I. Pengertian
1. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan
Bangunan adalah pajak yang dikenakan atas perolehan hak atas tanah dan atau
bangunan , yang selanjutnya disebut pajak;
2. Perolehan hak atas tanah dan atau
bangunan adalah perbuatan atau peristiwa hukum yang mengakibatkan diperolehnya
hak atas tanah dan atau bangunan oleh orang pribadi atau badan;
3. Hak atas tanah adalah hak atas tanah
sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan
Dasar Pokok-Pokok Agraria dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
II. Objek Pajak
Yang
menjadi objek pajak adalah perolehan hak atas tanah dan atau bangunan.
Perolehan
hak atas tanah dan atau bangunan meliputi :
a.
Pemindahan hak karena:
1. jual
beli;
2.
tukar-menukar;
3.
hibah;
4.
hibah wasiat;
5.
pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lainnya;
6.
pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan;
7.
penunjukan pembeli dalam lelang;
8.
pelaksanaan putusan hakim yang mempunyai kekuatan hukum tetap;
9.
hadiah.
b.
Pemberian hak baru karena :
1.
Kelanjutan pelepasan hak ;
2. di
luar pelepasan hak.
Hak
atas tanah adalah hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan, hak pakai, hak
milik atas satuan rumah susun atau hak pengelolaan.
III. Objek Pajak
Yang Tidak Dikenakan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan adalah objek
pajak yang diperoleh :
a.
perwakilan diplomatik, konsulat
berdasarkan asas perlakuan timbal balik;
b.
Negara untuk penyelenggaraan
pemerintahan dan atau untuk pelaksanaan pembangunan guna kepentingan umum;
c.
badan atau perwakilan organisasi internasional yang
ditetapkan oleh Menteri;
d.
orang pribadi atau badan karena konversi hak dan perbuatan
hukum lain dengan tidak adanya perubahan nama;
e.
karena wakaf;
f.
karena warisan;
g.
untuk digunakan kepentingan ibadah.
IV. Subjek Pajak
Yang menjadi
subjek Pajak adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh hak atas tanah dan
atau bangunan.
Subjek pajak
sebagaimana tersebut di atas yang dikenakan kewajiban membayar pajak menjadi
Wajib Pajak menurut Undang-undang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.
V. Tarif Pajak
Tarif Pajak
ditetapkan sebesar 5 % (lima persen)
VI. BPHTB atas Perolehan Hak Karena
Hibah Wasiat dan Pemberian Hak Pengelolaan
1. Besarnya bea atau pajak yang terutang atas perolehan hak
atas tanah dan atau bangunan karena hibah wasiat yang diterima oleh :
a.
orang pribadi yang masih dalam hubungan keluarga sedarah dalam garis keturunan
lurus satu derajat ke atas dan kebawah termasuk suami / isteri dikenakan 0 %
dari bea atau pajak atas perolehan hak atas tanah dan atau bangunan yang
seharusnya terutang.
b.
orang pribadi selain pada butir a dan badan hukum tertentu dikenakan sebesar 50
% dari bea atau pajak atas perolehan perolehan hak atas tanah dan atau bangunan
yang seharusnya terutang.
2.
Besarnya bea atau pajak yang terutang atas perolehan hak atas tanah dan atau
bangunan karena pemberian hak pengelolaan :
a. 0
% (nol persen) dari bea atau pajak atas perolehan hak atas tanah dan atau
bangunan yang seharusnya terutang, apabila penerima hak pengelolaan adalah
Departemen, Pemerintah Daerah Tingkat I,II, Lembaga Pemerintah lainnya dan
Perusahaan Umum (PERUM) Pembangunan Perumahan Nasional (PERUMNAS),dan
dinyatakan dengan Surat Keterangan Bebas BPHTB yag diterbitkan oleh Kepala KPPBB
yang wilayah kerjanya meliputi letak tanah yang diberikan Hak Pengelolaan.
b. 25
% (dua puluh lima persen) dari bea atau pajak atas perolehan hak atas tanah dan
atau bangunan yang seharusnya terutang, apabila penerima hak pengelolaan selain
dimaksud pada huruf a.
VII. Dasar Pengenaan dan Cara Penghitungan Pajak
Dasar pengenaan
pajak adalah Nilai Perolehan Objek Pajak
Nilai Perolehan
Objek Pajak dalam hak :
a.
jual beli adalah harga transaksi;
b.
tukar-menukar adalah nilai pasar objek pajak tersebut;
c.
hibah adalah nilai pasar objek pajak tersebut;
d.
pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lainnya adalah
nilai pasar objek pajak tersebut;
e.
pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan adalah nilai pasar
objek pajak tersebut;
f.
penunjukan pembeli dalam lelang adalah harga transaksi yang
tercantum dalam Risalah Lelang;
g.
peralihan hak karena pelaksanaan putusan hakim yang mempunyai
kekuatan hukum tetap adalah nilai pasar objek pajak tersebut;
h.
pemberian hak baru atas tanah sebagai kelanjutan dari
pelepasan hak adalah nilai pasar objek Pajak tersebut;
i.
pemberian hak baru atas tanah di luar pelepasan hak adalah
nilai pasar objek pajak tersebut.
- Apabila Nilai Perolehan Objek Pajak tidak diketahui atau
lebih rendah daripada Nilai Jual Objek Pajak yang digunakan dalam pengenaan
Pajak Bumi dan Bangunan pada tahun terjadinya perolehan, dasar pengenaan pajak
yang dipakai adalah Nilai Jual Objek Pajak Bumi dan Bangunan.
- Apabila Nilai Jual Objek Pajak Bumi dan Bangunan belum
ditetapkan , Menteri dapat menetapkan besarnya Nilai Jual Objek Pajak Pajak
Bumi dan Bangunan.
Nilai Perolehan
Objek Pajak Tidak Kena Pajak ditetapkan sebesar Rp 30.000.000,00 (tiga puluh juta
rupiah)untuk peraturan lama dan Rp 60.000.000 untuk aturan baru dan
dapat diubah dengan Peraturan Pemerintah.
Nilai Perolehan
Objek Pajak Kena Pajak adalah Nilai Perolehan Objek Pajak dikurangi dengan
Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak.
Besarnya pajak
yang terutang :
5 % X Nilai
Perolehan Objek Pajak Kena Pajak
contoh :
1. Pada tanggal 2 Juli 1998, Wajib Pajak "A"
membeli tanah dengan Nilai Perolehan Objek Pajak Rp 22.000.000,00 Nilai
Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak Rp 30.000.000,00. Karena Nilai Perolehan
Objek Pajak berada di bawah Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak, Maka
perolehan hak atas tanah tersebut tidak dikenakan Bea Perolehan Hak atas Tanah
dan Bangunan.
2. Pada
tanggal 1 Agustus 1998 membeli tanah dengan :
Nilai Perolehan Objek Pajak Rp 50.000.000,00
Nilai Perolehan Objek Pajak
Tidak Kena Pajak Rp 30.000.000,00
Nilai Perolehan Objek Pajak
Kena Pajak Rp 20.000.000,00
Pajak
yang terutang :
5 % x
Rp 20.000.000,00 = Rp 1.000.000,00
VIII. Saat dan Tempat Pajak Terutang
1.
Saat yang menentukan pajak yang terutang atas perolehan hak atas tanah dan atau
bangunan untuk :
a.
jual beli adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatangani
akta;
b.
tukar-menukar adalah sejak tanggal
dibuat dan ditandatangani akta;
c.
hibah adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatangani akta;
d.
pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lainnya adalah sejak
tanggal dibuat dan ditandatangani akta;
e.
pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan adalah sejak
tanggal dibuat dan ditandatangani akta;
f.
lelang adalah sejak tanggal penunjukan pemenang lelang;
g.
putusan hakim adalah sejak tanggal putusan pengadilan yang
mempunyai kekuatan hukum yang tetap;
h.
hibah wasiat adalah sejak tanggal yang bersangkutan
mendaftarkan peralihan haknya ke Kantor Pertanahan.
1.
pemberian hak baru atas tanah sebagai kelanjutan dari
pelepasan hak adalah sejak tanggal diterbitkannya surat keputusan pemberian
hak;
i.
pemberian hak baru di luar pelepasan hak adalah sejak tanggal
diterbitkannya surat keputusan pemberian hak;
j.
hadiah adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya
akta.
Pajak yang
terutang harus dilunasi pada saat terjadinya perolehan hak
Tempat Pajak yang terutang
adalah di wilayah Kabupaten Daerah Tingkat II, atau Kotamadya Daerah Tingkat
II, atau Propinsi Daerah Tingkat I untuk Kotamadya Administratif yang meliputi
letak tanah dan atau bangunan.
IX. Pembayaran
1.
Wajib Pajak membayar pajak yang terutang dengan tidak
mendasarkan pada adanya surat ketetapan pajak.
2.
Pajak yang terutang dibayar di Bank Persepsi/ Kantor Pos atau
tempat pembayaran yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan dengan Surat Setoran
BPHTB sebelum :
a.
akta pemindahan hak atas tanah dan atau bangunan
ditandatangani oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah/Notaris;
b.
Risalah Lelang untuk pembeli ditandatangani oleh kepala
Kantor Lelang/ Pejabat Lelang;
c.
dilakukan pendaftaran hak oleh Kepala Kantor Pertanahan
Kabupaten/ Kotamadya dalam hal pemberian hak baru dan pemindahan hak karena
pelaksanaan Putusan Hakim atau hibah wasiat.
Permohonan Keberatan, Banding, Pengurangan dan
Pengembalian Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan
I. TATA CARA PENGAJUAN PERMOHONAN KEBERATAN
1. Yang Dapat Diajukan Keberatan
Wajib Pajak dapat mengajukan
keberatan hanya kepada Direktur Jenderal Pajak atas suatu :
a.
Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan
Kurang Bayar (SKBKB);
b.
Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas
Tanah dan Bangunan Kurang Bayar Tambahan (SKBKBT);
c.
Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan
Lebih Bayar (SKBLB);
d.
Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan
Nihil (SKBN).
2. Syarat-Syarat Mengajukan Keberatan
a.
Keberatan diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia
dengan mengemukakan jumlah pajak yang terutang menurut perhitungan Wajib Pajak
dengan disertai alasan-alasan yang jelas
b.
Keberatan harus diajukan dalam jangka waktu paling lama 3
(tiga) bulan sejak tanggal diterimanya SKBKB atau SKBKBT atau SKBLB atau SKBN,
kecuali apabila Wajib Pajak dapat menunjukkan bahwa jangka waktu itu tidak
dapat dipenuhi karena keadaan di luar kekuasaannya.
c.
Keberatan yang tidak memenuhi persyaratan tidak dianggap
sebagai Surat Keberatan sehingga tidak dipertimbangkan.
d.
Tanda penerimaan Surat Keberatan yang diberikan oleh pejabat
Direktorat Jenderal Pajak yang ditunjuk untuk itu atau tanda pengiriman Surat
Keberatan melalui pos tercatat menjadi tanda bukti penerimaan Surat Keberatan
tersebut bagi kepentingan Wajib Pajak.
3. Permintaan Penjelasan
a.
Apabila diminta oleh Wajib Pajak untuk keperluan pengajuan
keberatan, Direktur Jenderal Pajak wajib memberikan keterangan secara tertulis
hal-hal yang menjadi dasar pengenaan pajak.
b.
Wajib Pajak dapat menyampaikan alasan
tambahan atau penjelasan tertulis
4. Jangka Waktu Penyelesaian
a.
Direktur Jenderal Pajak dalam jangka waktu paling lama 12
(dua belas) bulan sejak tanggal Surat Keberatan diterima, harus memberi
keputusan atas keberatan yang diajukan.
b.
Keputusan Direktur Jenderal Pajak atas keberatan dapat berupa
mengabulkan seluruhnya atau sebagian, menolak, atau menambah besarnya jumlah
pajak terutang.
c.
Apabila jangka waktu 12 (dua belas) bulan telah lewat dan
Direktur Jenderal Pajak tidak memberi suatu keputusan , keberatan yang diajukan
tersebut dianggap dikabulkan.
II. TATA CARA PENGAJUAN PERMOHONAN
BANDING
1. Badan Penyelesaian Sengketa
Pajak
Apabila Wajib Pajak tidak atau belum puas dengan
keputusan yang diberikan atas keberatan, maka dapat mengajukan banding.
Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan banding hanya
kepada Badan Penyelesaian Sengketa Pajak (BPSP) terhadap keputusan mengenai
keberatannya yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak.
2. Syarat-Syarat Pengajuan Banding
a.
Tertulis dalam bahasa Indonesia
b.
Dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan sejak keputusan
keberatan diterima.
c.
Alasan yang jelas
d.
Dilampiri salinan dari Surat Keputusan
atas keberatan
3. Sifat Putusan
Putusan
BPSP merupaka putusan akhir dan bersifat tetap dan bukan Keputusan Tata Usaha
Negara.
4. Imbalan Bunga
Apabila
pengajuan keberatan atau permohonan banding diterima sebagian atau seluruhnya,
maka kelebihan pembayaran dikembalikan dengan ditambah imbalan bunga sebesar 2%
sebulan, untuk selama-lamanya 24 bulan.
III. PENGURANGAN
Atas
permohonan Wajib Pajak, dapat diberikan pengurangan BPHTB dalam hal :
a.
tanah dan atau bangunan digunakan untuk
kegiatan sosial dan pendidikan yang semata-mata tidak bertujuan mencari
keuntungan.
b.
kondisi tertentu tanah dan atau bangunan
yang ada hubungannya dengan Wajib Pajak.
c.
hibah kepada orang pribadi dalam
hubungan keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat ke atas atau
ke bawah.
Besarnya
pengurangan BPHTB ditetapkan sebesar :
1.
50% dari pajak yang seharusnya terutang
untuk Wajib Pajak tersebut pada butir a dan b;
2.
75% dari pajak yang seharusnya terutang
untuk Wajib Pajak tersebut pada butir c.
IV. PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN
1. Pengajuan Pengembalian Atas
Kelebihan Pembayaran Pajak
Wajib
Pajak dapat mengajukan permohonan pengembalian atas kelebihan pembayaran pajak
kepada Direktur Jenderal Pajak.
2. Syarat-Syarat Pengajuan
Kelebihan Pembayaran
a.
Tertulis dalam bahasa Indonesia
b.
menyebutkan jumlah kelebihan pembayaran.
c.
Alasan yang jelas
3. Jangka Waktu Penyelesaian
a.
Direktur Jenderal Pajak dalam jangka waktu
paling lama 12 (dua belas) bulan sejak diterimanya permohonan harus memberikan
keputusan.
b.
Apabila dalam jangka waktu 12 (dua
belas) bulan te;ah terlampaui dan Direktur Jenderal Pajak tidak memberi keputusan,
permohonan kelebihan pambayaran pajak dianggap dikabulkan serta Surat Ketetapan
Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Lebih Bayar harus diterbitkan dalam
jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan.
c.
Pengembalian kelebihan pembayaran pajak
dilakukan dalam jangka waktu Paling lama 2 (dua) bulan sejak diterbitkannya
Surat Ketetapan Bea Perolahan Hak atas Tanah dan Bangunan Lebih Bayar.
4. Imbalan Bunga
Apabila
pengembalian kelebihan pembayaran pajak dilakukan setelah lewat jangka waktu 2
(dua) bulan, Direktur Jenderal Pajak memberikan imbalan bunga sebesar 2 % (dua
persen) sebulan atas keterlambatan pembayaran kelebihan pembayaran pajak.
Dalam hal Wajib Pajak mempunyai utang BPHTB dalam wilayah Daerah Tingkat II
yang sama, maka kelebihan pembayaran BPHTB diperhitungkan dahulu dengan utang
BPHTB dan atau PBB.
V. LAIN-LAIN
Pengajuan
keberatan dan banding tidak menunda kewajiban membayar pajak dan pelaksanaan
penagihan pajak.
0 komentar:
Posting Komentar