BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar
Belakang
Kabupaten Garut, adalah
sebuah Kabupaten di Provinsi Jawa Barat, Indonesia. Ibukotanya adalah Tarogong
Kidul. Kabupaten ini berbatasan dengan Kabupaten Sumedang di utara, Kabupaten
Tasikmalaya di timur, Samudera Hindia di selatan, serta Kabupaten Cianjur dan
Kabupaten Bandung di barat.
Sejarah
Garut tak bisa dilepaskan dari Kabupaten Limbangan.Kabupaten Limbangan adalah
Kabupaten lama yang ibukotanya dipindahkan ke Garut kini karena seringkali
terjadi bencana alam berupa banjir yang melanda daerah ibukota. Selain itu,
kurang berkembangnya pusat pemerintahan karena jauh dari sungai yang menjadi
sarana transportasi dan irigasi areal pesawahan dan perkebunan. Bupati
Adiwijaya (1813-1831) membentuk panitia survei lokasi untuk ibukota kabupaten
yang baru. Pilihan akhirnya jatuh di tempat yang dikelilingi gunung dan
memiliki mata air yang mengalir ke Ci Manuk. Tempat tersebut berjarak ± 17 km
dari pusat kota lama. Saat menemukan mata air, seorang panitia kakarut (bahasa
sunda: tergores) belukar. Orang Belanda yang ikut survei tak dapat menirukan
kata tadi, dan menyebutnya gagarut. Pada awalnya, nama kabupaten yang
ibukotanya telah dipindahkan tidak akan diubah, masih Kabupaten Limbangan.
Namun, atas saran sesepuh hendaknya nama kabupaten diganti dengan nama baru
sehingga tidak menimbulkan bencana dan malapetaka dikemudian hari seperti yang
sering menimpa kabupaten Limbangan. Dari kejadian kakarut tersebut, yang dilafalkan
oleh orang Belanda dengan gagarut, muncullah nama kebupaten baru, Garut. Hari
jadi Garut diperingati setiap tanggal 16 Februari.
Kabupaten
Garut terdiri atas 42 kecamatan, yang dibagi lagi atas 424 desa dan 21
kelurahan. Pusat pemerintahan di Kecamatan Tarogong Kidul.
Sebagian
besar wilayah kabupaten ini adalah pegunungan, kecuali di sebagian pantai
selatan berupa dataran rendah yang sempit. Di antara gunung-gunung di Garut
adalah: Gunung Papandayan (2.262 m) dan Gunung Guntur (2.249 m), keduanya terletak
di perbatasan dengan Kabupaten Bandung, serta Gunung Cikuray (2.821 m) di
selatan kota Garut.
Kabupaten
Garut terletak di Provinsi Jawa Barat bagian Tenggara pada koordinat 6º56'49 -
7 º45'00 Lintang Selatan dan 107º25'8 - 108º7'30 Bujur Timur. Kabupaten Garut
memiliki luas wilayah administratif sebesar 306.519 Ha (3.065,19 km²)Kabupaten
Garut yang secara geografis berdekatan dengan Kota Bandung sebagai ibukota
provinsi Jawa Barat, merupakan daerah penyangga dan hinterland bagi
pengembangan wilayah Bandung Raya. Oleh karena itu, Kabupaten Garut mempunyai
kedudukan strategis dalam memasok kebutuhan warga Kota dan Kabupaten Bandung,
sekaligus berperan di dalam pengendalian keseimbangan lingkungan
Secara
umum iklim di wilayah Kabupaten Garut dapat dikatagorikan sebagai daerah
beriklim tropis basah (humid tropical climate) karena termasuk tipe Af sampai
Am dari klasifikasi iklim Koppen. Berdasarkan studi data sekunder, iklim dan
cuaca di daerah Kabupaten Garut dipengaruhi oleh tiga faktor utama, yaitu pola
sirkulasi angin musiman (monsoonal circulation pattern), topografi regional
yang bergunung-gunung di bagian tengah Jawa Barat; dan elevasi topografi di
Bandung. Curah hujan rata-rata tahunan di sekitar Garut berkisar antara 2.589
mm dengan bulan basah 9 bulan dan bulan kering 3 bulan, sedangkan di sekeliling
daerah pegunungan mencapai 3500-4000 mm. Variasi temperatur bulanan berkisar
antara 24 °C - 27 °C. Besaran angka penguap keringatan (evapotranspirasi)
menurut Iwaco-Waseco (1991) adalah 1572 mm/tahun.
Selama
musim hujan, secara tetap bertiup angin dari Barat Laut yang membawa udara
basah dari Laut Cina Selatan dan bagian barat Laut Jawa. Pada musim kemarau,
bertiup angin kering bertemperatur relatif tinggi dari arah Australia yang
terletak di tenggara.
Bentang
alam Kabupaten Garut Bagian Utara terdiri dari atas dua aransemen bentang alam,
yaitu: (1) dataran dan cekungan antar gunung berbentuk tapal kuda membuka ke
arah utara, (2) rangkaian-rangkaian gunung api aktif yang mengelilingi dataran
dan cekungan antar gunung, seperti komplek G. Guntur - G. Haruman - G. Kamojang
di sebelah barat, G. Papandayan - G. Cikuray di sebelah selatan tenggara, dan
G. Cikuray - G. Talagabodas - G. Galunggung di sebelah timur. Bentang alam di
sebelah Selatan terdiri dari dataran dan hamparan pesisir pantai dengan garis
pantai sepanjang 80 Km.
Evolusi
bentang alam Kabupaten Garut khususnya Garut Utara dapat dijelaskan melalui 2
(dua) pendekatan hipotesis, yaitu:
Bemmelen
(1949) berpendapat bahwa terbentuknya tataan bentang alam, khususnya di sekitar
Garut, dikontrol oleh aktivitas volkanik yang berlangsung pada periode Kuarter
(sekitar 2 juta tahun lalu sampai sekarang). Setelah terjadi pergerakan
tektonik yang memicu pembentukan pegunungan di akhir Pleistosen, terjadilah deformasi
regional yang digerakan oleh beberapa patahan, seperti patahan Lembang, patahan
Kancana, dan patahan Malabar-Tilu. Khusus di sekitar dataran antar gunung Garut
diperkirakan telah terjadi suatu penurunan (depresi) akibat isostasi (proses
menuju keseimbangan) dari batuan dasar dan pembebanan batuan sedimen
volkaniklasik diatasnya.
Menurut
konsep Tektonik Lempeng (Hamilton, 1979), proses pembentukan gunung api di Zona
Bandung tidak terlepas dari proses pembentukan busur magmatis Sunda yang
dikontrol oleh aktivitas penunjaman (subduksi) Lempeng Samudera Indonesia yang
menyusup sekitar 6-10 cm/tahun di bawah Lempeng Kontinen Asia. Bongkahan (slab)
lempeng samudera setebal lebih dari 12 km tersebut akan tenggelam ke mantel
bagian luar yang bersuhu lebih dari 3000°, sehingga mengalami pencairan
kembali. Akibat komposisi lempeng kerak samudera bersifat basa, sedangkan
mantel bagian luar bersifat asam, maka pada saat pencairan akan terjadi
asimilasi magma yang memicu bergeraknya magma ke permukaan membentuk busur
magmatis berkomposisi andesitis-basaltis. Setelah terbentuk busur magmatis,
pergerakan tektonik internal (intra-arctectonics) selanjutnya bertindak sebagai
penyebab utama terjadinya proses perlipatan, patahan, dan pembentukan cekungan
antar gunung.
Ibukota
Kabupaten Garut berada pada ketinggian 717 m dpl dikelilingi oleh Gunung
Karacak (1.838 m), Gunung Cikuray (2.821 m), Gunung Papandayan (2.622 m), dan
Gunung Guntur (2.249 m). Karakteristik topografi Kabupaten Garut: sebelah Utara
terdiri dari dataran tinggi dan pegunungan, sedangkan bagian Selatan (Garut
Selatan) sebagian besar permukaannya memiliki tingkat kecuraman yang terjal dan
di beberapa tempat labil. Kabupaten Garut mempunyai ketinggian tempat yang
bervariasi antara wilayah yang paling rendah yang sejajar dengan permukaan laut
hingga wilayah tertinggi d ipuncak gunung. Wilayah yang berada pada ketinggian
500-100 m dpl terdapat di kecamatan Pakenjeng dan Pamulihan dan wilayah yang
berada pada ketinggian 100-1500 m dpl terdapat di kecamatan Cikajang,
Pakenjeng, Pamulihan, Cisurupan dan Cisewu. Wilayah yang terletak pada
ketinggian 100-500 m dpl terdapat di kecamatan Cibalong, Cisompet, Cisewu,
Cikelet dan Bungbulang serta wilayah yang terletak di daratan rendah pada
ketinggian kurang dari 100 m dpl terdapat di kecamatan Cibalong dan
Pameungpeuk.
Rangkaian
pegunungan vulkanik yang mengelilingi dataran antar gunung Garut Utara umurnya
memiliki lereng dengan kemiringin 30-45% disekitar puncak, 15-30% di bagian
tengah, dan 10-15% di bagian kaki lereng pegunungan. Lereng gunung tersebut
umumnya ditutupi vegetasi cukup lebat karena sebagian diantaranya merupakan
kawasan konservasi alam. Wilayah Kabupaten Garut mempunyai kemiringan lereng
yang bervariasi antara 0-40%, diantaranya sebesar 71,42% atau 218.924 Ha berada
pada tingkat kemiringan antara 8-25%. Luas daerah landai dengan tingkat
kemiringan dibawah 3% mencapai 29.033 Ha atau 9,47%; wilayah dengan tingkat
kemiringan sampai dengan 8% mencakup areal seluas 79.214 Ha atau 25,84%; luas
areal dengan tingkat kemiringan sampai 15% mencapai 62.975 Ha atau 20,55%
wilayah dengan tingkat kemiringan sampai dengan 40% mencapai luas areal 7.550
Ha atau sekitar 2.46%.
Berdasarkan
arah alirannya, sungai-sungai di wilayah Kabupaten Garut dibagi menjadi dua
daerah aliran sungai (DAS) yaitu Daerah Aliran Utara yang bermuara di Laut Jawa
dan Daerah Aliran Selatan yang bermuara di Samudera Indonesia. Daerah aliran
selatan pada umumnya relatif pendek, sempit dan berlembah-lembah dibandingkan
dengan daerah aliran utara. Daerah aliran utara merupakan DAS sungai Cimanuk
Bagian Utara, sedangkan daerah aliran selatan merupakan DAS Cikaengan dan
Sungai Cilaki. Wilayah Kabupaten Garut terdapat 33 buah sungai dan 101 anak
sungai dengan panjang sungai seluruhnya 1.397,34 Km; dimana sepanjang 92 Km
diantaranya merupakan panjang aliran sungai Cimanuk dengan 58 buah anak sungai.
Berdasarkan
interpretasi citra landsat Zona Bandung, nampak bahwa pola aliran sungai yang
berkembang di wilayah dataran antar gunung Garut Utara menunjukan karakter
mendaun, dengan arah aliran utama berupa sungai Cimanuk menuju ke utara. Aliran
Sungai Cimanuk dipasok oleh cabang-cabang anak sungai yang berasal dari lereng
pegunungan yang mengelilinginya. Secara individual, cabang-cabang anak sungai
tersebut merupakan sungai-sungai muda yang membentuk pola penyaliran
sub-paralel, yang bertindak sebagai subsistem dari DAS Cimanuk.
Berdasarkan
peta geologi skala 1:100.000 lembar Arjawinangun, Bandung dan Garut yang
dikompilasi oleh Ratman & Gafor (1998) menjadi peta geologi skala
1:500.000, tataan dan urutan batuan penyusun di wilayah Kabupaten Garut bagian
utara didominasi oleh material vulkanik yang berasosiasi dengan letusan
(erupsi) gunungapi, diantaranya erupsi G. Cikuray, G. Papandayan dan G. Guntur.
Erupsi tersebut berlangsung beberapa kali secara sporadik selama periode
Kuarter (2 juta tahun) lalu, sehingga menghasilkan material volkanis berupa
breksi, lava, lahar dan tufa yang mengandung kwarsa dan tumpuk menumpuk pada
dataran antar gunung di Garut.
Batuan
tertua yang tersingkap di lembah Sungai Cimanuk diantaranya adalah breksi
volkanik bersifat basaltic yang kompak, menunjukan kemas terbuka dengan
komponen berukuran kerakal sampai bongkah. Secara umum, batuan penyusun dataran
antar gunung Garut didominasi oleh material volkaniklasik berupa alluvium
berupa pasir, kerakal, kerikil, dan Lumpur.
Jenis
tanah komplek podsolik merah kekuning-kuningan, podsolik kuning dan regosol
merupakan bagian yang paling luas terutama di bagian Selatan, sedangkan di
bagian Utara didominasi tanah andosol yang memberikan peluang terhadap potensi
usaha sayur-mayur.
Bedasarkan
jenis tanah dan medan topografi di Kabupaten Garut, penggunaan lahan secara
umum di Garut Utara digunakan untuk persawahan dan Garut Selatan didominasi
oleh perkebunan dan hutan.
Ibukota
kabupaten Garut berada di jalur Jakarta-Garut-Tasikmalaya, biasanya sekedar
transit di Terminal Guntur Garut, bila mau langsung ke Tasikmalaya, orang lebih
memilih jalur Malangbong untuk dilewati. Garut memiliki sarana Transportasi
seperti Delman Kuda, Ojek Sepeda Motor, Angkutan Pedesaan (Angdes) dari
berbagai desa menuju Kota Kecamatan, Angkutan Kota (Angkot), Minibus dari
berbagai kecamatan menuju Kota Garut dan Bus besar dengan jurusan Garut -
Jakarta, Rental Mobil dari berbagai jenis dan Taksi. Terminal Guntur adalah
nama terminal terbesar di Kota Garut. Ada juga Kereta Api yang menuju Jakarta
kadang berhenti di beberapa Stasiun Kereta Api di Garut seperti Stasiun
Malangbong, Stasiun Cibatu, dan Stasiun Leles.
Kabupaten
Garut memiliki makanan, minuman, dan buah-buahan Khas. Berikut daftar makanan,
minuman, dan buah-buahan khas Garut:
1.
Dodol Garut
2.
Ladu Malangbong
3.
Kerupuk Kulit (Dorokdok Garut)
4.
Pindang Ikan
5.
Sambal Cibiuk
6.
Es Goyobod
7.
Jeruk Garut
8.
Wajit
9.
Burayot
10.
Getrek
11.
Emplod
12.
Chocodot
13.
Burayot
14.
Kerupuk RO
15.
Rangginang
16.
Bugis
17.
Lagenar
Dengan
tangan ulet masyarakat Garut, Garut memiliki Produk yang Khas. Berikut daftar
Produk Khas Garut:
1.
Jaket Kulit
2.
Batik Tulis Garutan
3.
Kulit Tersamak
4.
Minyak Akar Wangi
5.
Boboko Samarang
6.
Batu Hias Bungbulang
7.
Tahu Kandang
8.
Domba Garut
Kabupaten
Garut merupakan wilayah yang sangat kaya sumberdaya alam. Wilayah seluas 3.065
km2 tersebut dihuni oleh 2.737.526 jiwa penduduk (Sensus Penduduk 2010), atau
dengan kepadatan penduduk 893 jiwa per km2. Secara administrasi saat ini
Kabupaten Garut terbagi menjadi 42 kecamatan, 21 kelurahan dan 403 desa.
Seperti yang terjadi di daerah lain, isu pemekaran wilayah di Kabupaten Garut
pun makin marak. Tuntutan pembentukan Kabupaten Garut Selatan dan Kabupaten
Garut Utara kini mewarnai pemberitaan media lokal dan media nasional.
Sebenarnya kalau memperhatikan aspek luas wilayah, sumberdaya alam dan
kependudukan, Kabupaten Garut layak dimekarkan menjadi tiga daerah otonomi.
Kabupaten
Garut Selatan
Kabupaten
Garut Selatan meliputi bagian selatan wilayah Garut, sebelah selatan berbatasan
dengan Samudera Indonesia; sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Cianjur,
sebelah timur dengan Kabupaten Tasikmalaya dan sebelah utara dengan Kabupaten
Bandung dan Kota Garut. Nama lain untuk Kabupaten Garut Selatan bisa saja
Kabupaten Pameungpeuk.
Terdapat
tujuh kecamatan yang memiliki kawasan pantai memanjang dari barat ke timur
berturut-turut Caringin, Bungbulang, Mekarmukti, Pakenjeng, Cikelet,
Pameungpeuk dan Cibalong. Dilengkapi dengan 15 kecamatan lain yaitu Cikajang,
Banjarwangi, Cisewu, Talegong, Pamulihan, Cisompet, Peundeuy, Singajaya,
Cihurip, Cisurupan, Cigedug, Cilawu, Bayongbong, Sukaresmi dan Pasirwangi akan
membentuk daerah otonomi seluas 2.248,83 km2 atau sekitar 73,37 persen dari
luas Kabupaten Garut saat ini. Kabupaten Garut Selatan yang meliputi 22
kecamatan dihuni penduduk sebanyak 1.171.846 jiwa (Sensus Penduduk 2010) atau
sekitar 43 persen dari jumlah penduduk Kabupaten Garut saat ini. Tingkat
kepadatan penduduk daerah ini 521 jiwa per km2.
Pada
tanggal 27 Desember 2013 Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menerbitkan amanat
pembentukan Kabupaten Garut Selatan dengan amanat presiden (ampres) nomor
R-66/Pres/12/2013. Ibukota Kabupaten rencananya akan bertempat di Kecamatan
Mekarmukti, kecamatan yang masuk ke dalam Garut Selatan ada 16 kecamatan yaitu
Kecamatan Banjarwangi, Bungbulang, Caringin, Cibalong, Cihurip, Cikajang,
Cikelet, Cisewu, Cisompet, Mekarmukti, Pameungpeuk, Pakenjeng, Pamulihan, Peundeuy
Singajaya, dan Talegong.
Kabupaten
Garut Utara
Kabupaten
Garut Utara merupakan meliputi bagian utara Kabupaten Garut. Di sebelah utara
berbatasan dengan Kabupaten Sumedang, sebelah barat Kabupaten Bandung, sebelah
timur Kabupaten Tasikmalaya dan sebelah selatan dengan Kota Garut. Nama lain
untuk Kabupaten Garut Utara bisa saja Kabupaten Balubur Limbangan.
Kabupaten
Garut Utara akan meliputi 15 kecamatan, terdiri dari Balubur Limbangan,
Selaawi, Kersamanah, Malangbong, Cibatu, Sukawening, Karangtengah, Cibiuk,
Leuwigoong, Leles, Kadungora, Sucinaraja, Wanaraja, Pangatikan dan Banyuresmi.
Luas wilayah Kabupaten Garut Utara 592,51 km2 atau sekitar 19,33 persen dari
Kabupaten Garut saat ini. Jumlah penduduk mencapai 962.865 jiwa (Sensus
Penduduk 2010), atau sekitar 35 persen dari jumlah penduduk Kabupaten Garut.
Angka kepadatan penduduk Garut Utara 1.625 jiwa per km2.
Kota
Garut
Berdasarkan
aspirasi yang berkembang di tengah masyarakat Garut, sebenarnya Kabupaten Garut
Utara hanya meliputi 11 kecamatan dan Garut Selatan 16 kecamatan, sehingga tersisa
wilayah kabupaten induk sebanyak 15 kecamatan. Namun hal yang patut
dipertimbangkan ialah perubahan kondisi Kecamatan Garut Kota dan sekitarnya
yang berangsur-angsur menjadi kawasan perkotaan. Tak heran di kawasan ini sudah
terbentuk 21 kelurahan dan akan terus bertambah lagi.
Beberapa
kecamatan seperti Garut Kota, Karangpawitan, Tarogong Kaler, Tarogong Kidul dan
Samarang layak diintegrasikan menjadi sebuah kota mandiri yang memiliki
otonomi, yaitu Kota Garut. Kawasan ini sudah memiliki ciri-ciri sebuah kota
seperti kepadatan penduduk yang tinggi, yaitu 3.072 jiwa per km2 ; Dominasi
sector industri, perdagangan dan jasa; Ketersediaan infrastruktur yang lebih
baik dan lengkap; Fasilitas pendidikan sampai jenjang pendidikan tinggi.
Jumlah
penduduk keseluruhan lima kecamatan yang akan tergabung ke dalam Kota Garut
mencapai 598.815 jiwa, lebih banyak dari penduduk Kota Banjar (175.165 jiwa)
dan Kota Cimahi (541.139 jiwa). Luas wilayah Kota Garut 194,94 km2, sebelah
utara berbatasan dengan Kabupaten Garut Utara, sebelah selatan Kabupaten Garut
Selatan, sebelah timur Kabupaten Tasikmalaya dan sebelah barat Kabupaten
Bandung.
1.2. Tujuan Penulisan Makalah
1.
Untuk mengetahui kearifan lokal
masyarkat Garut
2.
Untuk mengetahui konsep kepemimpinan
adat daerah Garut
3.
Untuk memenuhi tugas kelompok MK
Kearifan Lokal Pemda
BAB II
PEMBAHASAN
2.1.
Rebo
Nyunda Perbup Garut untuk melestarikan kearifan lokal
Rebo Nyunda atau Rabu
Sunda adalah salah satu kegiatan mingguan di Ibukota jawa barat (Bandung) yang
bertujuan melestarikan budaya Sunda sebagai salah satu budaya lokal yang
berkembang di Jawa Barat. Kegiatan ini dilaksanakan setiap hari Rabu. Dalam
kegiatan ini, seluruh warga Kota Bandung, secara khusus Pegawai Negeri Sipil,
diwajibkan memakai pakaian daerah khas Sunda Selain menggunakan pakaian Sunda,
setiap hari Rabu juga warga Kota Bandung dihimbau menggunakan Bahasa Sunda
untuk berkomunikasi dengan orang lain. Program Rebo Nyunda ini mulai
diberlakukan di Kota Bandung pada tanggal 6 November 2013.
Latar
Belakang Kegiatan
Kegiatan
Rebo Nyunda adalah sebuah program dari pemerintah Kota Bandung sebagai bagian
dari hari-hari tematik yang berlaku di kota tersebut. Program ini digagas oleh
Walikota Bandung Ridwan Kamil. Program ini muncul karena adanya kekhawatiran
dari segelintir masyarakat akan lunturnya kebudayaan Sunda di Jawa Barat,
khususnya di Kota Bandung, padahal budaya Sunda adalah budaya lokal dari kota
ini. Dengan demikian, program ini menjadi salah satu program untuk melestarikan
budaya Sunda. Sebenarnya program ini merupakan salah satu usaha Pemerintah Kota
Bandung untuk mengimplementasikan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 9 Tahun 2012
pasal 10 ayat 1b yang menyebutkan bahwa setiap hari Rabu ditetapkan sebagai
hari berbahasa Sunda dalam semua
kegiatan Pendidikan, Pemerintahan dan kemasyarakatan.
Dalam
kegiatan ini, masyarakat Kota Bandung dihimbau menggunakan pakaian Sunda yakni
kebaya dan kain batik sebagai bawahan bagi perempuan serta iket kepala batik
dan bila memungkinkan menggunakan pangsi bagi laki-laki. Selain iket kepala,
para laki-laki juga bisa menambahkan hiasan kujang sebagai penghias iket
tersebut. Bersamaan dengan menggunakan pakaian Sunda, setiap hari Rabu juga
warga Bandung diharapkan menggunakan Bahasa Sunda untuk berkomunikasi dengan
orang lain. Komunikasi dalam Bahasa Sunda ini digunakan baik di dalam instansi
pemerintahan, sekolah-sekolah maupun dalam rapat-rapat resmi yang
diselenggarakan oleh Pemerintah Kota Bandung
Rebo
Nyunda di Daerah Lain
Setelah
Kota Bandung, beberapa kota atau kabupaten lain di Jawa Barat juga mulai
melaksanakan program Rebo Nyunda salah satunya Kabupaten Garut. Bupati Garut
Rudi Gunawan dan Wakil Bupati Garut Helmy Budiman menggulirkan program ini guna
memelihara adat dan budaya Sunda di tengah-tengah masyarakat Garut.
Selain
di Garut, daerah lain yang mengadakan program Rebo Nyunda adalah Kota Bogor
atas usulan dari beberapa seniman dan budayawan di Kota Bogor Walikota Bogor
Bima Arya dan Wakil Walikota Usmar Hariman menyetujui program ini agar masyarakat
Kota Bogor bisa mengerti, memahami dan memelihara seni dan budaya Sunda.
Bupati
Garut H Rudi Gunawan, mewajibkan semua Pegawai Negiri Sipil (PNS) menggunakan
bahasa sunda, baik saat apel, rapat, obrolan di lingkungan kerja serta kegiatan
lainnya.
Selain
menggunakan bahasa sunda, diwajibkan juga memakai baju adat kesundaan. Untuk
perempuan memakai kebaya adat sunda, sedangkan untuk laki-lakinya memakai
setelan pangsi dan iket kepala.
Kebijakan
Bupati Garut ini disambut baik oleh Rudi (43), seorang pengrajin iket kepala
dan bendo khas Sunda asal Kampung Salamnunggal, Kecamatan Leles, Kabupaten
Garut.
"Adanya
penggunaan iket sunda di Kabupaten Garut
ini mudah-mudahan generasi muda peduli dengan adat budaya sunda dalam
kehidupannya sehari-hari. Mengenakan iket sunda ini mencirikan bahwa kita
sebagai orang yang peduli dalam melestarikan budaya sunda," ungkap Rudi.
Saat
ditemui di rumahnya, Minggu 9 Maret 2014, Rudi mengatakan, dengan adanya
kebijakan memakai pakaian kesundaan setiap Rabu, membuatnya kebanjiran pesanan.
Seperti iket model Barangbang Semplak,
Julang Ngapak, Mahkota Wangsa, Candra Sumirat, Koncer, Kole Nyangsang,
Parengkos Jengkol, Parengkos Gedang, Parengkos Nangka, Kebo Modol, dan Buaya
Ngangsar dari bahan batik Garutan.
"Semua
ikat kepala ini banyak dipesan oleh PNS,
karena masih banyak yang belum punya iket," tutur Rudi.
Karena
banyaknya pesanan, termasuk dari Bupati Garut dan wakilnya, Rudi mengungkapkan
ia masih memerlukan suntikan modal, pasalnya modal yang dimiliki tak seimbang
dengan pesanan yang diterima karena keterbatasan dana.
Untuk
itu, kepada Pemerintah Kabupaten Garut, Rudi mengharapkan diberikan bantuan
modal untuk mengembangkan produksi iket
dan bendonya. Soalnya, kata Rudi, yang memesan iket tidak mau memberikan uang di muka. Terpaksa uang
untuk modal, ia harus pinjam ke tetangga atau saudaranya.
Sekretaris
Daerah Kabupaten Garut, Iman Alirahman, sedikit kesulitan dalam memberikan
pidato pada apel pagi di lapangan Kantor Bupati Garut, Rabu (19/2). Hal
tersebut disebabkan pidatonya pada Rabu ini wajib menggunakan Bahasa Sunda.
Dalam
pidatonya, Iman kesulitan mencari padanan sejumlah kata khusus dalam Bahasa
Indonesia ke Bahasa Sunda. Contohnya, kata apel, arahan, berbahasa dan proses.
Sering kali Iman berhenti sebentar saat berpidato sambil mencari padanan
kata-kata tersebut.
"Dalam
keseharian, kita sering menggunakan Bahasa Sunda. Tetapi, dalam kedinasan dan
kegiatan formal, kita belum terbiasa. Ada beberapa kata yang susah dicari
padanannya dalam Bahasa Sunda," kata Iman saat ditemui setelah memimpin
apel.
Iman
mengatakan sesuai imbauan Bupati Garut Rudy Gunawan, seluruh pegawai Pemerintah
Kabupaten Garut, termasuk sekolah dan kantor pelayanan lainnya di daerah,
ditekankan berbahasa dan berpakaian Sunda. Pihaknya tengah mengatur hal
tersebut dalam Peraturan Bupati.
"Kita
pelan-pelan saja, seiring berjalannya waktu, akan terbiasa dengan Rebo Nyunda
ini. Dalam kegiatan formal pun kita harus memakai Bahasa Sunda pada hari
Rabu," katanya.
Salah
satu program yang digulirkan kepemimpinan Bupati Garut Rudy Gunawan dan
Wakilnya Helmi Budiman untuk “ngamumule adat ka-Sunda-an” di lingkungan
Pemerintahan Kabupaten Garut masih terkendala. Selain kebiasaan pemakaian
Bahasa Indonesia dalam kesehariaan sehingga menyulitkan ketika harus memakai
Bahasa daerah “sunda”, juga keseragaman dalam hal pakaian. masih banyak para
pegawai yang belum memakai pakaian adat Sunda yang dianjurkan. di lingkungan Sekretariat Daerah misalnya,
saat Bupati Garut memimpin apel dengan memakai pakaian sunda, sebagian para
pegawai masih ada yang memakai pakaian kedinasan.
Agus
Kusfi, salah seorang pegawai bagian Informatika menyebutkan, dirinya belum
memakai pakain pangsi seperti yang dianjurkan karena masih belum membeli
katanya, susah pula sekarang mencari pakain pangsi, banyak yang membeli belum
lagi harganya yang mendadak melambung. Bupati berharap mulai hari rabu depan
sudah tidak ada lagi pegawai yang tidak memakai pakaian adat sunda, kumaha we
carana mah, saya serahkan kepada para kepala di tiap tiap SKPD untuk segera
menyeragamkan program ini.
2.2.
Konsep
Figur Pemimpin Dan Kepemimpinan Yang Terungkap Dalam Skriptorium Naskah Sunda
Buhun Kabuyutan Ciburuy Garut
Andai kita simak dengan
saksama, kearifan lokal yang terungkap dalam naskah-naskah Sunda buhun ‘kuno’
berbahan lontar, beraksara dan berbahasa Sunda buhun, yang terungkap dalam
skriptorium naskah Sunda koleksi Kabuyutan Ciburuy Bayongbong Garut, sebenarnya
sudah menyiratkan ‘konsep’ serta hal-hal yang boleh dan tidak boleh dilakukan
oleh seorang pemimpin. Menurut teks naskah Sanghyang Siksakandang Karesian,
seseorang digelari pemimpin, jika dalam pribadinya sudah melekat karakter
kepemimpinan yang disebut pangimbuhning twah atau pelengkap untuk mempunyai
kharisma/pamor, yakni Emét ‘tidak konsumtif’. Imeut ‘teliti, cermat’. Rajeun
‘rajin’. Leukeun ‘tekun’. Paka Pradana ‘beretika’. Morogol-rogol ‘beretos kerja
tinggi’. Purusa ning Sa ‘berjiwa pahlawan, jujur, berani’. Widagda ‘bijaksana,
rasional dan memiliki keseimbangan rasa’. Gapitan ‘berani berkorban’, Karawaléya
‘dermawan’, Cangcingan ‘terampil’, serta Langsitan ‘rapekan’/cekatan’. Selain
pangimbuhning twah, seorang pemimpin dituntut memiliki sifat Dasa prasanta,
yakni: Guna ‘ bijaksana’, Ramah ‘bijak, atau bestari’, Hook ‘kagum’, Pésok
‘memikat hati’, Asih ‘sayang, cinta kasih’, Karunya ‘iba/belas kasih’, Mupreruk
‘membujuk dan menentramkan hati’, Ngulas ‘memuji dan mengoreksi’, Nyecep
‘membesarkan hati dan memberikan kata-kata yang menyejukkan’, Ngala angen
‘mengambil hati’. Di samping itu, seorang pemimpin harus mampu menjauhi empat
karakter yang negatif, yang dikenal dengan sebutan ‘opat paharaman’ atau empat
hal yang diharamkan, yakni sifat babarian, pundungan, humandeuar, dan kukulutus
serta menjauhi watak manusia yang membuat kerusakan di dunia, yang dikenal
Catur Buta, yaitu Burangkak, Mariris, Maréndé, dan Wirang. Seorang pemimpin,
menurut teks naskah Sanghyang Hayu, adalah pemimpin yang menjiwai konsep ‘tiga
rahasia’, terdiri atas lima bagian, yakni lima belas karakter yang harus
mendarah daging dalam diri seorang pemimpin, yaitu 2 Budi-Guna-Pradana
(bijak-arif–saleh), Kaya-Wak-Cita (sehat/kuat-bersabda-hati),
Pratiwi-Akasa-Antara (bumi–angkasa-antara), Mata-Tutuk-Talinga
(penglihatanucapan-pendengaran), Bayu-Sabda-Hedap
(energi–ucapan/sabda-itikad/kalbu dan pikiran). Tiga rahasia itu harus
berpegang teguh kepada prinsip astaguna ‘delapan kearifan’, terdiri atas:
Animan (lemah lembut), Ahiman (tegas/panceg hate), Mahiman (berwawasan luas),
Lagiman (gesit/cekatan/trampil), Prapti (tepat sasaran), Prakamya (ulet/tekun),
Isitwa (jujur), Wasitwa (terbuka untuk dikritik).
Konsep
figur pemimpin dan kepemimpinan Sunda menurut Sanghyang Siksakandang Karesian,
Fragmen Carita Parahiyangan, Carita Parahiyangan, juga Sanghyang Hayu, koleksi
skriptorium Kabuyutan Ciburuy, setidaknya harus mampu berperan sebagai leader
(adanya kesepahaman dalam satu pikiran, perkataan, dan perbuatan dengan benar),
manajer (kemampuan dalam hal manajerial), entertainer (kaitannya dengan human
relations/bernegosiasi), entrepreneur (memiliki jiwa kewirausahaan), commander
(menjadi pendorong atau motivator), designer (sebagai perancang ideal), father
(bertindak kebapakan), servicer (pelayan yang baik & bertanggung jawab),
dan teacher (guru, pendidik, dan pengajar serta menjadi ‘teladan’ bagi masyarakat/bawahannya).
Kesembilan kriteria tersebut selayaknya harus mampu diejawantahkan dan
dicerminkan dalam diri dan sikap seorang pemimpin dan kepemimpinannya, yang
akhirnya menuju kepada pemimpin ideal yang mampu bertindak sebagai
“master/tokoh” yang dicintai, dikagumi, dan disegani masyarakatnya, serta mampu
memerdayakan dan menyejahterakan orang banyak.
2.3.
Naskah
Sunda Kuno di Garut Terancam Musnah
Puluhan naskah kuno di
situs Kabuyutan Ciburuy di Kecamatan Bayongbong, Kabupaten Garut, Jawa Barat, terancam
musnah. Kondisi ini diakibatkan oleh tidak adanya biaya perawatan. “Kondisi
naskah cukup mengkhawatirkan,” ujar Kepala Seksi Peninggalan Sejarah dan
Kepurbakalaan Dinas Pariwisata Kabupaten Garut, Warjita, di ruang kerjanya
siang tadi.
Menurut
Warjita, selama ini pemerintah daerah tidak pernah mengalokasikan biaya
pemeliharaan naskah. Padahal pihaknya telah berulang kali mengajukan biaya
perawatan naskah dalam setiap penyusunan anggaran pendapatan dan belanja daerah
setiap tahunnya.
Warjita
menyatakan, dalam anggaran tahun 2011 telah mengajukan biaya pemeliharaan
sebesar Rp150 juta, namun sampai saat ini belum ada kepastian apakah dana
tersebut akan disetuji atau tidak. “Anggaran yang diajukan selalu dicoret, itu
karena perhatian terhadap sejarah ini sangat kurang,” katanya.
Hingga
kini pemeliharaan naskah masih dilakukan dengan cara tradisional. Naskah ini
diperkirakan dibuat pada abad ke-16 periode Hindu atau masa Kerajaan
Padjadjaran. Teks naskah kuno ditulis pada daun lontar dengan menggunakan
bahasa Sunda dan Jawa Kuno dengan cara ditoreh.
Jumlah
naskah yang tersimpan di Kabuyutan Ciburuy. Saat ini sebanyak 27 kropak yang
tersimpan dalam tiga peti. Setiap kropak jumlahnya bervariasi, antara 15 sampai
30 lempir (lembar). Tiap lempir naskah berukuran 28,5 x 3 sentimeter dengan
ukuran ruang tulisan 25,5 x 2,5 sentimeter. Tiap halaman memuat empat baris
tulisan.
Dari
jumlah tersebut, hanya tinggal 10 kropak yang masih dapat dikatakan utuh.
Sedangkan sisanya, tidak lengkap karena sudah terlepas dari masing-masing
ikatannya. Ditambah lagi banyak lempiran yang patah dan hancur.
Warjita
menambahkan, naskah lontar yang berada di wilayahnya itu perlu dilakukan
pengkajian ahli filolog. Soalnya hingga saat ini isi naskah lontar tersebut
belum sepenuhnya terungkap. Padahal tidak menutup kemungkinan isi naskah
tersebut mengandung unsur kearifan lokal.
Ketua
Komisi D Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Garut, Helmi Budiman, membantah bila
pihaknya telah mencoret anggaran pemeliharaan naskah lontar. Menurutnya, pemeliharan
terhadap benda sejarah dan budaya harus dilakukan dengan baik. “Kami tidak
pernah mencoret anggaran tapi hanya menggembalikannya untuk mengefesiensikannya
lagi,’ ujarnya.
Meski
begitu, dia meminta pemerintah daerah untuk secepatnya membuat aturan tentang
benda sejarah dan cagar budaya. Hal itu untuk melindungi keberadaan benda
tersebut. “Kalau tidak ada aturan, tidak menutup kemungkinan benda sejarah dan
budaya di kita ini bisa hilang,” ujarnya.
BAB III
PENUTUP
3.1.
Kesimpulan
Garut adalah kabupaten
yang memiliki kearifan lokal yang sangat unik, baik itu berupa ideologi,
sosial, bahasa maupun pakaian adatnya. sebagai salah satu daerah yang termasuk
kedalam daerah pasundan. Garut memiliki banyak potensi baik itu potensi alam
dan potensi budaya. contoh potensi alam, karena garut ini kebanyakan adalah
pegunungan maka masih banyak hutan yang masih hijau dan alami sedangkan potensi
budaya yang ada di Garut salah satunya adalah ajang perlombaan domba garut,
yang biasanya dilaksanakan oleh masyarakat setempat untuk ajang hiburan dan
melestarikan kebiasaan leluhur mereka. masyarakat Garut juga memakai pandangan
hidup nyunda, nyantri, nyakola yang berarti berbahasa sunda, menjadi orang yang
mengerti agama, dan menjadi orang yang menjunjung tinggi ilmu pengetahuan.
kemudian Garut juga memiliki sebuah naskah sunda kuno yang di dalamnya memiliki
makna apa saja yang harus dilakukan dan tidak dilakukan oleh seorang pemimpin.
Sedangkan
upaya pemerintah garut untuk mempertahankan kearifan lokal di Garut salah
satunya yaitu dengan membuat Pergub (Peraturan Gubernur) tentang Rebo Nyunda
yang berobjek kepada Birokrasi disana (PNS, Staf-Staf, dll) dan juga untuk
masyarakat Garut. akan tetapi kebijakan tersebut belum berjalan lancar karena
banyak birokrat yang belum terbiasa dengan bahasa dan pakaian sunda. selain itu
masalahnya bukan itu saja, konon katanya naskah sunda kuno sudah mulai rusak
karena terabaikan perawatannya, sehingga pemerintah garut harus berupaya lebih
keras untuk mempertahankan kearifan-kearifan daerahnya yang mulai rentan.
3.2.
Saran
Seperti yang telah kita
ketahui pada jaman sekarang kearifan lokal mulai memudar karena pengaruh dari
pergaulan internasional (globalisasi), teknologi dan modernisasi, maka dari
pada itu kita selaku generasi muda harus mampu mempertahankan kearifan lokal
yang mulai memudar tersebut agar kelak anak cucu kita merasakan apa yang kita
rasakan sebelumnya.
DAFTAR PUSTAKA
0 komentar:
Posting Komentar