis dan dilindungi dari kemungkinan pemecatan sepihak.
Berdasarkan pengalaman universal bahwa tipe organisasi administratif yang murni
dilihat semata-mata dari sudut teknis, mampu mencapai tingkat efisiensi yang
tinggi.
Birokrasi sebagai bagian law
enforcement perlu direformasi dengan dimensi keadilan. Hal yang diperlukan
adalah: menuntaskan “national building“, memaksimalkan fungsi lembaga-lembaga,
membangun aturan hukum secara komprehensif serta membangun moralitas aparat
penegak hukum.
Sumber:
Etika
Politik; Prinsip-prinsip Moral Dasar Kenegaraan Modern. Frans Magnis Suseno,
Gramedia, Jakarta, 1987
Etika
Pemerintahan. Drs. A. W. Widjaja. Bumi Aksara, Jakarta, 1991
Birokrasi
dalam Polemik. Moeljarto Tjokrowinoto, dkk, Saiful Arif (Edt). Pustaka Pelajar,
Yogyakarta, 2001
PENGERTIAN
ETIKA
Etika
bisnis adalah keseluruhan dari aturan-aturan etika, baik yang tertulis maupun
yang tidak tertulis yang mengatur hak-hak dan kewajiban produsen dan konsumen
serta etika yang harus dipraktekkan dalam bisnis.
Pihak kreditur mengharapkan agar semua
hutang perusahaan dapat dibayar tepat pada waktunya dan membuat laporan
keuangan yang dapat dipercaya dan dibuat secara teratur.
Pihak pesaing mengharapkan agar dalam
persaingan dilakukan secara baik, tidak merugikan dan menghancurkan pihak lain.
Orang-orang
bisnis diharapkan bertindak secara etis dalam berbagai aktivitasnya di
masyarakat. Harus ada etik dalam menggunakan sumber daya yang terbatas di
masyarakat, apa akibat dari pemakaian sumber daya tersebut dan apa akibat dari
proses produksi yang dilakukan.
Etika
bisnis menyangkut usaha membangun kepercayaan antara masyarakat dengan
perusahaan,dan ini merupakan elemen sangat penting buat suksesnya suatu bisnis
dalam jangka panjang.
Jadi
prinsipnya seorang wirausaha lebih baik merugi daripada melakukan perbuatan
tidak terpuji.
Menjaga etika adalah suatu hal yang sangat
penting untuk melindungi reputasi perusahaan. Masalah etika ini selalu dihadapi
oleh para manajer dalam keseharian kegiatan bisnis, namun harus dijaga terus
menerus, sebab reputasi sebuah perusahaan yang etis tidak dibentuk dalam waktu
pendek tapi akan terbentuk dalam jangka panjang. Dan ini merupakan aset tak
ternilai sebagai good will bagi sebuah perusahaan. Suatu trademark istimewa
dalam competitive advantage.
Etika
bisnis mencakup hubungan antara perusahaan dengan orang yang menginvestasi
uangnya dalam perusahaan, dengan konsumen, pegawai, kreditur dan pesaing.
Orang yang menanam uang atau investor
menginginkan manajemen dapat mengelola perusahaan secara berhasil, sehingga
dapat menghasilkan keuntungan bagi mereka.
Konsumen menginginkan agar perusahaan
menghasilkan produk bermutu yang dapat dipercaya dan dengan harga yang layak
Para karyawan menginginkan agar
perusahaan mampu membayar balas jasa yang layak bagi kehidupan mereka, memberi
kesempatan naik pangkat atau promosi jabatan.
0 komentar:
Posting Komentar