BAB
XI
NEGARA SEBAGAI
LEVIATHAN
a. Hobbes dan zamannya
Thomas Hobbes merupakan salah satu pemikir politik yang ternama. Namanya pun masih populer dalam ilmu politik hingga saat ini. Semua pemikirannya tentang dunia politik, terutama tentang teori kontrak sosial sebagai asal usul terbentuknya negara tidak terlepas dari pengaruh keadaan kehidupannya saat itu. Hobbes mengatakan manusia pada dasarnya hanya memikirkan kepentingan diri sendiri, segala tindakan manusia mengarah pada pemupukan kekuasaan dan hak milik sehingga akan menjurus pada perang antara semua lawan semua (Bahasa Latinnya homo homini lupus = manusia adalah serigala bagi sesamanya). Untuk mencegah terjadinya homo homini lupus maka manusia saling mengikat perjanjian, di mana masing-masing individu melepaskan sebagian dari kebebasannya yang tak terbatas. Secara singkat dapat dikatakan Hobbes mengidentifikasikan sumber kekuasaan politik berada pada persetujuan rakyat atau individu. Negara itu benar-benar sang Leviathan, binatang purba itu yang mengarungi samodra raya dengan perkasa, tanpa menghiraukan siapapun. Kekuasaannya mutlak. “Siapa yang diserahi kekuasaan tertinggi, tidak terikat pada hukum negara (karena itu akan berarti bahwa ia berkewajiban terhadap dirinya sendiri) dan tidak memiliki kewajiban terhadap seorang warga negara. Masyarakat hanya tinggal menerima, atas dasar norma-norma moral dan keadilan pun negara tidak dapat dituntut untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. Karena apa yang harus dianggap adil ditentukan oleh negara sendiri. Maka menurut Hobbes negara tidak dapat bertindak dengan tidak adil. Thomas Hobbes di inggris pada tahun 1588, tahun serangan armada sepanyol ke inggris dan meningal dunia dalam tahun 1679. 91 tahun kehidupanya yaitu mencangkup jaman yang paling ganas, paling kejam, dan paling berdarah dalam sejarah inggris.
Semula kehidupan hobbes tidak banyak tersentuh oleh pergolakan-pergolakan yang mengelilinginya. Sebagai sekertaris seorang bangsawan ia mempunyai banyak waktu untuk belajar. Selama tiga tahun ia sempat mengelilingi benua eropa dan berkenalan dengan banyak tokoh filsafat dan ilmuan sezaman. 1651 Hobbes menerbitkan leviathan. Terutama karena didalamnya gereja anglikan yang menimbulkan kemarahan juga di kalangan para pengungsi inggris di perancis. Berdamai dengan pemerintah Cromwell. Sesudah cromwell meninggal 1658, parlemen inggris memanggil anak Charles
1 kembali untuk menduduki tahta ayahnya sebagai carles
II. Kenyataan yang di amati Hobbes nampaknya kontradiktoris. Dari satu segi, semua pihak, aparaja atau parlemen, begitupula semua kelompok agama, mendasarkan perjuangan mereka pada prinsip-prinsip religius dan moral yang paling luhur dari pengamatan itu hobbes menarik 2 kesimpulan. Pertama, menata masyarakat bedasarkan prinsip-prinsip normatif, seperti misalnya tuntunan agama dan moral, adalah mustahil.
Jawaban di temukan hobbes dalam filsat dan ilmu pengetahuan baru sejaman.yang baru dalam pendekatan mereka ialah bahwa mereka membebaskan diri dari tradisi metafisik dan mendasarkan diri pada metode-metode ilmu pasti, pengukuran, dan pembuktian empiris melalui experimen.
b. Pengandaian-pengandaian antropologis
Menurut Hobbes, jika kita merencanakan bagaimana masyarakat harus di atur, kita harus bertolak dari faktor-faktor yang dalam kenyataan menentukan kelakuan manusia.
Dengan menolak angapan
manusia bebas untuk menentukan apa yang di lakukanya, Hobbes sekaligus
menyangkal, bahwa kelakuan manusia di tentukan oleh cita-cita dan
penilaian-penilaiannya.
Pandangan Hobbes ini mempunyai 2 akar yang pertama bersifat teologis, yang satunya berlatar belakang ilmu alam. Sudah di abad pertengahan aliran nominalisme begitu melebih-lebihkan kemahakuasaan Allah , sehingga manusia tidak memikliki kemampuan untuk menentukan sendiri sikapnya.
Sedangkan dalam ilmu-ilmu alam Hobbes mengambil determinisme. Determinisme mengatakan bahwa dalam alam tidak ada sesuatu yang terjadi tanpa sebab. Anggapan Hobbes ini mempunyai implikasi-implikasi yang jauh. Ia merasa telah menemukan motifasi-motifasi yang besandarkan akal budi, seperti cita-cita religius rohani dan esetis. Jadi menurut Hobbes pengaruh emosi dan nafsu atas tatanan masyarakat dapat di netralisasakan.
c. Teori Perjanjian Negara
Hobbes merekayasakan negaranya dari permulaan. Untuk itu ia mempergunakan paham perjanjian Negara. Menurut paham ini yang cukup populer di antara para pemikir abad 17 dan 18 Negara berasal dari perjanjian bebas antara individu-individu yang sebelum perjanjian itu belum bermasyarakat.Paham perjanjian negara bedasarkan suatu pengandaian penting : Manusia tidak sejak semula berhakikat sosial. Sebelum negara di dirikan, manusia hidup dalam keadaan pra masyarakat. Pengambaran hobbes ternyata sangat dramatis keadaan alamiah sebagai titik tolak karna belum ada lembaga-lembaga atau orang yang memiliki wewenang untuk mengatur orang lain.
Dengan sangat meyakinkan Hobbes memperlihatkan keadaan yang niscahya berkembang antara-antara individu yang tidak sosial, tidak sedikitpun tidak saling meminati, dan tidak saling percaya. Apakah ancaman dari individu lain nyata atau tidak, tidak membuat perbedaan.
Keadaan itulah yang ahirnya memaksa individu indu itu untuk mengambil tindakan bersama mereka menyerahkan semua hak alamiah pada lembaga, kecuali tentu hak untuk melindungi diri dari perjanjian bersama lahirnya negara.
Bagi konsepsi negara Hobbes penting diperhatikan bahwa perjanjian itu tiak di adakan antara individu individu masing masing dengan negara, melainkan antara individu itu saja. Begitu mereka menciptakan negara, dan negara berdiri tegak.
d. Negara, leviethan, deus mortalis, manusia buatan
Negara dalam menentukan dalam menentukan kebijaksanaanya sama sekali berdaulat. Atas dasar norma norma moral dan kaidah pun negara tidak dapat dituntut untuk memepertanggung jawabkan perbuatannya.
Negara, sang leviethan, oleh Hobbes juga dijuluki : Manusia bauatan: dan deus mortalis. Gambar negara mutlak dan menakutkan itu bukan sekedar hasil imajinasi seorang filsuf yang sudah lepas landas, melainkan konsekuensi logis dari pengandaian pengandaian Hobbes. Sebagaimana ditegaskan Hobbes, kemutlakan negara tidak berarti bahwa negara tidak berkepentingan untuk membuat UUD yang baik.
Akan tetapi yang terjadi masalah ialah bahwa UUD yang baik dapat saja diharapkan tapi tidak dapat di tuntut oleh rakyat. Dengan demikian timbul pertanyaan, bagaimana Hobbes mau mencegah kemungkinan, bahwa penguasa menyeleweng menyelewengkan kekuasaannya yang tidak terbatas itu dalam kepentingan sendiri. Jadi bahwa negara bertindak dengan sewenang wenang.
Jadi negara Hobbes hanya dapat bertahan sebagai negara hukum. Negara hobbes memang mutlak oranganya, tetapi kekuasaannya tidak dapat dijadikan dengan sewenang- wenag negara itu keras dan tanpa tanding, tetapi tidak bebas untuk bertindak dengan jahat.
3. Sang Leviathan: Meyakinkan Dia?
a. Daya pengancam sebagai dasar kekuasaan
kontruksi negara Thomas
Hobbes sungguh-sungguh mengesankan tanpa lari ketuntuntan-tuntuan normatik,
dengan segala kekuasaan dan kedaulatan yang menabjukan, negara itu, dalam
pandangan hobbes, tidak tergolong “machtsstaat” melainkan “Rechtsstaat” negara
itu tidak menjalankan pemerintahannya secara sewenag-wenang, berdasarkan
kekuatannya melainkan dengan tegas dalam batas-batas hukum. Hukum memiliki
kepastian, negara hobbes adalah negara absoult tetapi hobbes disalah pahami
kalau pilsapatnya dianggap sekedar sebagai legitimasi bagi para raja abad ke 17
yang ingin berkuasa dengan mutlak dalam pandangan hobbes negara setabil apabila
undanng-undangnya baik, dan kekuasaa dijalankan dengan tidak sewenang-wenang,
hal itu bahkan berlaku bagi penguasa yang sebebenarnya bermaksud baik tak ada
lembaga kontrol sama sekali terhadap kesewenangansemua pintu terbuka lebar jadi
yang menetukan adalah kekuasaan dan bukan hukum.
Hukum hanyalah sebagai saranan formal terhadap penyalahgunaan kekuasaan itu hobbes memang memasang suatu batas. Batas itu juga meyakinkan. Kelemahan itu membuka mata kita terhadap kelemahan patal lain negara hobbes. Hanya tergantung dalam dari daya pengancam, secara struktural rapuh sikapnya. Ada baiknya kita sekali lagi melihat menggapa demikian halnya ada 3 alasan utama dapat dibandingkan dengan unjuk perasaan duduk didepan sebuah gedung pemerintah. Dari tiga pembandingan itu dapat ditarik kesimpulan bahwa negara mustahil dapat bertahan hanya berdasarkan kemampuannya untuk mengancam. Kekuatan kekerasan, akhirnya hampa belaka.
Hukum hanyalah sebagai saranan formal terhadap penyalahgunaan kekuasaan itu hobbes memang memasang suatu batas. Batas itu juga meyakinkan. Kelemahan itu membuka mata kita terhadap kelemahan patal lain negara hobbes. Hanya tergantung dalam dari daya pengancam, secara struktural rapuh sikapnya. Ada baiknya kita sekali lagi melihat menggapa demikian halnya ada 3 alasan utama dapat dibandingkan dengan unjuk perasaan duduk didepan sebuah gedung pemerintah. Dari tiga pembandingan itu dapat ditarik kesimpulan bahwa negara mustahil dapat bertahan hanya berdasarkan kemampuannya untuk mengancam. Kekuatan kekerasan, akhirnya hampa belaka.
b. Tentang Gmbaran Manusia
hobess mereka yasa sebagai Leviethan karena ia memahami manusia sebagi mekanisme yang hanya mengikuti dorngan-dorongan irasionalnya saja dalam paham hobbes tentang manusia terdapat dua kelemahan patal, masalah utama bukan bagaimana dorongan irasioanal terkuat (perasaan takut mati) dapat didukung melawan emosi-emosi lain, melainkan bagaimana manfaat dua kekurangan fatal ini tentu juga mesti menggagalkan salah satu kontruksi kunci hobbes : perjanjian negara. Mereka akan bersedia untuk menyerahkan senjata mereka, satu-satunya sarana yang sedikit memberi perasaan aman, kepada orang yang dipilih untuk meminping negara itu karena masing-masing individu mesti takut , bahwa hanya ialah yang melepaskan senjatanya, sedangkan yang lain-lain tetap mempetahankannya, dan ia dapat dihabiskan.a
BAB
XII
JOHN LOCKE ATAU
LAHIRNYA PAHAM LIBERAL NEGARA
1. Pengantar
Walaupun pembelaan absolutisme negara yan paling dahsyat diberikan oleh Thomas Habbes, namun yang menjadi “filosof istana” di inggris bukanlah Hobbes, melainkan Robert Filmer (1588-1653) yang sekarang hampir-hampir terlupa sama sekali. Filmer mengambilkan wewenang politis raja pada auctoritas paterna (“ wewenang selaku ayah”) dari Nabi Adam yang diterimanya dari Allah dan oleh karena itu tidak bertanggung jawab terhadap masyarakat atau parlemen. Filsafat filmer berpuncak dalam dua tesis, yaitu bahwa (1) setiap kekuasaan bersifat monarki mutlak, dan (2) bahwa tidak ada orang yang lahir bebas.
2. Perjanjian Negara
Seperti hobbes, begitu pula locke bertolak dari fiksi suatu keadaan alamiah manusia (state of nature) yang mendahului eksistensi negara. Bahkan locke berpendapat bahwa keadaan alamiah itu penah betul-betul ada. Tetappi karena paham manusia locke berbeda dengan paham hobbes , keadaan alamiah itu berkembang secara berbeda , dan negara pun yang akan didirikan akan sangat berbeda dari leviathan.
Manusia secara alamiah sebenarnya baik, maka keadaan alamiah nampak sebagai “a state of peace, good will, mutual assistence, and preservation“ hak dasar terpenting adalah hak atas hidup, hak untuk mempertahankan diri . dari hak itu locke langsung mengembangkan hak atas yang dikembalikannya pada pekerjaan.
3. Negara Konstitusional
Keterbatasan prinsipiil kekuasaan negara menurut locke nampak dari adanya undang-undang dasar atau konstitusi. sebenarnya adanya konstitusi sudah bisa dalam paham kenegaraan inggris. Tetapi sejak locke adanya konstitusi yang merupakan kerangka dan batas pemakaian negara menjadi prasyarat keabsahan negara moderen.
Salah satu prinsip utama dalam konstitusi locke adalah prinsif mayoritas. Locke menjelaskannya begini: “ mengingat bahwa badan itu bergerak ke salah satu arah, maka perlu bahwa badan itu bergerak ke arah yang didukung oleh kekuatan yang lebih besar, dan itulah kesepakatan oleh mayoritas.
a. Pembagian kekuasaan menurut locke
Locke membagi kekuasaan negara dalam tiga bagian. Kekuasaan politik tertinggi dan satu-satunya yang berdaulat adalah kekuasaan legislatif, kekuasaan untuk membuat undang-undang. Kekuasaan itu dijalankan oleh parlemen di mana golongan yang kaya dan kaum bangsawan di wakili. Jadi locke belum mempunyai paham tentang “hak” atau “kedaulatan rakyat”. Negara diurus oleh mereka yang melalui kekayaannya dianggap menyumbang sesuatu padanya. Undang-undang yang dibuat oleh kekuasaan legislatif mengikat kekuasaan eksekutif.
b. Trias politik menurut montesqiue
Charles-louis de secondant atau montesqiue (1689-1755) adalah seorang ahli hukum yang selama beberapa tahun bekerja sebagai hakim,Pilosof, pengarang umum dan penulis politik. Teorinya tentang konstitusi ideal termuat dalam buku XI dari karyanya Esprit des lois. Konstitusi idealitu dapat dianggap sebagai jalan tengah antara pemerian keadaan inggris dan sebuah utopia. Montesquie, sudah barang tentu montesquie membedakan tiga fungsi negara: fungsi legislatif, eksekutif, dan yudikatif.
c. Hak perlawanan rakyat dan ajaran tolerensi
Locke secara eksplisit mengakui hak perlawanan rakyat misalnya kalau pemerintah mencampuri kehidupan dan milik individu, apabila pemerintah berusaha menjadikan kehendaknya menjadi UU tanpa melalui legislatif atau mencoba mengubah UU pemilih. Usaha semacam itu oleh locke dinilai sebagai pemberontakan, akibat pemberontakan itu antara pemerintah dan rakyat terjadi perang. Ajaran toleransi locke yang ter mansyur itu merupakan kesimpulan logis dari teorinya tentang perjanjian masyarakat.
4. Warisan John Locke
a. Prinsip Pembatasan Kekuasaan Negara
Pengaruh ajaran locke tentang negara pada umumnya sangat besar, terutama di inggris, francis, dan amerika. kiranya tidak berlebihan bahwa konstitusi amerika serikat disusun dengan berguru padanya istilah seperti government by consent of the people (pemerintah berdasarkan persetujuan rakyat) dan paham kepercayaan (trust) rakyak kepada pemerintah sebagai dasar legitismasinya termasuk pada paham-paham ilmu politik modern.
b. Tentang Konstitusi
Barang kali sumbangan terbesar john locke terhadap kesadaran kenegaraan modern adalah bahwa pembatasan wewenang negara itu dituangkan dalam tuntutan bahwa pemerintah harus bertindak atas dasar suatu konstitusi sejak locke tuntutan bahwa pemerintahan negara harus di jalankan berdasarkan suatu UUD menjadi milik kesadaran kenegaraan modern.
Unsur terpenting dalam paham pembagian kekuasaan negara sudah tentu adalah tuntutan agar yudikatif berdiri bebas dari campur tangan eksekutif. Independensi peradilam merupakan salah satu tolak ukur terpenting bagi tingkat keberadaban suatu negara.
5. Kepincangan Paham Negara Liberal
Akan tetapi walau pun menyumbangkan beberapa pahan kunci bagi etika negara modern yang beradab, namun dalam beseluruhan pahamnya tentang negara, yang dapat kita sebut sebagai paham kelasik liberalisme, tidak memuaskan hal itu misalnya nampak dimana locke bicara tentang hubungan antara negara dan agama. Locke mengira bahwa masalah hubungan itu dapat dipecahkan dengan memasukan agama kedalam bidang urusan pribadi. Ternyata pemecahan masalah hubungan antar agama dan negara oleh liberalisme itu adalah dangkal, tidak realistik dan ideologis. Lalu pandangan locke tentang hak-hak asasi dan pembatasan kekuasaan negara berdasarkan apa ? Jawabannya terletak pada kepentingan dan hak asasi dasar yang menurut locke harus dilindungi negara. Itulah properti, hak milik, penggadaian seluruh filsafat negara locke adalah “kesucian “ hak milik pribadi. Akibat sosial perlindungan mutlak terhadap hak milik pribadi sudah sering dijelaskan dan tidak termasuk permasalahan tulisan ini. Apabila semua individu dalam masyarakat diberi kebebasan penuh untuk berusaha menurut kemampuan dan kemauan mereka, maka ketidaksamaan alamiah antara mereka ada yang lebih terampil, pandai dan rajin dan ada yang kurang begitu pula perbedaan modal semula dengan sendirinya menguntungkan mereka yang lebih kuat , yang debngan demikain akan menjadi lebih kuat. Negara liberal mendapatkan negara ejekan “negara jaga malam” karena seperti seorang penjaga malam hanya menjaga keamanan didaerah pabrik, tetapi tidak campur tangan dalam pekerjaannya, begitu pula negara liberal dibatasi pada perlindungan kehidupan, hak milik, dan kebebasan berusaha para wargannya.
0 komentar:
Posting Komentar